Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : Agama Jawa - Detail Buku
Halaman Ke : 30
Jumlah yang dimuat : 577
« Sebelumnya Halaman 30 dari 577 Berikutnya » Daftar Isi
Arabic Original Text
Belum ada teks Arab untuk halaman ini.
Bahasa Indonesia Translation

hampir setiap orang datang. Pasalnya, sesudah matahari terbenam, hampir setiap orang di Mojokuto ada di rumah. Orang pada umumnya menyadari—walau tak seorang pun pernah mengatakannya—bahwa sebuah slametan akan dilakukan sebelum ia benar-benar dilangsungkan dan dengan demikian, sudah menunggu si utusan. Lagipula, orang Jawa memiliki semacam kesadaran waktu sela yang membuatnya gampang berpindah dari suatu kegiatan ke kegiatan lain dengan transisi yang pendek sekali. Begitu tiba, setiap tamu mengambil tempat di atas tikar yang terben- tang di lantai, duduk dalam posisi formal Jawa yang disebut sila (dengan dua kaki dilipat bersilang ke dalam di depan tubuh, sementara batang tubuh tegak lurus dan kaku). Sedikit demi sedikit ruangan itu dipenuhi oleh semerbak kemenyan yang terbakar, terdengar obrolan pelan selagi hadirin masuk ruangan dan mengambil tempat duduk (tanpa pengaturan khusus) dalam lingkaran besar di sekitar hidangan yang telgh diletakkan di tengah. Bila semua sudah tiba dan lingkaran itu sudah penuh, maka upacara pun dimulai. "Tuanrumah membuka upacara dengan bahasa Jawa tinggi yang sangat resmi. Pertama, ia mengucapkan terimakasih atas kehadiran para tetangga. Ia berkata bahwa ia menganggap mereka sebagai saksi dari keikhlasan serta kesungguhan niatnya dan dari kenyataan bahwa ia menyelenggarakan upacara yang diharuskan untuk mewujudkan niat yang luarbiasa ini. Ia berharap mereka semua akan memperoleh berkah yang muncul dari upacara itu. Kedua, ia mengutarakan niatnya: ia menyampaikan maksud khusus dari slametan itu—anaknya sudah mengandung tujuh bulan, ini adalah hari Maulud Nabi, atau apa pun. Kemudian, ia menyebut maksud umum upacara itu. Yang ini selalu sama: agar dirinya, keluarga dan tamu-tamunya memperoleh ketenangan jiwa raga yang negatif serta khas, yang oleh orang Jawa disebut slamet, darimana upacara itu memperoleh namanya. Untuk maksud itulah, ia memohon kepada arwah-arwah di desa itu, laki-laki maupun perempuan. Akhirnya, ia minta maaf atas semua kesalahan yang mungkin ia buat dalam sambutan itu, kalau ada kata-katanya yang menyinggung hati dan kalau ada kekurangan dalam hidangan yang disuguhkan. Sepanjang sambutan itu, ia berbicara dengan nada datar, ritmik dan mekanik. Di tiap jeda, hadirin menyahut dengan khidmat, “inggih" —“ya". Ketika tuanrumah telah menyelesaikan sambutan pembukaan yang formalini, yang disebut ujub, ia meminta salah seorang yang hadir untuk


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 30 dari 577 Berikutnya » Daftar Isi