أوهام الجاهليّة الأولى: الطيرة والتشاؤم
Waham Jahiliyah Pertama: Tathayyur dan Tasya’um (Bagian Pertama)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Waham Jahiliyah Pertama: Tathayyur dan Tasya’um ini masuk dalam Kategori Aqidah
عادةٌ موغلةٌ في القِدَم، ضاربةٌ في أعماق التاريخ، ارتبطت ارتباطاً مباشراً بمخاوف الإنسان من المجهول، وتوجّسه من المفاجآت، وترقّبه لحلول المصائب والفواجع، والأحزان والمكاره، وتنزّل الأقدار التي يتمنّى المرءُ خلافها، ويرجو ضدّها، إنها عادة توقّع حصول الشرّ، أو ما يُعرف بالتشاؤم والتطيّر.
Kebiasaan ini sangat tua, berakar jauh ke dalam sejarah manusia. Ia muncul dari rasa takut manusia terhadap hal-hal yang tidak diketahui, rasa khawatir akan kejutan yang datang tiba-tiba, serta kecemasan menanti datangnya musibah, bencana, kesedihan, dan hal-hal yang dibenci. Ia juga terkait dengan takdir yang sering kali tidak sesuai dengan harapan seseorang. Inilah kebiasaan menunggu-nunggu datangnya keburukan, yang dikenal dengan sebutan pesimisme atau tathayyur (merasa sial).
إنها تلك العادة الجاهليّة التي نجحت في التسلّل إلى النفوس الضعيفة المتذبذبة، واستطاعت أن تستغلّ أوهامها وظنونها، حتى تمكّنت من جعل أصحاب تلك النفوس يلتمسون الخير ويربطون عزائمهم ويضعون قراراتهم بيد من لا يعقل من الحيوانات والطيور، ويرتكبون حماقاتٍ يتعجّب المرء منها كزجر الطير والاستقسام بالأزلام، وغير ذلك مما يأباه العقل وتستهجنه الفِطَر السليمة ويتنافى مع الشرع.
Inilah kebiasaan jahiliyah yang berhasil merasuk ke dalam jiwa-jiwa yang lemah dan bimbang. Ia mampu memanfaatkan ilusi dan prasangka mereka, hingga membuat pemilik jiwa tersebut mencari kebaikan dan menggantungkan tekad serta keputusan mereka kepada sesuatu yang tidak berakal, seperti hewan dan burung. Akibatnya, mereka melakukan hal-hal bodoh yang membuat orang lain heran, seperti menakut-nakuti burung atau mengundi nasib dengan anak panah, serta berbagai tindakan lain yang ditolak oleh akal sehat, dicela oleh fitrah yang lurus, dan bertentangan dengan syariat.
فما هو التشاؤم؟ وما معنى التطيّر؟ وما هي صوره؟ وما وجه منافاته للعقيدة الصحيحة السليمة؟ وما الذي سجّله التاريخ من مظاهر هذه العادة؟، سنحاول بإذن الله تعالى ومن خلال هذه السلسلة الإجابة على الأسئلة السابقة ومتعلّقاتها
Apa itu tasyā’um (pesimisme)? Apa arti tathayyur (merasa sial)? Bagaimana bentuk-bentuknya? Bagaimana wajah pertentangannya dengan aqidah yang benar dan lurus? Apa saja yang tercatat dalam sejarah tentang fenomena kebiasaan ini? Dengan izin Allah Ta’ala, melalui rangkaian artikel ini kita akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas beserta hal-hal yang berkaitan dengannya.
التشاؤم والتطيّر في اللغة والاصطلاح
Tasyā’um dan Tathayyur dalam Bahasa dan Istilah
مادّة “التشاؤم” مأخوذةٌ من الفعل شأم، يقول صاحب تاج العروس: “الشؤم خلاف اليُمن، ويقال شأم فلان أصحابه إذا أصابهم شؤم من قِبَلِه..ويقال تشاءم الرجل إذا أخذ نحو شماله وفي حديث عدي: ( فينظر أيمن منه وأشأم فلا يرى إلا ما قدّم) رواه البخاري “،
Kata tasyā’um diambil dari kata kerja sha’ama. Penulis kitab Tāj al-‘Arūs berkata: “Asy-syu’m adalah lawan dari keberuntungan (al-yumn). Dikatakan, ‘Si Fulan membuat para sahabatnya celaka karena kesialan datang dari sisinya’. Dikatakan pula, ‘Seseorang merasa pesimis bila ia mengambil arah kiri’. Dalam hadits ‘Adiy disebutkan: ‘Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, lalu ia tidak melihat selain apa yang telah ia lakukan’ (HR. Bukhari).
وفي المعجم الوسيط: ” تشاءم: تطيّر به وعده شؤماً”، ويضيف الإمام ابن عبد البر: ” الشؤم في كلام العرب: النحس”، وفي اصطلاح أهل الشرع لا يختلف المعنى كثيراً، فإنه يعني عندهم توقّع حصول الشرّ مطلقاً، والإمام ابن حجر يُفسّر الشؤم بقوله: ” التشاؤم سوء ظن بالله تعالى بغير سبب محقق”.
Dalam al-Mu’jam al-Wasith dijelaskan: ‘Tasya’um berarti tathayyur dengannya dan menganggapnya sebagai kesialan’. Imam Ibnu ‘Abdil Barr menambahkan: ‘Asy-syu’m dalam bahasa Arab berarti kesialan’. Dalam istilah syariat, maknanya tidak jauh berbeda, yakni menanti datangnya keburukan secara mutlak. Imam Ibnu Hajar menafsirkan asy-syu’m dengan perkataan: ‘Tasya’um adalah berburuk sangka kepada Allah Ta’ala tanpa sebab yang nyata’.”
أما التطيّر فهو مأخوذ من الطِيرة بفتح الياء وتسكينها أحياناً، والمقصود به التشاؤم من الأشياء، كما قال ابن منظور في لسان العرب: ” والطيرة بكسر ففتح والطيرة بسكون الياء ما يتشاءم به من الفأل الرديء، وفي الصحاح : تطيّرت من الشيء وبالشيء، واطّير معناه : تشاءم وأصله تطيّر . وقيل للشؤم : طائر وطَير وطِيَرة”،
Adapun tathayyur berasal dari kata ath-thiyarah (dengan fathah pada ya, kadang juga disukunkan). Maksudnya adalah merasa pesimis dari suatu hal. Ibnu Manzhur dalam Lisan al-‘Arab berkata: “Ath-thiyarah dengan kasrah lalu fathah, atau dengan sukun pada ya, adalah sesuatu yang dianggap sial dari pertanda buruk. Dalam ash-Shihah dikatakan: ‘Aku merasa sial dengan sesuatu’ atau ‘karena sesuatu’, maknanya adalah pesimis. Asalnya dari kata tathayyur. Dikatakan juga bahwa kesialan disebut tha’ir (burung), thayr, atau thiyarah.”
وأما عند أهل الشرع فهو كما عبّر عنه الإمام القرطبي: ” الطِيَرة : أن يسمع الإنسان قولاً ، أو يرى أمرًا يخاف منه ألا يحصل له غرضه الذي قصد تحصيله”،
Adapun dalam istilah syariat, sebagaimana dijelaskan Imam al-Qurthubi: “At-thiyarah adalah seseorang mendengar suatu perkataan atau melihat suatu perkara, lalu ia khawatir bahwa tujuan yang diinginkannya tidak tercapai.”
وجاء في شرح صحيح مسلم للإمام النووي:” والتطير التشاؤم، وأصله الشيء المكروه من قول أو فعل أو مرئي”، ومبنى العلاقة بين كلمتي ” الطيرة والتطيّر” هي العلاقة السببيّة،
Dalam Syarh Shahih Muslim, Imam an-Nawawi berkata: “Tathayyur adalah pesimisme, dan asalnya adalah sesuatu yang dibenci, baik berupa ucapan, perbuatan, atau sesuatu yang terlihat.” Hubungan antara kata ath-thiyarah dan tathayyur adalah hubungan sebab-akibat.
ووجه ذلك كما قال الإمام العز بن عبد السلام رحمه الله تعالى : ” التطير هو الظن السيء الذي في القلب , والطيرة هي الفعل المرتب على الظن السيء “، ويفيدنا صاحب الكشّاف باستعمال الطيرة عند العرب في الخير والشرّ جميعاً، ثم غلبة استعمالهم لهذه اللفظة في الشرّ : ” الفأل والطيرة قد جاءا في الخير والشر ، واستعمال الفأل في الخير أكثر، واستعمال الطيرة في الشر أوسع”.
Imam al-‘Izz bin ‘Abdis Salam rahimahullah berkata: “Tathayyur adalah prasangka buruk yang ada di hati, sedangkan ath-thiyarah adalah tindakan yang dilakukan berdasarkan prasangka buruk tersebut.” Penulis al-Kasysaf menambahkan bahwa orang Arab menggunakan kata ath-thiyarah baik untuk kebaikan maupun keburukan, tetapi penggunaannya lebih dominan pada keburukan: “Al-fa’l dan ath-thiyarah dipakai untuk kebaikan dan keburukan. Namun, penggunaan al-fa’l lebih banyak untuk kebaikan, sedangkan penggunaan ath-thiyarah lebih luas untuk keburukan.”
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : IslamWeb
Leave a Reply