I’lal (الإعلال)
Setelah jenis pertama kita bahas pada artikel sebelumnya, dan jenis kedua juga sudah dibahas pada artikel sebelumnya. Jenis I’lal yang ketiga adalah I’lal bil Qalb
الإعلال بالقلب
- Merubah wawu atau ya’ menjadi alif
Ketika huruf wawu atau ya’ berharokat (asli) dan huruf sebelumnya itu berharokat fathah, maka wawu atau ya’ tersebut harus diganti menjadi alif.
Contoh :
(دَعَا = دَعَوَ ← دَعَا)
Adapun syarat-syarat wawu atau ya’ bisa dirubah menjadi alif adalah:
- Ketika keduanya berada pada tempat ‘ain fi’il, dan huruf setelah wawu atau ya’ tersebut berharokat. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz بَيَانٌ.
- Huruf setelahnya tidak berupa alif, atau ya’ yang ber-tasydid. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz فتيان atau عَلَوِيٌّ.
- Keduanya tidak menjadi ‘ain fi’il dari wazan فَعِلَ yang mu’tal lam. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz قَوِيَ atau هَوِيَ.
- Tidak berkumpulnya dua proses peng-i’lal-an. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz (هَوَى = هَوَيَ)
- Tidak berupa ‘ain isim yang mengikuti wazan فَعَلَانٌ. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz حَيَوَانٌ.
- Tidak berupa ‘ain isim dari isim musyabihat yang berwazan أَفْعَلُ. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz أَعْوَرُ.
- Tidak berupa wawu yang menjadi ‘ain fi’il dari wazan افْتَعَلَ yang menunjukkan makna musyarokah. Maka tidak boleh mengi’lal lafadz اِجْتَوَرَ الْقَومُ.
- Mengganti wawu atau ya’ menjadi hamzah
Penggantian wawu atau ya’ menjadi hamzah berlaku pada empat keadaan, yaitu:
- Ketika wawu atau ya’ bertempat pada akhir kata, dan terletak setelah alif tambahan. Contoh :
(بِناءٌ = بِنايٌ ← بِناءٌ)
- Ketika keduanya (wawu atau ya’) menjadi ‘ain fi’il pada isim fa’il. Contoh :
(قَائِلٌ = قَاوِلٌ ← قَائِلٌ)
- Ketika keduaanya terletak setelah alif pada wazan مَفَاعِلُdan yang menyerupainya. Dan keduanya merupakan huruf tambahan pada bentuk mufradnya. Contoh:
(عَجُوْزٌ ج عَجَائِزُ = عَجَاوِزُ ← عَجَائِزُ)
(صَحِيْفَةٌ ج صَحائِفُ = صَحايِفُ ← صَحائِفُ)
- Ketika ada dua huruf (dari salah satu wawu atau ya’) yang ditengah-tengahi oleh alif, yaitu pada wazan مَفَاعِلُ. Contoh :
(نَيْفٌ ج نَيَائِفُ = نَيَائِفُ ← نَيَايِفُ ← نَيَائِفُ)
- Merubah wawu menjadi ya’
I’lal merubah wawu menjadi ya’ terdapat pada delapan tempat:
- Ketika berharakat sukun dan terletak setelah harakat kasroh. Contoh :
(مِيْزَانٌ = مِوْزَانٌ ← مِيْزَانٌ)
- Ketika menjadi huruf akhir dan terletak setelah harakat kasroh. Contoh :
(رَضِيَ = رَضِوَ ← رَضِيَ).
- Ketika berada setelah ya’ tasghir. Contoh :
(“جَرْوٌ” جُرَيٌّ = جُرَيْوٌ ← جُرَيٌّ)
- Ketika bertempat pada tengah kata, dan terletak diantara harakat kasrah dan huruf Alif, yaitu pada isim mashdar bina’ ajwaf yang ‘ain fi’ilnya dii’lal. Contoh :
(قِيَامٌ = قِوَامٌ ← قِيَامٌ)
- Ketika menjadi ‘ain fi’il yang jatuh setelah harokat kasroh, yaitu pada bentuk jama’ shohihul lam yang mengikuti wazan فِعَالٌ dan فِعَلٌ. Contoh :
(دَارٌ ج دِيَارٌ = دِوَارٌ ← دِيَارٌ) (قِيْمَةٌ ج قِيَمٌ = قِوَمٌ ← قِيَمٌ)
- Ketika berkumpulnya wawu dan ya’ dengan syarat huruf yang pertama (dari wawu atau ya’ tersebut) berharakat sukun dan berupa huruf Asli (tidak gantian), dan juga harakat sukunnya asli. Contoh :
(مَيِّتٌ = مَيْوِتٌ ← مَيِّتٌ)
Maka tidak boleh mengi’lal lafadz-lafadz:
- Huruf yang pertama (dari wawu atau ya’ tersebut) berupa huruf gantian (دِيْوَانٌ = دِوَّانٌ).
- Harakat sukun huruf yang pertama tidak asli (“قَوْيَ” تخفيف “قَوِيَ”).
- Ketika berupa lam fi’il pada jama’ yang mengikuti wazan فًعُوْلٌ.
Contoh :
(دَلْوٌ ج دُلُيٌّ = دُلُوْوٌ ← دُلُوْيٌ ← دُلُيْيٌ ← دُلُيٌّ)
- Ketika menjadi ‘ain fi’il pada jama’ yang mengikuti wazan فُعَّلٌ yang shohih lam fi’ilnya. Contoh :
(صَائِمٌ ج صُيَّمٌ = صُوَّمٌ ← صُيَّمٌ)
Dan juga boleh men-tashhih-kannya (tidak dii’lal) menjadi صُوَّمٌ, dan inilah yang banyak dipakai
- Merubah ya’ menjadi wawu
I’lal merubah ya’ menjadi wawu berada pada dua tempat, yaitu:
- Ketika berharokat sukun dan terletak setelah harokat dhamah pada selain jama’ yang mengikuti wazan فُعْلٌ. Contoh :
(يُوْسِرُ = يُيْسِرُ ← يُوْسِرُ)
- Ketika menjadi lam fi’il yang jatuh setelah harokat dhomah. Contoh :
(نَهُوَ = نَهُيَ ← نَهُوَ)
- فَعْلَى dan فُعْلَى yang mu’tal lam fi’ilnya :
- Wazan فَعْلَى yang lam fi’ilnya berupa wawu, maka tidak di-i’ilal ketika berupa isim (مَشْوَى) dan sifat (دَعْوَى). Sedangkan ketika berupa ya’, maka tidak di-i’ilal pada bentuk sifat (خَزْيَا) dan diganti menjadi wawu pada bentuk isim (تَقْوَى = تَقْيَا ← تَقْوَى).
- Wazan فُعْلَى jika lam fi’ilnya berupa ya’, maka pada bentuk isim (فُتْيَا)dan sifat (وُلْيَا) tidak di-i’lal. Dan jika berupa wawu, maka pada bentuk isim (خُزْوَى) tidak di-i’lal, sedangkan pada bentuk sifat diganti menjadi ya’ .
(دُنْيَا = دُنْوَى ← دُنْيَا)
Bersambung in sya Allah
Leave a Reply