Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
jenis kerasukan makhluk halus yang umum sekali dan merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus seperti itu. Untuk menangani kesurupan, seorang dukun lalu dipanggil (atau kalau tidak ada, seorang tua yang tahu soal-soal demikian, seperti si informan tadi) untuk menanyai si korban: “Siapa namamu? Di mana rumahmu? Mengapa kau datang ke sini? Apa yang kau kehendaki?" Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan kepada makhluk halus yang merasuki diri si korban, yang lalu menjawab lewat mulut penderita itu: “Namaku Kiai Bendok. Rumahku di jembatan depan pasar. Saya datang ke sini untuk makan dan minum”. Makhluk halusnya dalam hal ini adalah santri, karena kiai adalah gelar yang diberikan kepada ahli atau guru mengaji Al Gur'an, yang bisa dijajarkan dengan gelar ulama di Timur Tengah. Akan tetapi, lelembut itu mungkin juga berasal dari kalangan abangan, yang dalam hal ini akan menyebut dirinya Sapu Jagad, atau priyayi dengan nama seperti Raden Baku Sentof, mengingat raden adalah gelar kebangsawanan Jawa. Semua ini adalah nama-nama lelembut yang terkenal. Setelah mendengar jawaban makhluk halus itu, si dukun akan nenjawab: “Aku akan memberimu sesuatu untuk makan dan minum, tetapi setelah selesai, kau harus cepat pulang”. Menurut ajaran Jawa, demikian kata informan itu, lelembut minum minuman keras, biasanya arak dan makan kemenyan. Ketika ia selesai, ia akan berkata melalui mulut si korban: “Baiklah, saya akan pulang sekarang”. Kemudian si korban akan menggelengkan kepala dengan kuat kurang lebih tiga kali, lalu mendadak akan jadi sangat lemah dan jatuh pingsan. Ketika sadar kembali, ia tak akan ingat lagi apa yang telah terjadi. Jenis yang kedua, kampir-kampiran yang secara harfiah berarti “mampir sebentar mengunjungi seseorang”, “datang dari jauh dan singgah sebentar di rumah teman sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat lain lagi”. Jadi kampir-kampiran sebagai sebuah bentuk kemasukan makhluk halus sama dengan kesurupan. Hanya bedanya, makhluk halus yang masuk itu tidak berasal dari jembatan atau rampun bambu setempat, tetapi dari Lautan Hindia, yang dalam perjalanannya ke gunung berapi di sebelah timur Mojokuto, tiba-tiba menabrak si korban dijalan. Kampel-kampelan juga sama, kecuali penyakit si korban tidak begitu kentara. Ia pergi kian-kemari dan berlaku kurang lebih seperti biasa, tetapi kadang-kadang berbuat agak aneh. Misalnya, kalau Parto (informan) pulang dari reruntuhan Hindu di sebelah utara Mojokuto dan mulai memukuli anaknya, sesuatu yang tak pernah dilakukannya,