Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
Agak panjang kita uraikan masalah Jahar atau Sirr Bismillah ini dalam “Tafsir” ini, gunanya ialah buat menunjukkan bahwa dalam ranting-ranting (furu'-furu') syariat banyak terdapat hal semacam ini. Di dalam gerakan hendak kembali kepada al-Ouran dan Hadis pasti terdapat soal-soal, yang meskipun kita telah kembali ke dalam al-Ouran dan Hadis itu, namun kita tidak juga dapat mengambil keputusan pasti, kecuali dengan ijtihad atau dengan taglid. Bagi yang sanggup dan telah cukup syarat, niscaya dia berijtihad dan bagi yang belum ahli niscaya dia taglid saja kepada yang pandai, walaupun dia bersorak-sorak menyatakan dia tidak taglid. Di negara kita selama ini telah timbul soal-soal khilafiyah atau ijtihadiyah semacam itu. Seumpamanya dijaharkanlah Bismillah atau disirrkan, dibaca al Fatihah di belakang Imam yang menjahar atau tidak dibaca. Untuk mengambil satu di antara pendirian, tidak lain adalah ijtihad. Sebab itu, meskipun setengah orang mendakwakan bahwa dia tidak lagi berperang dengan satu Mazhab sendiri, dengan pengikut sendiri pula. Karena tidak dapat menundukkan soalmenurut keadaan yang sebenarnya dan tidak dapat pula memberikan penjelasan kepada pengikut, timbullah perselisihan dan pertentangan batin yang tidak dikehendaki. Ada di beberapa tempat satu“Muballigh” mendabik dada mengatakan bahwa yang benar adalah pegangannya sendiri, bahwa Bismillah mesti disirrkan, dan barangsiapa yang menjaharkan Bismillah adalah berbuat bid'ah. Atau ada “keputusan” dari satu golongan, yang benar adalah bahwa al-Fatihah di belakang Imam yang menjahar tidak boleh dibaca. Sebab menurut keterangan gurunya, menurut al-Guran dan Hadis, bid'ahlah barangsiapa yang membaca al-Fatihah juga di belakang Imam yang menjahar. Dan sebagainya, dan sebagainya. Dengan sebab demikian maka perkara khilafiyah atau ijtihadiyah yang begitu lapang pada mulanya, telah menjadi sempit dan membawa fitnah dan perpecahan, dan tidak lagi menurut ukuran yang sebenarnya sebagaimana yang tersebut di dalam kitab-kitab Ushul Figh, yaitu kebebasan ijtihad, dan itihad tidaklah Oath'i (pasti), melainkan Zhanni (kecenderungan) faham. Dan tidak lagi hormat menghormati faham, sebagaimana yang dikehendaki oleh agama. Timbul mau menang sendiri, yang tidak dikehendaki agama. Apatah lagi setelah orang awam berkeras mempertahankan suatu pendirian yang telah dipilihkan oleh guru-guru. Dari Hal Amin Setelah selesai Imam membaca al-Fatihah, niscaya akan dikuncinya dengan menyebut Amin, dan bersamaan dengan itu seluruh ma'mum yang mengikuti di belakangpun membaca Amin pula.