Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
lagi. Yang wajib kita tekankan perhatian kita ialah kepada sebab-sebab maka Yahudi dikatakan kena murka dan sebab-sebab Nasrani tersesat. Perhatian kita jangan hanya ditujukan kepada Yahudi dan Nasraninya saja, tetapi hendaklah kita tilik sebab mereka kena murka dan sebab mereka tersesat. Yahudi dimurkai, sebab mereka selalu mengingkari segala petunjuk yang dibawakan oleh Rasul mereka, kisah pengingkaran Yahudi itu tersebut di dalam kitab-kitab mereka sendiri sampai sekarang, sehingga Nabi Musa pernah mengatakan bahwa mereka itu “keras tengkuk”, tak mau tunduk, sampai mereka membunuh Nabi-nabi. Sebab itu Allah murka.
Nasrani tersesat, karena sangat cinta kepada Nabi Isa Almasih, mereka katakan Isa itu anak Allah, bahkan Allah sendiri menjelma menjadi anak, datang ke dunia menebus dosa manusia.
Maka bagi kita umat Islam yang membaca al-Fatihah ini sekurangnya 17 kali sehari semalam, hendaklah diingat jangan sampai kita menempuh jalan yang akan dimurkai Allah pula, sebagai Yahudi. Apabila satu kali kita telah memandang bahwa pelajaran yang lain lebih baik dan berguna daripada pelajaran Nabi Muhammad s.a.w. maka mulailah kita diancam oleh kemurkaan Tuhan. Di dalam Surat an-Nisa’ (Surat 4, ayat 65), sampai dengan sumpah Tuhan menyatakan bahwa tidaklah mereka beriman sebelum mereka bertahkim kepada Nabi Muhammad s.a.w. di dalam hal-hal yang mereka perselisihkan, dan mereka tidak merasa keberatan menerima keputusan yang beliau putuskan, dan mereka pun menyerah sebenar-benar menyerah. Kalau ini tidak kita lakukan, pastilah kita kena murka seperti Yahudi.
Dan kalau kita katakan pula misalnya bahwa Nabi Muhammad s.a.w. itu adalah “al-Haqiqatul Muhammadiyah”, atau “Nur Muhammad”, yaitu Allah Ta’ala sendiri yang menjelmakan diri (Ibraza Haqiqatihi), ke dalam alam ini, sebagai anutan setengah ahli tasauf, niscaya sesatlah kita sebagai Nasrani.
Sayid Rasyid Ridha di dalam “al-Manar”nya menguraikan peringatan gurunya Syaikh Mohammad Abduh tentang orang yang tersesat, terbagi atas empat tingkat:
Pertama: Yang tidak sampai kepadanya da’wah, atau ada sampai tetapi hanya didapat dengan pancaindera dan akal, tidak ada tuntunan agama. Meskipun di dalam soal-soal keduniaan mungkin mereka tidak sesat, namun mereka pasti sesat dalam mencari kelepasan jiwa dan kebahagiaannya di akhirat. Siapa yang tidak menikmati agama tidaklah dia akan merasai nikmat dari kedua kehidupan itu. Akan berjumpalah bekas kekacauan dan kepancangan dalam kepercayaannya sehari-hari, diikuti oleh macam-macam bahaya dan krisis yang tidak dapat diatasi. Yang demikian adalah Sunnatullah dalam alam ini, yang tidak didapat jalan lain untuk mengelakkannya. Adapun nasib mereka di akhirat kelak, nyatalah bahwa kedudukan mereka tidak sama dengan orang yang beroleh hidayat dan petunjuk. Mungkin juga diberi maaf oleh Tuhan, karena Dia berbuat sekehendakNya.
Kedua: Sampai kepada mereka da’wah, atas jalan yang dapat membangunkan minat fikiran; merekapun telah mulai tertarik oleh da’wah itu, tetapi sebelum sampai menjadi keimanannya, diapun mati.
id) oleh admin pada 24 September 2025 - 10:56:08.lagi. Yang wajib kita tekankan perhatian kita ialah kepada sebab-sebab maka Yahudi dikatakan kena murka dan sebab-sebab Nasrani tersesat. Perhatian kita jangan hanya ditujukan kepada Yahudi dan Nasraninya saja, tetapi hendaklah kita tilik sebab mereka kena murka dan sebab mereka tersesat. Yahudi dimurkai, sebab mereka selalu mengingkari segala petunjuk yang dibawakan oleh Rasul mereka, kisah pengingkaran Yahudi itu tersebut di dalam kitab-kitab mereka sendiri sampai sekarang, sehingga Nabi Musa pernah mengatakan bahwa mereka itu “keras tengkuk”, tak mau tunduk, sampai mereka membunuh Nabi-nabi. Sebab itu Allah murka.
Nasrani tersesat, karena sangat cinta kepada Nabi Isa Almasih, mereka katakan Isa itu anak Allah, bahkan Allah sendiri menjelma menjadi anak, datang ke dunia menebus dosa manusia.
Maka bagi kita umat Islam yang membaca al-Fatihah ini sekurangnya 17 kali sehari semalam, hendaklah diingat jangan sampai kita menempuh jalan yang akan dimurkai Allah pula, sebagai Yahudi. Apabila satu kali kita telah memandang bahwa pelajaran yang lain lebih baik dan berguna daripada pelajaran Nabi Muhammad s.a.w. maka mulailah kita diancam oleh kemurkaan Tuhan. Di dalam Surat an-Nisa’ (Surat 4, ayat 65), sampai dengan sumpah Tuhan menyatakan bahwa tidaklah mereka beriman sebelum mereka bertahkim kepada Nabi Muhammad s.a.w. di dalam hal-hal yang mereka perselisihkan, dan mereka tidak merasa keberatan menerima keputusan yang beliau putuskan, dan mereka pun menyerah sebenar-benar menyerah. Kalau ini tidak kita lakukan, pastilah kita kena murka seperti Yahudi.
Dan kalau kita katakan pula misalnya bahwa Nabi Muhammad s.a.w. itu adalah “al-Haqiqatul Muhammadiyah”, atau “Nur Muhammad”, yaitu Allah Ta’ala sendiri yang menjelmakan diri (Ibraza Haqiqatihi), ke dalam alam ini, sebagai anutan setengah ahli tasauf, niscaya sesatlah kita sebagai Nasrani.
Sayid Rasyid Ridha di dalam “al-Manar”nya menguraikan peringatan gurunya Syaikh Mohammad Abduh tentang orang yang tersesat, terbagi atas empat tingkat:
Pertama: Yang tidak sampai kepadanya da’wah, atau ada sampai tetapi hanya didapat dengan pancaindera dan akal, tidak ada tuntunan agama. Meskipun di dalam soal-soal keduniaan mungkin mereka tidak sesat, namun mereka pasti sesat dalam mencari kelepasan jiwa dan kebahagiaannya di akhirat. Siapa yang tidak menikmati agama tidaklah dia akan merasai nikmat dari kedua kehidupan itu. Akan berjumpalah bekas kekacauan dan kepancangan dalam kepercayaannya sehari-hari, diikuti oleh macam-macam bahaya dan krisis yang tidak dapat diatasi. Yang demikian adalah Sunnatullah dalam alam ini, yang tidak didapat jalan lain untuk mengelakkannya. Adapun nasib mereka di akhirat kelak, nyatalah bahwa kedudukan mereka tidak sama dengan orang yang beroleh hidayat dan petunjuk. Mungkin juga diberi maaf oleh Tuhan, karena Dia berbuat sekehendakNya.
Kedua: Sampai kepada mereka da’wah, atas jalan yang dapat membangunkan minat fikiran; merekapun telah mulai tertarik oleh da’wah itu, tetapi sebelum sampai menjadi keimanannya, diapun mati.
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #93 | 24 Sep 2025, 10:56:08 | id | admin | Tervalidasi | — |
lagi. Yang wajib kita tekankan perhatian kita ialah kepada sebab-sebab maka Yahudi dikatakan kena murka dan sebab-sebab Nasrani tersesat. Perhatian kita jangan hanya ditujukan kepada Yahudi dan Nasraninya saja, tetapi hendaklah kita tilik sebab mereka kena murka dan sebab mereka tersesat. Yahudi dimurkai, sebab mereka selalu mengingkari segala petunjuk yang dibawakan oleh Rasul mereka, kisah pengingkaran Yahudi itu tersebut di dalam kitab-kitab mereka sendiri sampai sekarang, sehingga Nabi Musa pernah mengatakan bahwa mereka itu “keras tengkuk”, tak mau tunduk, sampai mereka membunuh Nabi-nabi. Sebab itu Allah murka. Nasrani tersesat, karena sangat cinta kepada Nabi Isa Almasih, mereka katakan Isa itu anak Allah, bahkan Allah sendiri menjelma menjadi anak, datang ke dunia menebus dosa manusia. Maka bagi kita umat Islam yang membaca al-Fatihah ini sekurangnya 17 kali sehari semalam, hendaklah diingat jangan sampai kita menempuh jalan yang akan dimurkai Allah pula, sebagai Yahudi. Apabila satu kali kita telah memandang bahwa pelajaran yang lain lebih baik dan berguna daripada pelajaran Nabi Muhammad s.a.w. maka mulailah kita diancam oleh kemurkaan Tuhan. Di dalam Surat an-Nisa’ (Surat 4, ayat 65), sampai dengan sumpah Tuhan menyatakan bahwa tidaklah mereka beriman sebelum mereka bertahkim kepada Nabi Muhammad s.a.w. di dalam hal-hal yang mereka perselisihkan, dan mereka tidak merasa keberatan menerima keputusan yang beliau putuskan, dan mereka pun menyerah sebenar-benar menyerah. Kalau ini tidak kita lakukan, pastilah kita kena murka seperti Yahudi. Dan kalau kita katakan pula misalnya bahwa Nabi Muhammad s.a.w. itu adalah “al-Haqiqatul Muhammadiyah”, atau “Nur Muhammad”, yaitu Allah Ta’ala sendiri yang menjelmakan diri (Ibraza Haqiqatihi), ke dalam alam ini, sebagai anutan setengah ahli tasauf, niscaya sesatlah kita sebagai Nasrani. Sayid Rasyid Ridha di dalam “al-Manar”nya menguraikan peringatan gurunya Syaikh Mohammad Abduh tentang orang yang tersesat, terbagi atas empat tingkat: Pertama: Yang tidak sampai kepadanya da’wah, atau ada sampai tetapi hanya didapat dengan pancaindera dan akal, tidak ada tuntunan agama. Meskipun di dalam soal-soal keduniaan mungkin mereka tidak sesat, namun mereka pasti sesat dalam mencari kelepasan jiwa dan kebahagiaannya di akhirat. Siapa yang tidak menikmati agama tidaklah dia akan merasai nikmat dari kedua kehidupan itu. Akan berjumpalah bekas kekacauan dan kepancangan dalam kepercayaannya sehari-hari, diikuti oleh macam-macam bahaya dan krisis yang tidak dapat diatasi. Yang demikian adalah Sunnatullah dalam alam ini, yang tidak didapat jalan lain untuk mengelakkannya. Adapun nasib mereka di akhirat kelak, nyatalah bahwa kedudukan mereka tidak sama dengan orang yang beroleh hidayat dan petunjuk. Mungkin juga diberi maaf oleh Tuhan, karena Dia berbuat sekehendakNya. Kedua: Sampai kepada mereka da’wah, atas jalan yang dapat membangunkan minat fikiran; merekapun telah mulai tertarik oleh da’wah itu, tetapi sebelum sampai menjadi keimanannya, diapun mati. | |||||