Hukum Orang yang Menjadi Imam bagi Kaum yang Membencinya



حكم من أم قوما وهم له كارهون

Hukum Orang yang Menjadi Imam bagi Kaum yang Membencinya

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Hukum Orang yang Menjadi Imam bagi Kaum yang Membencinya ini termasuk dalam Kategori Tanya Jawab

السؤال

Pertanyaan:

هل تجوز الصلاة خلف إمام بيني وبينه عداوة أو كره أو عدم ارتياح أم لا ؟

Apakah sah shalat di belakang imam yang antara aku dengannya terdapat permusuhan, kebencian, atau ketidaknyamanan, atau tidak?

الإجابــة

Jawaban:

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه، أما بعد:

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, dan para sahabatnya. Amma ba’du:

فهذه المسألة فيها تفاصيل كثيرة، حيث فرق الفقهاء بين العداوة التي تكون بين المأمومين والإمام بسبب الدنيا، والعداوة التي تكون بسبب نقص في ديانته، أو بسبب تمسكه بالدين والسنة، كما فرقوا بين أن يكرهه واحد أو أثنان، وبين أن يكرهه أكثر القوم.

Masalah ini memiliki banyak rincian. Para ulama membedakan antara permusuhan yang terjadi antara makmum dan imam karena urusan dunia, dan permusuhan yang terjadi karena kekurangan dalam agamanya, atau karena berpegang teguh pada agama dan sunnah. Mereka juga membedakan antara jika yang membencinya satu atau dua orang, dan jika yang membencinya adalah kebanyakan jamaah.

وقد وردت أحاديث عن النبي صلى الله عليه وسلم بخصوص من أمّ قوماً وهم له كارهون، ومنها ما يصلح للاحتجاج ومنها ما لا يصلح له، ومما يحتج به منها ما رواه ابن ماجه عن ابن عباس رضي الله عنهما عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:

Telah datang beberapa hadits dari Nabi ﷺ tentang orang yang menjadi imam bagi kaum yang membencinya; di antaranya ada yang bisa dijadikan hujjah dan ada yang tidak bisa dijadikan hujjah. Di antara yang bisa dijadikan hujjah adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas ra. dari Nabi ﷺ, beliau bersabda :

“ثلاثة لا ترتفع صلاتهم فوق رؤوسهم شبراً: رجل أمّ قوماً وهم له كارهون.. الحديث” قال العراقي: إسناده حسن.

“Tiga orang yang shalatnya tidak diangkat sejengkal pun di atas kepala mereka: seorang yang menjadi imam bagi kaum yang membencinya…” Al-Iraqi berkata: sanadnya hasan.

وكذلك قوله صلى الله عليه وسلم:

Dan juga sabda Nabi ﷺ :

” ثلاثة لا تجاوز صلاتهم آذانهم: العبد الآبق حتى يرجع ، وامرأة باتت وزوجها عليها ساخط ، وإمامُ قومٍٍ وهم له كارهون” رواه الترمذي من حديث أبى أمامة وحسنه الألباني.

“Tiga orang yang shalatnya tidak melewati telinganya: budak yang melarikan diri hingga ia kembali, wanita yang bermalam sementara suaminya murka kepadanya, dan imam suatu kaum yang mereka membencinya.” Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Abu Umamah dan dinilai hasan oleh Al-Albani. (Hadits Riwayat Imam Tirmidzi)

قال الشوكاني: (وأحاديث الباب يقوي بعضها بعضاً فينتهض للاستدلال بها على تحريم أن يكون الرجل إماماً لقوم يكرهونه، ويدل على التحريم نفي قبول الصلاة وأنها لا تجاوز آذان المصلين ولعن الفاعل لذلك. وقد ذهب إلى التحريم قوم وإلى الكراهة آخرون) انتهى.

Asy-Syaukani berkata: “Hadits-hadits dalam bab ini saling menguatkan satu sama lain, sehingga bisa dijadikan dalil atas haramnya seseorang menjadi imam bagi kaum yang membencinya. Yang menunjukkan keharaman adalah penafian diterimanya shalat, bahwa shalat itu tidak melewati telinga para makmum, dan laknat bagi pelakunya. Sebagian ulama berpendapat haram, sementara sebagian lain berpendapat makruh.” (selesai kutipan)

وإليك أقوال بعض الفقهاء في هذه المسألة: قال في الدر المختار: (ولو أمّ قوماً وهم له كارهون، إن كانت الكراهة لفساد فيه، أو لأنهم أحق بالإمامة منه، كره له ذلك تحريماً… وإن هو كان أحق منهم فلا كراهة. والكراهة عليهم) انتهى بتصرف.

Berikut pendapat sebagian ulama fikih dalam masalah ini: Dalam kitab Ad-Durr al-Mukhtar disebutkan: “Jika seseorang menjadi imam bagi kaum yang membencinya, maka apabila kebencian itu disebabkan oleh kefasikannya, atau karena mereka lebih berhak menjadi imam darinya, maka makruh tahrim baginya. Namun jika ia lebih berhak daripada mereka, maka tidak makruh. Kemakruhan justru bagi mereka yang membencinya.” (disarikan)

وعند المالكية أنه تكره إمامته إذا كرهه أقل القوم غير ذوي الفضل منهم، وأما إذا كرهه كل القوم أوجلهّم، أو ذوو الفضل منهم وإن قلّوا فيحرم. هذا هو التحقيق عندهم كما قال الدسوقي.

Menurut Malikiyah, makruh menjadi imam jika yang membencinya adalah sebagian kecil dari jamaah yang bukan orang-orang utama di antara mereka. Adapun jika seluruh jamaah atau kebanyakan mereka membencinya, atau orang-orang utama di antara mereka meskipun sedikit, maka hukumnya haram. Inilah pendapat yang benar menurut mereka sebagaimana dikatakan oleh Ad-Dasuqi.

ويتفق الشافعية والحنابلة على أنه يكره أن يؤم قوماً أكثرهم له كارهون. قال الإمام أحمد: إذا كرهه واحد أو أثنان أو ثلاثة فلا بأس حتى يكرهه أكثر القوم. المغني (٢/٥٧).

Mazhab Syafi’i dan Hanbali sepakat bahwa makruh hukumnya seseorang menjadi imam bagi kaum yang kebanyakan mereka membencinya. Imam Ahmad berkata: “Jika yang membencinya satu, dua, atau tiga orang, tidak mengapa, hingga jika yang membencinya kebanyakan kaum.” (Al-Mughni, 2/57)

ولعل الراجح هو: أنه إن كان الإمام ذا دين وسنة فكرهه القوم لذلك لم تكره إمامته، وكذلك إذا كرهوه لأجل مشاحنة بينه وإياهم في أمر من أمور الدنيا. والصلاة خلفه صحيحة في الحالتين.

Kemungkinan pendapat yang lebih kuat adalah: jika imam itu memiliki agama dan sunnah lalu kaum membencinya karena hal itu, maka tidak makruh baginya menjadi imam, demikian pula jika mereka membencinya karena perselisihan antara dia dan mereka dalam urusan dunia. Shalat di belakangnya sah dalam kedua keadaan itu.

قال النووي: قال أصحابنا: وإنما تكره إمامته إذا كرهوه لمعنى مذموم شرعاً، كوالٍ ظالم، وكمن تغلب على إمامة الصلاة ولا يستحقها، أو لا يتصوّن من النجاسات، أو يمحق هيئات الصلاة، أو يتعاطى معيشة مذمومة أو يعاشر أهل الفسوق ونحوهم أو شبه ذلك. فإن لم يكن شيء من ذلك فلا كراهة، والعتب على من كره. (المجموع: ٤/١٧٢).

An-Nawawi berkata: “Para ulama mazhab kami berkata: Imam hanya dimakruhkan jika dibenci karena sebab yang tercela secara syar’i, seperti penguasa zalim, atau orang yang merebut posisi imam padahal tidak berhak, atau tidak menjaga diri dari najis, atau merusak bentuk shalat, atau bekerja dalam pekerjaan yang tercela, atau bergaul dengan orang-orang fasik dan semisalnya. Jika tidak ada hal seperti itu maka tidak makruh, dan yang tercela adalah orang yang membencinya.” (Al-Majmu’, 4/172)

والله أعلم.

Wallahu a’lam.

Sumber : IslamWeb



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.