Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
dari Mesjid Agung Kebayoran Baru. Pelajaran Tafsir berjalan terus, kegiatan pengajian yang lain, disertai lagi dengan khutbah-khutbah Jum’at, semuanya itu telah saya hadapi dengan penuh tanggungjawab.
Pada bulan Desember 1960, artinya beberapa bulan saja setelah beliau mengirim surat itu, beliaupun sampailah ke Indonesia sebagai tamu agung negara. Salah satu program perlawatan beliau ialah menziarahi Mesjid Agung Kebayoran Baru. Beliau diiringkan di antara lain ialah oleh sahabat saya Dr. Muhammad al-Bahay, alim sarjana yang berfaham luas dan berilmu dalam pula, yang sesuai jalan pikirannya dengan perkembangan fikiran-fikiran moden. Sehingga Syaikh Mahmoud Syaltout yang dikenal oleh masyarakat Islam sebagai Ulama berfaham luas dan berpandangan jauh, yang telah memasukkan beberapa perubahan di dalam Al-Azhar, telah tercapai banyak dari cita-citanya karena adanya alim sarjana yang masih berusia muda ini. Beliau-beliau pun datang menziarahi kami di Mesjid Agung Kebayoran Baru, yang saya telah diangkat oleh seluruh jamaah mesjid dan pengurusnya sebagai Imamnya. Setelah beliau-beliau menerima berita dari pengurus mesjid tentang kegiatan agama yang dilakukan di dalam mesjid itu sejak saya pulang dari Mesir, yang bertepatan dengan masa selesainya bangunan mesjid itu, maka setelah tiba giliran Syaikh yang penuh kebesaran itu memberikan wejangan dan amanat, berkatalah beliau di antara lain-lain: “Bahwa mulai hari ini, saya sebagai Syaikh (Rektor) dari Jami’ Al-Azhar memberikan bagi mesjid ini nama “Al-Azhar”, moga-moga dia menjadi Al-Azhar di Jakarta, sebagaimana adanya Al-Azhar di Kairo.”
Sejak itu maka segenap pengurus dan panitia dan seluruh jamaah dan Jum’at, menerima lah dengan segala ridha dan putih hati nama kehormatan yang beliau berikan kepada mesjid itu, dan sejak itu pula lekatlah namanya “MESJID AGUNG AL-AZHAR”.
Pelajaran “Tafsir” sehabis sembahyang subuh di Mesjid Agung Al-Azhar telah didengar di mana-mana di seluruh Indonesia. Dan teladan ini pun diturut orang pula. Terutama sejak keluarnya sebuah majallah bernama Gema Islam sejak bulan Januari 1962. Segala kegiatan di Mesjid itu ditulis dalam majalah tersebut, apatah lagi kantor Redaksi dan Administrasi majalah bertempat dalam ruang mesjid itu pula, karena dia diterbitkan oleh Perpustakaan Islam Al-Azhar yang telah didirikan sejak pertengahan tahun 1960.
Atas usul dari tata-usaha majalah di waktu itu, yaitu saudara Haji Yusuf Ahmad, segala pelajaran “Tafsir” waktu subuh itu dimuatlah di dalam majalah Gema Islam tersebut. Langsung saya berikan nama baginya Tafsir Al-Azhar, sebab “Tafsir” ini timbul di dalam Mesjid Agung Al-Azhar, yang nama itu diberikan oleh Syaikh Jami’ Al-Azhar sendiri. Merangkailah dia sekali sebagai alamat terimakasih saya atas penghargaan yang diberikan oleh Al-Azhar kepada diri saya.
Salah satu niat seketika menyusunnya ialah hendak meninggalkan pusaka yang moga-moga ada harganya untuk ditinggalkan bagi bangsaku dan umat Muslimin Indonesia, jika panggilan Tuhan yang pasti datang kepadaku kelak. Telah timbul niat sejak dia pertama disusun, moga-moga dapatlah hendaknya
id) oleh admin pada 24 September 2025 - 04:37:40.dari Mesjid Agung Kebayoran Baru. Pelajaran Tafsir berjalan terus, kegiatan pengajian yang lain, disertai lagi dengan khutbah-khutbah Jum’at, semuanya itu telah saya hadapi dengan penuh tanggungjawab.
Pada bulan Desember 1960, artinya beberapa bulan saja setelah beliau mengirim surat itu, beliaupun sampailah ke Indonesia sebagai tamu agung negara. Salah satu program perlawatan beliau ialah menziarahi Mesjid Agung Kebayoran Baru. Beliau diiringkan di antara lain ialah oleh sahabat saya Dr. Muhammad al-Bahay, alim sarjana yang berfaham luas dan berilmu dalam pula, yang sesuai jalan pikirannya dengan perkembangan fikiran-fikiran moden. Sehingga Syaikh Mahmoud Syaltout yang dikenal oleh masyarakat Islam sebagai Ulama berfaham luas dan berpandangan jauh, yang telah memasukkan beberapa perubahan di dalam Al-Azhar, telah tercapai banyak dari cita-citanya karena adanya alim sarjana yang masih berusia muda ini. Beliau-beliau pun datang menziarahi kami di Mesjid Agung Kebayoran Baru, yang saya telah diangkat oleh seluruh jamaah mesjid dan pengurusnya sebagai Imamnya. Setelah beliau-beliau menerima berita dari pengurus mesjid tentang kegiatan agama yang dilakukan di dalam mesjid itu sejak saya pulang dari Mesir, yang bertepatan dengan masa selesainya bangunan mesjid itu, maka setelah tiba giliran Syaikh yang penuh kebesaran itu memberikan wejangan dan amanat, berkatalah beliau di antara lain-lain: “Bahwa mulai hari ini, saya sebagai Syaikh (Rektor) dari Jami’ Al-Azhar memberikan bagi mesjid ini nama “Al-Azhar”, moga-moga dia menjadi Al-Azhar di Jakarta, sebagaimana adanya Al-Azhar di Kairo.”
Sejak itu maka segenap pengurus dan panitia dan seluruh jamaah dan Jum’at, menerima lah dengan segala ridha dan putih hati nama kehormatan yang beliau berikan kepada mesjid itu, dan sejak itu pula lekatlah namanya “MESJID AGUNG AL-AZHAR”.
Pelajaran “Tafsir” sehabis sembahyang subuh di Mesjid Agung Al-Azhar telah didengar di mana-mana di seluruh Indonesia. Dan teladan ini pun diturut orang pula. Terutama sejak keluarnya sebuah majallah bernama Gema Islam sejak bulan Januari 1962. Segala kegiatan di Mesjid itu ditulis dalam majalah tersebut, apatah lagi kantor Redaksi dan Administrasi majalah bertempat dalam ruang mesjid itu pula, karena dia diterbitkan oleh Perpustakaan Islam Al-Azhar yang telah didirikan sejak pertengahan tahun 1960.
Atas usul dari tata-usaha majalah di waktu itu, yaitu saudara Haji Yusuf Ahmad, segala pelajaran “Tafsir” waktu subuh itu dimuatlah di dalam majalah Gema Islam tersebut. Langsung saya berikan nama baginya Tafsir Al-Azhar, sebab “Tafsir” ini timbul di dalam Mesjid Agung Al-Azhar, yang nama itu diberikan oleh Syaikh Jami’ Al-Azhar sendiri. Merangkailah dia sekali sebagai alamat terimakasih saya atas penghargaan yang diberikan oleh Al-Azhar kepada diri saya.
Salah satu niat seketika menyusunnya ialah hendak meninggalkan pusaka yang moga-moga ada harganya untuk ditinggalkan bagi bangsaku dan umat Muslimin Indonesia, jika panggilan Tuhan yang pasti datang kepadaku kelak. Telah timbul niat sejak dia pertama disusun, moga-moga dapatlah hendaknya
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #46 | 24 Sep 2025, 04:37:40 | id | admin | Tervalidasi | — |
dari Mesjid Agung Kebayoran Baru. Pelajaran Tafsir berjalan terus, kegiatan pengajian yang lain, disertai lagi dengan khutbah-khutbah Jum’at, semuanya itu telah saya hadapi dengan penuh tanggungjawab. Pada bulan Desember 1960, artinya beberapa bulan saja setelah beliau mengirim surat itu, beliaupun sampailah ke Indonesia sebagai tamu agung negara. Salah satu program perlawatan beliau ialah menziarahi Mesjid Agung Kebayoran Baru. Beliau diiringkan di antara lain ialah oleh sahabat saya Dr. Muhammad al-Bahay, alim sarjana yang berfaham luas dan berilmu dalam pula, yang sesuai jalan pikirannya dengan perkembangan fikiran-fikiran moden. Sehingga Syaikh Mahmoud Syaltout yang dikenal oleh masyarakat Islam sebagai Ulama berfaham luas dan berpandangan jauh, yang telah memasukkan beberapa perubahan di dalam Al-Azhar, telah tercapai banyak dari cita-citanya karena adanya alim sarjana yang masih berusia muda ini. Beliau-beliau pun datang menziarahi kami di Mesjid Agung Kebayoran Baru, yang saya telah diangkat oleh seluruh jamaah mesjid dan pengurusnya sebagai Imamnya. Setelah beliau-beliau menerima berita dari pengurus mesjid tentang kegiatan agama yang dilakukan di dalam mesjid itu sejak saya pulang dari Mesir, yang bertepatan dengan masa selesainya bangunan mesjid itu, maka setelah tiba giliran Syaikh yang penuh kebesaran itu memberikan wejangan dan amanat, berkatalah beliau di antara lain-lain: “Bahwa mulai hari ini, saya sebagai Syaikh (Rektor) dari Jami’ Al-Azhar memberikan bagi mesjid ini nama “Al-Azhar”, moga-moga dia menjadi Al-Azhar di Jakarta, sebagaimana adanya Al-Azhar di Kairo.” Sejak itu maka segenap pengurus dan panitia dan seluruh jamaah dan Jum’at, menerima lah dengan segala ridha dan putih hati nama kehormatan yang beliau berikan kepada mesjid itu, dan sejak itu pula lekatlah namanya “MESJID AGUNG AL-AZHAR”. Pelajaran “Tafsir” sehabis sembahyang subuh di Mesjid Agung Al-Azhar telah didengar di mana-mana di seluruh Indonesia. Dan teladan ini pun diturut orang pula. Terutama sejak keluarnya sebuah majallah bernama Gema Islam sejak bulan Januari 1962. Segala kegiatan di Mesjid itu ditulis dalam majalah tersebut, apatah lagi kantor Redaksi dan Administrasi majalah bertempat dalam ruang mesjid itu pula, karena dia diterbitkan oleh Perpustakaan Islam Al-Azhar yang telah didirikan sejak pertengahan tahun 1960. Atas usul dari tata-usaha majalah di waktu itu, yaitu saudara Haji Yusuf Ahmad, segala pelajaran “Tafsir” waktu subuh itu dimuatlah di dalam majalah Gema Islam tersebut. Langsung saya berikan nama baginya Tafsir Al-Azhar, sebab “Tafsir” ini timbul di dalam Mesjid Agung Al-Azhar, yang nama itu diberikan oleh Syaikh Jami’ Al-Azhar sendiri. Merangkailah dia sekali sebagai alamat terimakasih saya atas penghargaan yang diberikan oleh Al-Azhar kepada diri saya. Salah satu niat seketika menyusunnya ialah hendak meninggalkan pusaka yang moga-moga ada harganya untuk ditinggalkan bagi bangsaku dan umat Muslimin Indonesia, jika panggilan Tuhan yang pasti datang kepadaku kelak. Telah timbul niat sejak dia pertama disusun, moga-moga dapatlah hendaknya | |||||