Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
Memikirkan keadaan bangsa Arab di waktu itu tidak serupa dengan memikirkan bangsa tetangganya yang telah lebih maju atau lebih tua peradabannya, sebagai bangsa Yunani atau Romawi atau Persia.
Oleh sebab itu maka turunnya secara berangsur-angsur itu menjadikan bertambah kokohnya dia dihafal sejak dari mulai turunnya. Dan hafalan dalam dada jauh lebih berhasil memelihara keasliannya daripada memeliharanya dengan tulisan. Sedangkan buku-buku zaman moden kita sekarang ini, lagi dapat bertukar makna karena kehilangan titik atau salah zet, apatah lagi di zaman nukil-menukil, salin-menyalin dengan tangan dahulu; tentu saja bisa terdapat kesalahan. Tetapi dengan adanya hafalan karena kekuatan ingatan, dari beratus bahkan beribu orang, sehingga menjadi mutawatir, dan diturunkan pula dari guru kepada murid, dari ayah kepada anak. Dan ditambah lagi, bahwa meskipun al-Quran telah ditulis, telah dikumpul dalam mushhaf, telah disalin beribu-ribu dan dicetak berjuta-juta, namun keistimewaan al-Quran belumlah tercapai sebelum dibaca; dibaca oleh yang ahli membacanya.
Bacaan itupun dijaga, sampai kepada makhraj (tempat keluar) huruf dan cara mengucapkannya, yang dinamai ilmu Tajwid, dan sampai pula kepada macam-macam cara orang membaca (Qira’at).
Sejak al-Quran itu diturunkan, sejak berdirinya-Daulah Islamiyah di Madinah, sampai saat sekarang ini, kaum Muslimin tetap memelihara hal itu. Meskipun sudah berjuta-juta al-Quran dicetak, namun masih banyak orang yang menyediakan waktunya buat menghafal al-Quran. Di mana-mana diadakan perkumpulan berlomba menghafal al-Quran, sehingga apa yang tertulis dan tercetak, selalu dikontrol oleh apa yang dihafal.
Demikian pula, telah menjadi tradisi bagi seluruh negeri Islam mengajar anak dari waktu masih kecil membaca al-Quran dengan lidah yang fasih dan makhraj yang tepat, dengan tidak memandang bangsa. Itulah pula sebabnya maka salah satu usaha penting dari negeri-negeri yang menjajah dunia Islam, ialah menghalang-halangi dan membeleokkan perhatian ibu-bapa daripada mengajar anak-anaknya mengaji al-Quran. Di kala negeri kita masih dijajah oleh Belanda, sudah mulai ada anak-anak yang diserahkan kepada sekolah Belanda yang tidak lagi diberi waktu buat belajar al-Quran, sehingga setelah tanahair kita merdeka, sudah banyak orang yang tidak pandai lagi, walaupun hanya sekedar membaca Syahadat di waktu kawin. Malahan banyak orang besar-besar bergama Islam seketika diambil sumpahnya tidak sanggup mengucapkan Demi Allah dengan suara yang tepat dan fasih.
Maka oleh sebab al-Quran adalah bacaan, seyogianya bagi orang yang bergama Islam memfasihkan bacaannya, dan mendidik lidah anak-anaknya, menyerahkan anak-anak kepada guru-guru yang fasih membacanya, sebab al-Quran adalah untuk dibaca dan diamalkan. Sebab al-Quran itulah yang telah membentuk kebudayaan dan peri-hidup penganut Islam, yang ditegakkan di atas budi, memperhalus perasaan, memperkaya ingatan dan memelihara lembutkan ucapan lidah.
id) oleh admin pada 21 September 2025 - 12:11:23.Memikirkan keadaan bangsa Arab di waktu itu tidak serupa dengan memikirkan bangsa tetangganya yang telah lebih maju atau lebih tua peradabannya, sebagai bangsa Yunani atau Romawi atau Persia.
Oleh sebab itu maka turunnya secara berangsur-angsur itu menjadikan bertambah kokohnya dia dihafal sejak dari mulai turunnya. Dan hafalan dalam dada jauh lebih berhasil memelihara keasliannya daripada memeliharanya dengan tulisan. Sedangkan buku-buku zaman moden kita sekarang ini, lagi dapat bertukar makna karena kehilangan titik atau salah zet, apatah lagi di zaman nukil-menukil, salin-menyalin dengan tangan dahulu; tentu saja bisa terdapat kesalahan. Tetapi dengan adanya hafalan karena kekuatan ingatan, dari beratus bahkan beribu orang, sehingga menjadi mutawatir, dan diturunkan pula dari guru kepada murid, dari ayah kepada anak. Dan ditambah lagi, bahwa meskipun al-Quran telah ditulis, telah dikumpul dalam mushhaf, telah disalin beribu-ribu dan dicetak berjuta-juta, namun keistimewaan al-Quran belumlah tercapai sebelum dibaca; dibaca oleh yang ahli membacanya.
Bacaan itupun dijaga, sampai kepada makhraj (tempat keluar) huruf dan cara mengucapkannya, yang dinamai ilmu Tajwid, dan sampai pula kepada macam-macam cara orang membaca (Qira’at).
Sejak al-Quran itu diturunkan, sejak berdirinya-Daulah Islamiyah di Madinah, sampai saat sekarang ini, kaum Muslimin tetap memelihara hal itu. Meskipun sudah berjuta-juta al-Quran dicetak, namun masih banyak orang yang menyediakan waktunya buat menghafal al-Quran. Di mana-mana diadakan perkumpulan berlomba menghafal al-Quran, sehingga apa yang tertulis dan tercetak, selalu dikontrol oleh apa yang dihafal.
Demikian pula, telah menjadi tradisi bagi seluruh negeri Islam mengajar anak dari waktu masih kecil membaca al-Quran dengan lidah yang fasih dan makhraj yang tepat, dengan tidak memandang bangsa. Itulah pula sebabnya maka salah satu usaha penting dari negeri-negeri yang menjajah dunia Islam, ialah menghalang-halangi dan membeleokkan perhatian ibu-bapa daripada mengajar anak-anaknya mengaji al-Quran. Di kala negeri kita masih dijajah oleh Belanda, sudah mulai ada anak-anak yang diserahkan kepada sekolah Belanda yang tidak lagi diberi waktu buat belajar al-Quran, sehingga setelah tanahair kita merdeka, sudah banyak orang yang tidak pandai lagi, walaupun hanya sekedar membaca Syahadat di waktu kawin. Malahan banyak orang besar-besar bergama Islam seketika diambil sumpahnya tidak sanggup mengucapkan Demi Allah dengan suara yang tepat dan fasih.
Maka oleh sebab al-Quran adalah bacaan, seyogianya bagi orang yang bergama Islam memfasihkan bacaannya, dan mendidik lidah anak-anaknya, menyerahkan anak-anak kepada guru-guru yang fasih membacanya, sebab al-Quran adalah untuk dibaca dan diamalkan. Sebab al-Quran itulah yang telah membentuk kebudayaan dan peri-hidup penganut Islam, yang ditegakkan di atas budi, memperhalus perasaan, memperkaya ingatan dan memelihara lembutkan ucapan lidah.
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #11 | 21 Sep 2025, 12:11:23 | id | admin | Tervalidasi | — |
Memikirkan keadaan bangsa Arab di waktu itu tidak serupa dengan memikirkan bangsa tetangganya yang telah lebih maju atau lebih tua peradabannya, sebagai bangsa Yunani atau Romawi atau Persia. Oleh sebab itu maka turunnya secara berangsur-angsur itu menjadikan bertambah kokohnya dia dihafal sejak dari mulai turunnya. Dan hafalan dalam dada jauh lebih berhasil memelihara keasliannya daripada memeliharanya dengan tulisan. Sedangkan buku-buku zaman moden kita sekarang ini, lagi dapat bertukar makna karena kehilangan titik atau salah zet, apatah lagi di zaman nukil-menukil, salin-menyalin dengan tangan dahulu; tentu saja bisa terdapat kesalahan. Tetapi dengan adanya hafalan karena kekuatan ingatan, dari beratus bahkan beribu orang, sehingga menjadi mutawatir, dan diturunkan pula dari guru kepada murid, dari ayah kepada anak. Dan ditambah lagi, bahwa meskipun al-Quran telah ditulis, telah dikumpul dalam mushhaf, telah disalin beribu-ribu dan dicetak berjuta-juta, namun keistimewaan al-Quran belumlah tercapai sebelum dibaca; dibaca oleh yang ahli membacanya. Bacaan itupun dijaga, sampai kepada makhraj (tempat keluar) huruf dan cara mengucapkannya, yang dinamai ilmu Tajwid, dan sampai pula kepada macam-macam cara orang membaca (Qira’at). Sejak al-Quran itu diturunkan, sejak berdirinya-Daulah Islamiyah di Madinah, sampai saat sekarang ini, kaum Muslimin tetap memelihara hal itu. Meskipun sudah berjuta-juta al-Quran dicetak, namun masih banyak orang yang menyediakan waktunya buat menghafal al-Quran. Di mana-mana diadakan perkumpulan berlomba menghafal al-Quran, sehingga apa yang tertulis dan tercetak, selalu dikontrol oleh apa yang dihafal. Demikian pula, telah menjadi tradisi bagi seluruh negeri Islam mengajar anak dari waktu masih kecil membaca al-Quran dengan lidah yang fasih dan makhraj yang tepat, dengan tidak memandang bangsa. Itulah pula sebabnya maka salah satu usaha penting dari negeri-negeri yang menjajah dunia Islam, ialah menghalang-halangi dan membeleokkan perhatian ibu-bapa daripada mengajar anak-anaknya mengaji al-Quran. Di kala negeri kita masih dijajah oleh Belanda, sudah mulai ada anak-anak yang diserahkan kepada sekolah Belanda yang tidak lagi diberi waktu buat belajar al-Quran, sehingga setelah tanahair kita merdeka, sudah banyak orang yang tidak pandai lagi, walaupun hanya sekedar membaca Syahadat di waktu kawin. Malahan banyak orang besar-besar bergama Islam seketika diambil sumpahnya tidak sanggup mengucapkan Demi Allah dengan suara yang tepat dan fasih. Maka oleh sebab al-Quran adalah bacaan, seyogianya bagi orang yang bergama Islam memfasihkan bacaannya, dan mendidik lidah anak-anaknya, menyerahkan anak-anak kepada guru-guru yang fasih membacanya, sebab al-Quran adalah untuk dibaca dan diamalkan. Sebab al-Quran itulah yang telah membentuk kebudayaan dan peri-hidup penganut Islam, yang ditegakkan di atas budi, memperhalus perasaan, memperkaya ingatan dan memelihara lembutkan ucapan lidah. | |||||