Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
nikmat dari Dia. Misalnya kita mencintai anak dan isteri, harta benda dan benda. Atau kita mencintai tanahair tempat kita dilahirkan, ataupun yang lain-lain. Semuanya itu adalah karena dianya nikmat dari Dia. Tidak dapat kita mencintai yang lain langsung, di samping mencintai Dia. Karena kalau ada cinta lain di samping cinta kepadaNya, itulah cinta yang terbagi. Apabila telah terbagi, itulah pangkal dari syirik.
Dan tidak ada pula yang lain yang kita puja atau kita sembah yang berupa ibadat. Karena yang lain itu semuanya adalah makhlukNya belaka.
Kita diperintahNya hormat kepada yang patut dihormati. Kita disuruhNya kasih kepada ibu bapa, setia kepada negara dan raja atau kepala negara, dan kita diperintahkanNya supaya hormat kepada guru. Semuanya itu kita kerjakan karena Allah yang menyuruhkan. Tetapi kita tidak akan sampai beribadat kepada ayah bunda, atau kepada negara dan raja dan kepada kepala negara, atau kepada guru.
Kemudian datanglah isti’anah, yaitu memohonkan pertolongan. Pada ayat ini kita disuruh mengucapkan pengakuan bahwa hanya Dia tempat kita memohonkan pertolongan. Dengan demikian kita akui sendirilah bahwa kita sendiri tidak berkuasa buat mencapai segala rencana yang telah kita candang di dalam hidup ini. Tenaga kita sangat terbatas, dan kita tidak akan sampai kalau tidak Tuhan yang menolong.
Sebagai telah diterangkan di atas tadi, dengan menyebut Iyyaka nasta’inu telah terkandung lagi Tauhid di dalam memohonkan pertolongan. Dengan mendahulukan Iyyaka, yang berarti hanya Engkau saja, sudah lebih tegaslah maksudnya daripada misalnya kita berkata Nasta’inuka, yang berarti kami meminta tolong kepada Engkau. Dan dipun menimbulkan kekuatan di dalam jiwa kita, bahwa kita tidak mengharapkan pertolongan dari yang lain, sebab yang lain tidak berkuasa dan tidak ada daya-upaya buat menolong kita.
Jangan kita campur-adukkan di antara isti’anah dengan mu’awanah. Di dalam hal memohonkan pertolongan, kita tetap hanya kepada Allah. Tetapi di antara kita manusia sesama manusia, makhluk sesama makhlukpun diperintah oleh Allah supaya bertolong-tolongan, berkooperasi, itu namanya bukan isti’anah, tetapi mu’awanah. Di dalam Surat al-Maidah, Surat 5 ayat 2, Tuhan bersabda, agar hendaklah kita tolong-menolong di dalam berbuat kebajikan dan takwa, dan janganlah kita tolong-menolong di dalam berbuat dosa dan permusuhan. Tetapi di dalam ayat, mu’awanah ini bertemu lagi intisari pertolongan Tuhan. Artinya, sebagai Muslim yang sadar akan nilai imannya, di dalam isti’anah kita tetap hanya kepada Tuhan. Tetapi terhadap orang lain kita sud menolong, sebab melaksanakan perintah Tuhan juga. Kita tahu sabda Nabi, bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan yang di bawah.
Setiap orang berusaha dan bekerja menurut bakatnya. Dokter menolong orang sakit, dan orang sakit datang meminta tolong kepada dan diberi obat. Guru menolong muridnya dengan mengajarnya tulis dan baca dan ilmu yang lain. Semuanya itu jangan dicampur-aduk dengan isti’anah, sebab itu semuanya adalah hubungan manusia sesama manusia. Memang yang kuat hendaklah
id) oleh admin pada 24 September 2025 - 10:43:40.nikmat dari Dia. Misalnya kita mencintai anak dan isteri, harta benda dan benda. Atau kita mencintai tanahair tempat kita dilahirkan, ataupun yang lain-lain. Semuanya itu adalah karena dianya nikmat dari Dia. Tidak dapat kita mencintai yang lain langsung, di samping mencintai Dia. Karena kalau ada cinta lain di samping cinta kepadaNya, itulah cinta yang terbagi. Apabila telah terbagi, itulah pangkal dari syirik.
Dan tidak ada pula yang lain yang kita puja atau kita sembah yang berupa ibadat. Karena yang lain itu semuanya adalah makhlukNya belaka.
Kita diperintahNya hormat kepada yang patut dihormati. Kita disuruhNya kasih kepada ibu bapa, setia kepada negara dan raja atau kepala negara, dan kita diperintahkanNya supaya hormat kepada guru. Semuanya itu kita kerjakan karena Allah yang menyuruhkan. Tetapi kita tidak akan sampai beribadat kepada ayah bunda, atau kepada negara dan raja dan kepada kepala negara, atau kepada guru.
Kemudian datanglah isti’anah, yaitu memohonkan pertolongan. Pada ayat ini kita disuruh mengucapkan pengakuan bahwa hanya Dia tempat kita memohonkan pertolongan. Dengan demikian kita akui sendirilah bahwa kita sendiri tidak berkuasa buat mencapai segala rencana yang telah kita candang di dalam hidup ini. Tenaga kita sangat terbatas, dan kita tidak akan sampai kalau tidak Tuhan yang menolong.
Sebagai telah diterangkan di atas tadi, dengan menyebut Iyyaka nasta’inu telah terkandung lagi Tauhid di dalam memohonkan pertolongan. Dengan mendahulukan Iyyaka, yang berarti hanya Engkau saja, sudah lebih tegaslah maksudnya daripada misalnya kita berkata Nasta’inuka, yang berarti kami meminta tolong kepada Engkau. Dan dipun menimbulkan kekuatan di dalam jiwa kita, bahwa kita tidak mengharapkan pertolongan dari yang lain, sebab yang lain tidak berkuasa dan tidak ada daya-upaya buat menolong kita.
Jangan kita campur-adukkan di antara isti’anah dengan mu’awanah. Di dalam hal memohonkan pertolongan, kita tetap hanya kepada Allah. Tetapi di antara kita manusia sesama manusia, makhluk sesama makhlukpun diperintah oleh Allah supaya bertolong-tolongan, berkooperasi, itu namanya bukan isti’anah, tetapi mu’awanah. Di dalam Surat al-Maidah, Surat 5 ayat 2, Tuhan bersabda, agar hendaklah kita tolong-menolong di dalam berbuat kebajikan dan takwa, dan janganlah kita tolong-menolong di dalam berbuat dosa dan permusuhan. Tetapi di dalam ayat, mu’awanah ini bertemu lagi intisari pertolongan Tuhan. Artinya, sebagai Muslim yang sadar akan nilai imannya, di dalam isti’anah kita tetap hanya kepada Tuhan. Tetapi terhadap orang lain kita sud menolong, sebab melaksanakan perintah Tuhan juga. Kita tahu sabda Nabi, bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan yang di bawah.
Setiap orang berusaha dan bekerja menurut bakatnya. Dokter menolong orang sakit, dan orang sakit datang meminta tolong kepada dan diberi obat. Guru menolong muridnya dengan mengajarnya tulis dan baca dan ilmu yang lain. Semuanya itu jangan dicampur-aduk dengan isti’anah, sebab itu semuanya adalah hubungan manusia sesama manusia. Memang yang kuat hendaklah
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #84 | 24 Sep 2025, 10:43:40 | id | admin | Tervalidasi | — |
nikmat dari Dia. Misalnya kita mencintai anak dan isteri, harta benda dan benda. Atau kita mencintai tanahair tempat kita dilahirkan, ataupun yang lain-lain. Semuanya itu adalah karena dianya nikmat dari Dia. Tidak dapat kita mencintai yang lain langsung, di samping mencintai Dia. Karena kalau ada cinta lain di samping cinta kepadaNya, itulah cinta yang terbagi. Apabila telah terbagi, itulah pangkal dari syirik. Dan tidak ada pula yang lain yang kita puja atau kita sembah yang berupa ibadat. Karena yang lain itu semuanya adalah makhlukNya belaka. Kita diperintahNya hormat kepada yang patut dihormati. Kita disuruhNya kasih kepada ibu bapa, setia kepada negara dan raja atau kepala negara, dan kita diperintahkanNya supaya hormat kepada guru. Semuanya itu kita kerjakan karena Allah yang menyuruhkan. Tetapi kita tidak akan sampai beribadat kepada ayah bunda, atau kepada negara dan raja dan kepada kepala negara, atau kepada guru. Kemudian datanglah isti’anah, yaitu memohonkan pertolongan. Pada ayat ini kita disuruh mengucapkan pengakuan bahwa hanya Dia tempat kita memohonkan pertolongan. Dengan demikian kita akui sendirilah bahwa kita sendiri tidak berkuasa buat mencapai segala rencana yang telah kita candang di dalam hidup ini. Tenaga kita sangat terbatas, dan kita tidak akan sampai kalau tidak Tuhan yang menolong. Sebagai telah diterangkan di atas tadi, dengan menyebut Iyyaka nasta’inu telah terkandung lagi Tauhid di dalam memohonkan pertolongan. Dengan mendahulukan Iyyaka, yang berarti hanya Engkau saja, sudah lebih tegaslah maksudnya daripada misalnya kita berkata Nasta’inuka, yang berarti kami meminta tolong kepada Engkau. Dan dipun menimbulkan kekuatan di dalam jiwa kita, bahwa kita tidak mengharapkan pertolongan dari yang lain, sebab yang lain tidak berkuasa dan tidak ada daya-upaya buat menolong kita. Jangan kita campur-adukkan di antara isti’anah dengan mu’awanah. Di dalam hal memohonkan pertolongan, kita tetap hanya kepada Allah. Tetapi di antara kita manusia sesama manusia, makhluk sesama makhlukpun diperintah oleh Allah supaya bertolong-tolongan, berkooperasi, itu namanya bukan isti’anah, tetapi mu’awanah. Di dalam Surat al-Maidah, Surat 5 ayat 2, Tuhan bersabda, agar hendaklah kita tolong-menolong di dalam berbuat kebajikan dan takwa, dan janganlah kita tolong-menolong di dalam berbuat dosa dan permusuhan. Tetapi di dalam ayat, mu’awanah ini bertemu lagi intisari pertolongan Tuhan. Artinya, sebagai Muslim yang sadar akan nilai imannya, di dalam isti’anah kita tetap hanya kepada Tuhan. Tetapi terhadap orang lain kita sud menolong, sebab melaksanakan perintah Tuhan juga. Kita tahu sabda Nabi, bahwa tangan di atas lebih baik dari tangan yang di bawah. Setiap orang berusaha dan bekerja menurut bakatnya. Dokter menolong orang sakit, dan orang sakit datang meminta tolong kepada dan diberi obat. Guru menolong muridnya dengan mengajarnya tulis dan baca dan ilmu yang lain. Semuanya itu jangan dicampur-aduk dengan isti’anah, sebab itu semuanya adalah hubungan manusia sesama manusia. Memang yang kuat hendaklah | |||||