Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
tanda dimana tempat yang berbahaya, dimana yang tidak boleh dilalui dan sebagainya. Seumpama tanda-tanda yang dipancangkan di tepi jalan, berbagai macamnya, untuk memberi alamat bagi pengendali kendaraan bermotor.
Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, menurut beliau yang dimaksud dengan meminta ditunjuki jalan yang lurus, tafsirnya ialah mohon ditunjuki agamaMu yang benar.
Menurut beberapa riwayat dari ahli-ahli Hadis, daripada Jabir bin Abdullah, yang dimaksud dengan Shirathal Mustaqim ialah Agama Islam. Dan menurut beberapa riwayat lagi, Ibnu Mas’ud menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Shirathal Mustaqim ialah Kitab Allah (al-Quran).
Menurut yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Abu Syaikh, al-Hakim, Ibnu Mardawih dan al-Baihaqi, sebuah Hadis Rasulullah s.a.w., diriwayatkan daripada an-Nawwās Ibn Sam’ān, pernah Rasulullah s.a.w. berkata, bahwasanya Allah Ta’ala telah membuat satu perumpamaan tentang Shirathal Mustaqim itu; bahwa di kedua belah jalan itu ada dua buah dinding tinggi. Pada kedua dinding tinggi itu ada beberapa pintu terbuka, dan di atas tiap-tiap pintu itu ada lelansir penutup (gorden). Sedang di ujung jalan tengah yang lurus (Shirathal Mustaqim) itu ada seorang berdiri memanggil-manggil: “Wahai sekalian manusia, masuklah ke dalam Shirat ini semuanya, jangan kamu berpecah-belah”, dan ada pula seorang penyeru dari atas Shirat. Maka apabila manusia hendak membuka salah satu dari pintu-pintu itu berkatalah dia: “Celaka! Jangan engkau buka itu! Kalau dia engkau buka, niscaya engkau akan terperosok ke dalam.” Maka kata Rasulullah selanjutnya: Jalan Shirat itu ialah Islam, dan kedua dinding sebelah menyebelah itu ialah segala batas-batas yang ditentukan Allah. Dan banyak pintu-pintu terbuka itu ialah segala yang diharamkan Allah. Penyeru yang menyeru di ujung jalan itu ialah Kitab Allah, dan penyeru yang menyeru dari atas itu ialah Wa’iz (Pemberi Nasihat) dari Allah yang ada dalam tiap-tiap diri Muslim”. Berkata Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa Hadis ini hasan lagi shahih.
Maka semua penafsiran tadi dapatlah digabungkan menjadi satu Shirathal Mustaqim memang agama yang benar, dan itulah Agama Islam. Dan sumber petunjuk dalam Islam itu tidak lain ialah al-Quran, dan semuanya dapat diambil contohnya dari perbuatan Nabi Muhammad s.a.w. dan sahabat-sahabat beliau yang utama.
Hanya seorang Ulama saja mengeluarkan tafsir agak sempit, yaitu Fudhail bin Iyadh. Menurut beliau Shirathal Mustaqim ialah jalan pergi naik Haji. Memang dapat menunaikan Haji sebagai rukun Islam yang kelima, dengan penuh keinsafan dan kesadaran, sehingga mencapai Haji yang Mabrur, sudah sebagai daripada Shirathal Mustaqim juga. Apatah bagi orang semacam Fudhail bin Iyadh sendiri, adapun bagi orang lain belum tentu naik Haji itu menjadi Shirathal Mustaqim, terutama kalau dikerjakan karena riya’, mempertontonkan kekayaan, mencari nama, atau sebagai politik untuk mencari simpati rakyat yang bodoh.
Dengan ayat ini kepada kita telah ditunjukkan apa yang amat penting kita mohonkan pertolongan kepadaNya. Mohon ditunjuki jalan yang lurus.
id) oleh admin pada 24 September 2025 - 10:46:33.tanda dimana tempat yang berbahaya, dimana yang tidak boleh dilalui dan sebagainya. Seumpama tanda-tanda yang dipancangkan di tepi jalan, berbagai macamnya, untuk memberi alamat bagi pengendali kendaraan bermotor.
Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, menurut beliau yang dimaksud dengan meminta ditunjuki jalan yang lurus, tafsirnya ialah mohon ditunjuki agamaMu yang benar.
Menurut beberapa riwayat dari ahli-ahli Hadis, daripada Jabir bin Abdullah, yang dimaksud dengan Shirathal Mustaqim ialah Agama Islam. Dan menurut beberapa riwayat lagi, Ibnu Mas’ud menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Shirathal Mustaqim ialah Kitab Allah (al-Quran).
Menurut yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Abu Syaikh, al-Hakim, Ibnu Mardawih dan al-Baihaqi, sebuah Hadis Rasulullah s.a.w., diriwayatkan daripada an-Nawwās Ibn Sam’ān, pernah Rasulullah s.a.w. berkata, bahwasanya Allah Ta’ala telah membuat satu perumpamaan tentang Shirathal Mustaqim itu; bahwa di kedua belah jalan itu ada dua buah dinding tinggi. Pada kedua dinding tinggi itu ada beberapa pintu terbuka, dan di atas tiap-tiap pintu itu ada lelansir penutup (gorden). Sedang di ujung jalan tengah yang lurus (Shirathal Mustaqim) itu ada seorang berdiri memanggil-manggil: “Wahai sekalian manusia, masuklah ke dalam Shirat ini semuanya, jangan kamu berpecah-belah”, dan ada pula seorang penyeru dari atas Shirat. Maka apabila manusia hendak membuka salah satu dari pintu-pintu itu berkatalah dia: “Celaka! Jangan engkau buka itu! Kalau dia engkau buka, niscaya engkau akan terperosok ke dalam.” Maka kata Rasulullah selanjutnya: Jalan Shirat itu ialah Islam, dan kedua dinding sebelah menyebelah itu ialah segala batas-batas yang ditentukan Allah. Dan banyak pintu-pintu terbuka itu ialah segala yang diharamkan Allah. Penyeru yang menyeru di ujung jalan itu ialah Kitab Allah, dan penyeru yang menyeru dari atas itu ialah Wa’iz (Pemberi Nasihat) dari Allah yang ada dalam tiap-tiap diri Muslim”. Berkata Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa Hadis ini hasan lagi shahih.
Maka semua penafsiran tadi dapatlah digabungkan menjadi satu Shirathal Mustaqim memang agama yang benar, dan itulah Agama Islam. Dan sumber petunjuk dalam Islam itu tidak lain ialah al-Quran, dan semuanya dapat diambil contohnya dari perbuatan Nabi Muhammad s.a.w. dan sahabat-sahabat beliau yang utama.
Hanya seorang Ulama saja mengeluarkan tafsir agak sempit, yaitu Fudhail bin Iyadh. Menurut beliau Shirathal Mustaqim ialah jalan pergi naik Haji. Memang dapat menunaikan Haji sebagai rukun Islam yang kelima, dengan penuh keinsafan dan kesadaran, sehingga mencapai Haji yang Mabrur, sudah sebagai daripada Shirathal Mustaqim juga. Apatah bagi orang semacam Fudhail bin Iyadh sendiri, adapun bagi orang lain belum tentu naik Haji itu menjadi Shirathal Mustaqim, terutama kalau dikerjakan karena riya’, mempertontonkan kekayaan, mencari nama, atau sebagai politik untuk mencari simpati rakyat yang bodoh.
Dengan ayat ini kepada kita telah ditunjukkan apa yang amat penting kita mohonkan pertolongan kepadaNya. Mohon ditunjuki jalan yang lurus.
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #86 | 24 Sep 2025, 10:46:33 | id | admin | Tervalidasi | — |
tanda dimana tempat yang berbahaya, dimana yang tidak boleh dilalui dan sebagainya. Seumpama tanda-tanda yang dipancangkan di tepi jalan, berbagai macamnya, untuk memberi alamat bagi pengendali kendaraan bermotor. Menurut riwayat Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, menurut beliau yang dimaksud dengan meminta ditunjuki jalan yang lurus, tafsirnya ialah mohon ditunjuki agamaMu yang benar. Menurut beberapa riwayat dari ahli-ahli Hadis, daripada Jabir bin Abdullah, yang dimaksud dengan Shirathal Mustaqim ialah Agama Islam. Dan menurut beberapa riwayat lagi, Ibnu Mas’ud menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Shirathal Mustaqim ialah Kitab Allah (al-Quran). Menurut yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Abu Syaikh, al-Hakim, Ibnu Mardawih dan al-Baihaqi, sebuah Hadis Rasulullah s.a.w., diriwayatkan daripada an-Nawwās Ibn Sam’ān, pernah Rasulullah s.a.w. berkata, bahwasanya Allah Ta’ala telah membuat satu perumpamaan tentang Shirathal Mustaqim itu; bahwa di kedua belah jalan itu ada dua buah dinding tinggi. Pada kedua dinding tinggi itu ada beberapa pintu terbuka, dan di atas tiap-tiap pintu itu ada lelansir penutup (gorden). Sedang di ujung jalan tengah yang lurus (Shirathal Mustaqim) itu ada seorang berdiri memanggil-manggil: “Wahai sekalian manusia, masuklah ke dalam Shirat ini semuanya, jangan kamu berpecah-belah”, dan ada pula seorang penyeru dari atas Shirat. Maka apabila manusia hendak membuka salah satu dari pintu-pintu itu berkatalah dia: “Celaka! Jangan engkau buka itu! Kalau dia engkau buka, niscaya engkau akan terperosok ke dalam.” Maka kata Rasulullah selanjutnya: Jalan Shirat itu ialah Islam, dan kedua dinding sebelah menyebelah itu ialah segala batas-batas yang ditentukan Allah. Dan banyak pintu-pintu terbuka itu ialah segala yang diharamkan Allah. Penyeru yang menyeru di ujung jalan itu ialah Kitab Allah, dan penyeru yang menyeru dari atas itu ialah Wa’iz (Pemberi Nasihat) dari Allah yang ada dalam tiap-tiap diri Muslim”. Berkata Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa Hadis ini hasan lagi shahih. Maka semua penafsiran tadi dapatlah digabungkan menjadi satu Shirathal Mustaqim memang agama yang benar, dan itulah Agama Islam. Dan sumber petunjuk dalam Islam itu tidak lain ialah al-Quran, dan semuanya dapat diambil contohnya dari perbuatan Nabi Muhammad s.a.w. dan sahabat-sahabat beliau yang utama. Hanya seorang Ulama saja mengeluarkan tafsir agak sempit, yaitu Fudhail bin Iyadh. Menurut beliau Shirathal Mustaqim ialah jalan pergi naik Haji. Memang dapat menunaikan Haji sebagai rukun Islam yang kelima, dengan penuh keinsafan dan kesadaran, sehingga mencapai Haji yang Mabrur, sudah sebagai daripada Shirathal Mustaqim juga. Apatah bagi orang semacam Fudhail bin Iyadh sendiri, adapun bagi orang lain belum tentu naik Haji itu menjadi Shirathal Mustaqim, terutama kalau dikerjakan karena riya’, mempertontonkan kekayaan, mencari nama, atau sebagai politik untuk mencari simpati rakyat yang bodoh. Dengan ayat ini kepada kita telah ditunjukkan apa yang amat penting kita mohonkan pertolongan kepadaNya. Mohon ditunjuki jalan yang lurus. | |||||