أوهام الجاهليّة الأولى: الطيرة والتشاؤم
Waham Jahiliyah Pertama: Tathayyur dan Tasya’um (Bagian Keempat)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Waham Jahiliyah Pertama: Tathayyur dan Tasya’um ini masuk dalam Kategori Aqidah
ومن إرث الجاهليّة التشاؤم من شهر صفر، واعتقاد كونه شهراً يجلب الشرّ معه، ولقد أورد الإمام أبي داوود صاحب السنن عن محمد بن راشد قوله: ” سمعت أن أهل الجاهلية يستشئمون بصفر فقال النبى -صلى الله عليه وسلم-
Termasuk warisan jahiliyah adalah merasa sial dengan bulan Shafar, dan meyakini bahwa bulan tersebut membawa keburukan bersamanya. Imam Abu Dawud, penyusun Sunan, meriwayatkan dari Muhammad bin Rasyid yang berkata: “Aku mendengar bahwa orang-orang jahiliyah merasa sial dengan bulan Shafar, maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda :
( لا صفر )
‘Tidak ada (kesialan karena) Shafar.’”
ويرى بعض الباحثين أن التشاؤم من الغربان ربما يكون منشؤه من اسمه الموحي بالغربة والفراق، من هنا كثر تشاؤمهم به واستيحاشهم من رؤيته، وأشعارهم تظهر ذلك بجلاء، كمثل قول علقمة بن عبدة:
Sebagian peneliti berpendapat bahwa pesimisme terhadap burung gagak mungkin berakar dari namanya yang memberi kesan keterasingan dan perpisahan. Karena itu mereka banyak merasa sial dan takut saat melihatnya. Syair-syair Arab Jahiliyah menunjukkan hal ini dengan jelas, seperti ucapan ‘Alqamah bin ‘Abadah:
ومن تعرض للغربان يزجرها * على سلامته لابد مشؤوم
“Barang siapa menyinggung burung gagak lalu mengusirnya, meski ia selamat, pasti tetap dianggap sial.”
يبشرني الغراب ببين أهلي * فقلت له: ثَكِلتُكَ من بشير
“Burung gagak memberi kabar perpisahan dengan keluargaku. Aku berkata padanya: ‘Celaka engkau, betapa buruknya pembawa kabar itu!’”
وعلى الرغم من ذلك فإن العقلاء من أهل الجاهليّة كانوا يُنكرون مثل هذه التصرّفات ويسخرون ممن يُصدّقها ويتعلّق بها، وقد قالوا قديماً:
Namun demikian, orang-orang berakal dari kalangan jahiliyah menolak kebiasaan ini dan mengejek orang yang mempercayai serta bergantung padanya. Dahulu mereka berkata dalam bait syair:
ولقد غدوت وكنت لا أغدو على واق وحاتم
فإذا الأشائم كالأيامن والأيامـن كالأشائم
وكـذاك لا خير ولا شرٌّ على أحـد بدائم
لا يمنـعنَّك من بغا ء الخير تعقاد التمائم
لا والتشاؤم بالعطا س ولا التيامن بالمقاسم
قد خط ذلك في السطو ر الأوليَّات القدائم
“Aku pernah pergi pagi tanpa peduli peramal dan penentu nasib.
Ternyata kesialan sama saja dengan keberuntungan, dan keberuntungan sama saja dengan kesialan.
Demikianlah, tidak ada kebaikan atau keburukan yang abadi menimpa seseorang.
Jangan sampai niatmu mencari kebaikan terhalang oleh jimat.
Jangan pula karena pesimisme akibat bersin, atau optimisme karena undian.
Semuanya telah tercatat sejak catatan pertama di masa awal.”
ويقول آخر:
Dikatakan pada syair yang lain
لعمرك ما تدري الطوارق بالحصى ولا زاجرات الطير ما الله صانع
سلوهُنَّ إن كذَّبتـموني متى الفتى يذوق المنايا أو متى الغيث واقع
“Demi hidupmu, kerikil yang dilempar atau burung yang diusir tidak tahu apa yang akan Allah lakukan.
Tanyakanlah pada mereka –jika kalian mendustakanku– kapan seorang pemuda akan merasakan kematian, atau kapan hujan akan turun.”
ويقول آخر:
Dikatakan pada syair yang lain
الزجر والطير والكهان كلهم * مضللون ودون الغيب أقفال
“Ramalan, burung, dan para dukun semuanya menyesatkan, sedangkan kegaiban tetap terkunci rapat.”
ومما يُسجّل أنفتهم من هذه المعتقدات:
Dan di antara hal yang tercatat menunjukkan sikap enggan mereka terhadap keyakinan semacam ini adalah:
وما أنا ممن يزجر الطير همه * أصـاح غراب أم تعرض ثعلب
ولا السانحات البارحات عشية * أمرَّ سليم القرن أم مرَّ أغضب
“Aku bukanlah orang yang mengusir burung demi urusannya,
Apakah gagak berteriak atau rubah lewat di hadapannya.
Tidak pula aku memperhatikan burung yang lewat ke kanan atau ke kiri di sore hari,
Apakah yang lewat adalah binatang jinak atau yang ganas.”
وصدق قائلهم:
Dan benar apa yang dikatakan oleh salah seorang dari mereka:
وما عاجلات الطير تدنى من الفتى * نجاحا ولا عن ريثهن قصور
“Cepat atau lambatnya burung tidak akan mendekatkan keberhasilan bagi seorang pemuda, dan tidak pula menghalanginya.”
ومن طريف الأخبار ما حكي عن بعض الولاة أنه خرج في بعض الأيام لبعض مهماته فاستقبله رجل أعور فتطيّر به وأمر به إلى الحبس، فلما رجع من مهمته ولم يلق شراً أمر بإطلاقه،
Di antara kisah menarik yang disebutkan adalah tentang seorang gubernur yang pada suatu hari keluar untuk suatu urusan. Di tengah jalan ia berpapasan dengan seorang laki-laki bermata satu, lalu ia merasa sial karena melihatnya dan memerintahkan agar laki-laki itu dipenjara. Setelah gubernur itu kembali dari perjalanannya tanpa mengalami keburukan apa pun, ia memerintahkan agar orang itu dilepaskan.
فقال له الأعور: “سألتك بالله ما كان جرمي الذى حبستني لأجله؟”، فقال له الوالي: “لم يكن لك عندنا جرم، ولكن تطيرت بك لما رأيتك!”، فقال: “فما أصبت في يومك برؤيتي؟”، فقال: “لم ألق إلا خيراً”،
Maka si buta sebelah berkata kepadanya: “Aku memohon kepadamu demi Allah, apa dosaku sehingga engkau memenjarakanku?” Sang gubernur menjawab: “Engkau tidak punya kesalahan apa pun di sisi kami, tetapi aku merasa sial ketika melihatmu!” Orang itu berkata: “Lalu apa yang engkau dapatkan pada hari engkau melihatku?” Gubernur menjawab: “Aku tidak mendapati kecuali kebaikan.”
فقال: أيها الأمير، أنا خرجت من منزلي فرأيتك فلقيت في يومي الشر والحبس، وأنت رأيتني فلقيت في يومك الخير والسرور، فمن أشأمنا والطيرة بمن كانت؟”، فاستحيا منه الوالي ووصله بالعطايا.
Orang itu berkata: “Wahai amir, aku keluar dari rumahku dan melihatmu, maka aku mendapatkan keburukan berupa penjara. Sedangkan engkau melihatku, lalu engkau mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan. Jadi siapakah yang lebih sial di antara kita, dan pada siapa sebenarnya thiyarah itu berlaku?” Mendengar itu, sang gubernur pun malu dan memberinya hadiah.
وعن واقعنا المعاصر فإن المرء يقف مدهوشاً أمام حجم الخرافات التي تغلغلت في الشعوب حتى أصبحت جزءاً من ثقافتهم، مما يصنع مفارقة عجيبة بين تلك المعتقدات التي تطفح بها أدبيّاتهم وتطغى على سلوكهم وبين التقدّم البشري والمستوى التقني والتكنولوجي الذي وصلت إليه تلك الشعوب.
Adapun pada kenyataan di zaman modern, seseorang akan terheran-heran melihat betapa banyak takhayul yang meresap ke dalam masyarakat hingga menjadi bagian dari budaya mereka. Hal itu menimbulkan kontradiksi aneh antara keyakinan-keyakinan tersebut yang banyak mewarnai karya sastra dan perilaku mereka dengan kemajuan manusia, serta tingkat perkembangan teknologi dan sains yang telah mereka capai.
لنذهب إلى بعض الدول الغربية ولننظر مثلاً كيف يتشاؤم أهلها من بعض الأرقام الفرديّة خصوصاً الرقم: “ثلاثة عشر” نتيجةً لأسطورة قديمة تتحدّث عن حواريِّي نبي الله عيسى عليه السلام وأن عددهم اثنا عشر حوارياً، فانضم إليهم يهوذا الأسخريوطي وهو التلميذ الذي خان النبي وأراد تسليمه لليهود، فصاروا ثلاثة عشر،
Mari kita pergi ke beberapa negara Barat, lalu kita perhatikan bagaimana penduduknya merasa sial dengan angka-angka ganjil, khususnya angka “tiga belas”. Keyakinan ini muncul dari sebuah legenda kuno tentang murid-murid Nabi Isa ‘alaihissalam. Jumlah mereka ada dua belas orang, kemudian bergabunglah Yudas Iskariot, murid yang mengkhianati Nabi dan hendak menyerahkannya kepada orang Yahudi. Maka jumlah mereka menjadi tiga belas.
ومن يومها والناس تتشاءم من هذا الرقم ويعتقدون أنه جالبٌ للنحس، مما حدا ببعض الفنادق والمنتجعات ألا تستخدم هذا الرقم عند ترقيم الغرف، فتجد الغرفة الثانية عشرة وتليها الغرفة الرابعة عشرة، والبعض الآخر لجأ إلى ترقيم الغرف بالأرقام الزوجيّة فقط حتى لا يقع فيما يحذر منه!.
Sejak saat itu orang-orang merasa sial dengan angka ini dan meyakininya sebagai pembawa kesialan. Akibatnya, sebagian hotel dan resor tidak menggunakan angka tersebut dalam penomoran kamar. Kita temukan kamar nomor dua belas, lalu setelahnya langsung nomor empat belas. Sebagian yang lain bahkan hanya memberi nomor genap pada kamar-kamar mereka, agar tidak terkena angka yang dianggap membawa kesialan itu.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : IslamWeb
Leave a Reply