Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
nyebabkan terpisahnya seorang ayah dengan anak-anaknya, seorang suami dengan isterinya. Dan mereka sebab masih ada sisa iman, masih percaya bahwa tidak ada satu kejahatan yang tidak berbalas. Mereka percaya bahwa satu waktu keadilan Tuhan akan berlaku atas diri mereka. Tetapi oleh karena satu kali jiwa mereka telah terjual kepada syaitan, mereka tidak bisa surut lagi. Di dalam Surat al-Baqarah ayat 257 diterangkan perbandingan jiwa orang yang berwali kepada Allah dengan orang yang berwali kepada syaitan. Adapun orang yang berwali kepada Allah, maka Allah mengeluarkan mereka daripada kegelita rohani kepada terang benderang (Nur) iman. Tetapi orang yang berwali kepada thaghuth, yaitu syaitan halus dan syaitan kasar, besar, berhala atau manusia yang diberhalakan, atau yang disebut tirani, yang di dalam bahasa Arabnya disebut juga thaghiyah, yang satu rumpun bahasanya dengan thaghuth tadi, maka thaghuth ini mencabut mereka daripada terang kepada gelap. Kalau tadinya iman mereka sudah ada, lantaran berwali kepada thaghuth, maka iman itu kian lama kian kabur, akhirnya bisa habis. Mereka kadang-kadang menyesal, tetapi tidak dapat lagi melepaskan diri dari ikatan thaghuth itu. Sehingga kita dapat bertanya: “Siapakah yang beroleh kemerdekaan jiwa? Apakah kami yang dianiaya dan difitnah, ataukah penganiaya dan tukang-tukang fitnah itu sendiri?”
Tepatlah apa yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah tatkala beliau telah di penjarakan karena hasad dengki musuh-musuhnya. Pada waktu beliau hidup, dia hanya manusia biasa, bukan berpangkat, bukan berkuasa. Maka pihak yang berkuasa mempergunakan kekuasaan buat menahan beliau, sehingga bertahun-tahun lamanya beliau meringkuk dalam penjara. Sebabnya hanya satu, yaitu jiwanya tidak bisa dibeli dengan pangkat. Maka berkatalah beliau kepada muridnya Ibnul Qayyim, yang sama-sama dipenjarakan orang: “Apakah lagi yang dikehendaki oleh musuh-musuhku kepadaku? Penjara itu bagiku adalah untuk berkhalwat, dan pembuangan adalah untuk menambah pengalaman! Orang yang terpenjara ialah yang dipenjarakan oleh hawa nafsunya dan orang yang terbelenggu itulah yang telah dibelenggu oleh syaitan.”
Tidaklah dapat saya menghitung berapa nikmat Ilahi yang telah saya terima. Satu di antara nikmatnya yang besar kepada aku ialah aku tidak termasuk dalam golongan tukang fitnah dan tidak pula termasuk orang yang zalim.
Imam Ahmad bin Hanbal pernah mengatakan, bahwasanya tanda alamat orang yang berjalan atas yang hak ialah bila dia mati diantarkan jenazahnya ke pusaranya oleh ribu-ribu manusia, dengan sukarelanya sendiri. Perkataan Ahmad bin Hanbal ini dicatatkan kembali oleh pengarang riwayat hidup Ibnu Taimiyah setelah beliau wafat. Ialah karena menyaksikan bahwa seketika jenazahnya beliau diantarkan dari dalam penjara Damaskus ke perkuburan, telah diiringkan oleh tidak kurang daripada dua ratus ribu manusia!
Ibnu Taimiyah telah mati, sebab itu dia tidak menyaksikan begitu besar jumlahnya orang yang mencintai dia. Tetapi saya sekali lagi bersyukur kepada Allah, dan beribu kali lagi bersyukur kepada Allah, karena saya dengan sebab tahanan ini dapat menyaksikan bahwa masi’ah rupanya orang-orang yang mencintai saya. Baik sejak saya dalam tahanan di rumah sakit, ataupun setelah dalam
id) oleh admin pada 24 September 2025 - 04:48:35.nyebabkan terpisahnya seorang ayah dengan anak-anaknya, seorang suami dengan isterinya. Dan mereka sebab masih ada sisa iman, masih percaya bahwa tidak ada satu kejahatan yang tidak berbalas. Mereka percaya bahwa satu waktu keadilan Tuhan akan berlaku atas diri mereka. Tetapi oleh karena satu kali jiwa mereka telah terjual kepada syaitan, mereka tidak bisa surut lagi. Di dalam Surat al-Baqarah ayat 257 diterangkan perbandingan jiwa orang yang berwali kepada Allah dengan orang yang berwali kepada syaitan. Adapun orang yang berwali kepada Allah, maka Allah mengeluarkan mereka daripada kegelita rohani kepada terang benderang (Nur) iman. Tetapi orang yang berwali kepada thaghuth, yaitu syaitan halus dan syaitan kasar, besar, berhala atau manusia yang diberhalakan, atau yang disebut tirani, yang di dalam bahasa Arabnya disebut juga thaghiyah, yang satu rumpun bahasanya dengan thaghuth tadi, maka thaghuth ini mencabut mereka daripada terang kepada gelap. Kalau tadinya iman mereka sudah ada, lantaran berwali kepada thaghuth, maka iman itu kian lama kian kabur, akhirnya bisa habis. Mereka kadang-kadang menyesal, tetapi tidak dapat lagi melepaskan diri dari ikatan thaghuth itu. Sehingga kita dapat bertanya: “Siapakah yang beroleh kemerdekaan jiwa? Apakah kami yang dianiaya dan difitnah, ataukah penganiaya dan tukang-tukang fitnah itu sendiri?”
Tepatlah apa yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah tatkala beliau telah di penjarakan karena hasad dengki musuh-musuhnya. Pada waktu beliau hidup, dia hanya manusia biasa, bukan berpangkat, bukan berkuasa. Maka pihak yang berkuasa mempergunakan kekuasaan buat menahan beliau, sehingga bertahun-tahun lamanya beliau meringkuk dalam penjara. Sebabnya hanya satu, yaitu jiwanya tidak bisa dibeli dengan pangkat. Maka berkatalah beliau kepada muridnya Ibnul Qayyim, yang sama-sama dipenjarakan orang: “Apakah lagi yang dikehendaki oleh musuh-musuhku kepadaku? Penjara itu bagiku adalah untuk berkhalwat, dan pembuangan adalah untuk menambah pengalaman! Orang yang terpenjara ialah yang dipenjarakan oleh hawa nafsunya dan orang yang terbelenggu itulah yang telah dibelenggu oleh syaitan.”
Tidaklah dapat saya menghitung berapa nikmat Ilahi yang telah saya terima. Satu di antara nikmatnya yang besar kepada aku ialah aku tidak termasuk dalam golongan tukang fitnah dan tidak pula termasuk orang yang zalim.
Imam Ahmad bin Hanbal pernah mengatakan, bahwasanya tanda alamat orang yang berjalan atas yang hak ialah bila dia mati diantarkan jenazahnya ke pusaranya oleh ribu-ribu manusia, dengan sukarelanya sendiri. Perkataan Ahmad bin Hanbal ini dicatatkan kembali oleh pengarang riwayat hidup Ibnu Taimiyah setelah beliau wafat. Ialah karena menyaksikan bahwa seketika jenazahnya beliau diantarkan dari dalam penjara Damaskus ke perkuburan, telah diiringkan oleh tidak kurang daripada dua ratus ribu manusia!
Ibnu Taimiyah telah mati, sebab itu dia tidak menyaksikan begitu besar jumlahnya orang yang mencintai dia. Tetapi saya sekali lagi bersyukur kepada Allah, dan beribu kali lagi bersyukur kepada Allah, karena saya dengan sebab tahanan ini dapat menyaksikan bahwa masi’ah rupanya orang-orang yang mencintai saya. Baik sejak saya dalam tahanan di rumah sakit, ataupun setelah dalam
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #54 | 24 Sep 2025, 04:48:35 | id | admin | Tervalidasi | — |
nyebabkan terpisahnya seorang ayah dengan anak-anaknya, seorang suami dengan isterinya. Dan mereka sebab masih ada sisa iman, masih percaya bahwa tidak ada satu kejahatan yang tidak berbalas. Mereka percaya bahwa satu waktu keadilan Tuhan akan berlaku atas diri mereka. Tetapi oleh karena satu kali jiwa mereka telah terjual kepada syaitan, mereka tidak bisa surut lagi. Di dalam Surat al-Baqarah ayat 257 diterangkan perbandingan jiwa orang yang berwali kepada Allah dengan orang yang berwali kepada syaitan. Adapun orang yang berwali kepada Allah, maka Allah mengeluarkan mereka daripada kegelita rohani kepada terang benderang (Nur) iman. Tetapi orang yang berwali kepada thaghuth, yaitu syaitan halus dan syaitan kasar, besar, berhala atau manusia yang diberhalakan, atau yang disebut tirani, yang di dalam bahasa Arabnya disebut juga thaghiyah, yang satu rumpun bahasanya dengan thaghuth tadi, maka thaghuth ini mencabut mereka daripada terang kepada gelap. Kalau tadinya iman mereka sudah ada, lantaran berwali kepada thaghuth, maka iman itu kian lama kian kabur, akhirnya bisa habis. Mereka kadang-kadang menyesal, tetapi tidak dapat lagi melepaskan diri dari ikatan thaghuth itu. Sehingga kita dapat bertanya: “Siapakah yang beroleh kemerdekaan jiwa? Apakah kami yang dianiaya dan difitnah, ataukah penganiaya dan tukang-tukang fitnah itu sendiri?” Tepatlah apa yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyah tatkala beliau telah di penjarakan karena hasad dengki musuh-musuhnya. Pada waktu beliau hidup, dia hanya manusia biasa, bukan berpangkat, bukan berkuasa. Maka pihak yang berkuasa mempergunakan kekuasaan buat menahan beliau, sehingga bertahun-tahun lamanya beliau meringkuk dalam penjara. Sebabnya hanya satu, yaitu jiwanya tidak bisa dibeli dengan pangkat. Maka berkatalah beliau kepada muridnya Ibnul Qayyim, yang sama-sama dipenjarakan orang: “Apakah lagi yang dikehendaki oleh musuh-musuhku kepadaku? Penjara itu bagiku adalah untuk berkhalwat, dan pembuangan adalah untuk menambah pengalaman! Orang yang terpenjara ialah yang dipenjarakan oleh hawa nafsunya dan orang yang terbelenggu itulah yang telah dibelenggu oleh syaitan.” Tidaklah dapat saya menghitung berapa nikmat Ilahi yang telah saya terima. Satu di antara nikmatnya yang besar kepada aku ialah aku tidak termasuk dalam golongan tukang fitnah dan tidak pula termasuk orang yang zalim. Imam Ahmad bin Hanbal pernah mengatakan, bahwasanya tanda alamat orang yang berjalan atas yang hak ialah bila dia mati diantarkan jenazahnya ke pusaranya oleh ribu-ribu manusia, dengan sukarelanya sendiri. Perkataan Ahmad bin Hanbal ini dicatatkan kembali oleh pengarang riwayat hidup Ibnu Taimiyah setelah beliau wafat. Ialah karena menyaksikan bahwa seketika jenazahnya beliau diantarkan dari dalam penjara Damaskus ke perkuburan, telah diiringkan oleh tidak kurang daripada dua ratus ribu manusia! Ibnu Taimiyah telah mati, sebab itu dia tidak menyaksikan begitu besar jumlahnya orang yang mencintai dia. Tetapi saya sekali lagi bersyukur kepada Allah, dan beribu kali lagi bersyukur kepada Allah, karena saya dengan sebab tahanan ini dapat menyaksikan bahwa masi’ah rupanya orang-orang yang mencintai saya. Baik sejak saya dalam tahanan di rumah sakit, ataupun setelah dalam | |||||