Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : Tafsir Al Azhar Juz 1 (Pengantar dan Al Fatihah) - Detail Buku
Halaman Ke : 43
Jumlah yang dimuat : 116
« Sebelumnya Halaman 43 dari 116 Berikutnya » Daftar Isi
Tabel terjemah Inggris belum dibuat.
Bahasa Indonesia Translation

...tidak seimbang dengan panjang badan mereka, padahal di ayat yang lain, yaitu di dalam Surat at-Tin, Tuhan bersabda bahwa Allah menjadikan manusia adalah dalam sebaik-baik rupa dan bentuk (ayat 4).

Lantaran itu maka dengan sendirinya pendapat Imam Zamakhsyari dan Imam Ghazali inilah yang akan dapat diterima oleh kita dalam zaman kita di belakang ini. Sebab ibadat kepada Allah dan akidah tentang Tauhid selamanya tidak akan berubah. Tetapi pengetahuan tentang alam selalu berkembang, dan luasbiasa perkembangannya. Padahal al-Quran mengisyaratkan seluruh zaman yang dihadapi nya. Oleh sebab itu maka al-Quran akan tetap ditafsirkan, sesuai dengan ilmu pengetahuan, melalui ruang dan waktu, tidak berhenti-henti. Sebab Islam adalah melengkapi dan mengatasi segala agama dan Muhammad s.a.w. adalah Nabi untuk akhir zaman, dan sesudah dia tidak ada Nabi lagi.

Imam al-Qishthallani, pengarang kitab Fathul Bari, yaitu syarah Hadis Bukhari yang masyhur telah menyatakan pula fahamnya di dalam kitab tersebut, bahwasanya seorang alim Juwaaz (boleh saja) mengeluarkan pendapatnya, sebagai hasil pemahamannya terhadap al-Quran, meskipun hasil pendapatnya itu tidak sama dengan hasil pendapat ahli-ahli tafsir yang terdahulu. Dan Ulama-ulama yang terkemuka di dalam soal-soal tafsir telah pula menentukan dan syarat di dalam seseorang penafsir mengeluarkan pendapat yang baru dalam menafsirkan al-Quran. Pertama hendaklah sesuai pokok-pokok alasaan yang dikeluarkannya dengan bahasa Arab, bahasa al-Quran itu. Kedua hendaklah faham baru itu jangan menyalahi pokok-pokok ajaran agama yang pasti (Ushuluddin al-Qath’iyah).

Baik golongan Ibnu Taimiyah, ataupun golongan Imam Ghazali atau jalan lapang yang diberikan oleh al-Qishthallani, sama pendapat mereka bahwa boleh menafsirkan al-Quran menurut hawa nafsu sendiri, atau mengambil satu-satu ayat untuk menguatkan satu pendirian yang telah ditentukan terlebih dahulu adalah terlarang (haram); penafsiran seperti ini adalah tafsiran yang curang.

Yang kedua ialah segera saja, dengan tidak menyelidiki terlebih dahulu, menafsirkan al-Quran, karena memahamkan zahir maksud ayat, dengan tidak terlebih dahulu memperhatikan pendapat dan penafsiran orang yang dahulu. Dan tidak memperhatikan ‘urf (kebiasaan) yang telah berlaku terhadap pemakaian tiap-tiap kata (lafaz) dalam al-Quran itu. Dan tidak mengetahui subul (gaya) bahasa dan jalan susunan. Hal yang semacam inilah yang dinamai berani-berani saja memakai pendapat sendiri (ra’yi) dengan tidak memakai dasar. Inilah yang dinamai Tahajjum atau ceroboh dan bekerja dengan serampangan.

Pendeknya, betapapun keahlian kita memahamkan arti dari tiap-tiap kalimat al-Quran, kalau kita hendak jujur beragama, tidak dapat tidak, kita mesti memperhatikan bagaimana pendapat Ulama-ulama yang terdahulu, terutama Sunnah Rasul, pendapat sahabat-sahabat Rasulullah dan tabi’in dan Ulama yang ikut tata. Itulah yang dinamai riwayah, terutama berkenaan dengan ayat-ayat yang mengenai hukum-hukum. Dan dalam hal yang lain, akal dan luasnya penyelidikan kita dalam berbagai ilmu, adalah amat penting dan perlu dalam...

IDWaktuBahasaPenerjemahStatusAksi
#3624 Sep 2025, 04:17:01idadminTervalidasi

...tidak seimbang dengan panjang badan mereka, padahal di ayat yang lain, yaitu di dalam Surat at-Tin, Tuhan bersabda bahwa Allah menjadikan manusia adalah dalam sebaik-baik rupa dan bentuk (ayat 4).

Lantaran itu maka dengan sendirinya pendapat Imam Zamakhsyari dan Imam Ghazali inilah yang akan dapat diterima oleh kita dalam zaman kita di belakang ini. Sebab ibadat kepada Allah dan akidah tentang Tauhid selamanya tidak akan berubah. Tetapi pengetahuan tentang alam selalu berkembang, dan luasbiasa perkembangannya. Padahal al-Quran mengisyaratkan seluruh zaman yang dihadapi nya. Oleh sebab itu maka al-Quran akan tetap ditafsirkan, sesuai dengan ilmu pengetahuan, melalui ruang dan waktu, tidak berhenti-henti. Sebab Islam adalah melengkapi dan mengatasi segala agama dan Muhammad s.a.w. adalah Nabi untuk akhir zaman, dan sesudah dia tidak ada Nabi lagi.

Imam al-Qishthallani, pengarang kitab Fathul Bari, yaitu syarah Hadis Bukhari yang masyhur telah menyatakan pula fahamnya di dalam kitab tersebut, bahwasanya seorang alim Juwaaz (boleh saja) mengeluarkan pendapatnya, sebagai hasil pemahamannya terhadap al-Quran, meskipun hasil pendapatnya itu tidak sama dengan hasil pendapat ahli-ahli tafsir yang terdahulu. Dan Ulama-ulama yang terkemuka di dalam soal-soal tafsir telah pula menentukan dan syarat di dalam seseorang penafsir mengeluarkan pendapat yang baru dalam menafsirkan al-Quran. Pertama hendaklah sesuai pokok-pokok alasaan yang dikeluarkannya dengan bahasa Arab, bahasa al-Quran itu. Kedua hendaklah faham baru itu jangan menyalahi pokok-pokok ajaran agama yang pasti (Ushuluddin al-Qath’iyah).

Baik golongan Ibnu Taimiyah, ataupun golongan Imam Ghazali atau jalan lapang yang diberikan oleh al-Qishthallani, sama pendapat mereka bahwa boleh menafsirkan al-Quran menurut hawa nafsu sendiri, atau mengambil satu-satu ayat untuk menguatkan satu pendirian yang telah ditentukan terlebih dahulu adalah terlarang (haram); penafsiran seperti ini adalah tafsiran yang curang.

Yang kedua ialah segera saja, dengan tidak menyelidiki terlebih dahulu, menafsirkan al-Quran, karena memahamkan zahir maksud ayat, dengan tidak terlebih dahulu memperhatikan pendapat dan penafsiran orang yang dahulu. Dan tidak memperhatikan ‘urf (kebiasaan) yang telah berlaku terhadap pemakaian tiap-tiap kata (lafaz) dalam al-Quran itu. Dan tidak mengetahui subul (gaya) bahasa dan jalan susunan. Hal yang semacam inilah yang dinamai berani-berani saja memakai pendapat sendiri (ra’yi) dengan tidak memakai dasar. Inilah yang dinamai Tahajjum atau ceroboh dan bekerja dengan serampangan.

Pendeknya, betapapun keahlian kita memahamkan arti dari tiap-tiap kalimat al-Quran, kalau kita hendak jujur beragama, tidak dapat tidak, kita mesti memperhatikan bagaimana pendapat Ulama-ulama yang terdahulu, terutama Sunnah Rasul, pendapat sahabat-sahabat Rasulullah dan tabi’in dan Ulama yang ikut tata. Itulah yang dinamai riwayah, terutama berkenaan dengan ayat-ayat yang mengenai hukum-hukum. Dan dalam hal yang lain, akal dan luasnya penyelidikan kita dalam berbagai ilmu, adalah amat penting dan perlu dalam...


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 43 dari 116 Berikutnya » Daftar Isi