Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan dari-Nya, dan memohon petunjuk-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan dari keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa disesatkan Allah maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Ya Allah, perbaikilah untuk kami agama kami yang merupakan penjaga urusan kami, perbaikilah dunia kami yang menjadi tempat penghidupan kami, dan perbaikilah akhirat kami yang menjadi tujuan kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam segala kebaikan, dan jadikanlah kematian sebagai pelepasan dari segala keburukan. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu surga dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa ucapan atau perbuatan. Dan kami berlindung kepada-Mu dari neraka dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa ucapan atau perbuatan.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kami Nabi Muhammad ﷺ, keluarganya, dan para sahabatnya.
Amma ba‘du: Pada tanggal 2 Rabi‘ul Awwal tahun 897 H bertepatan dengan 2 Januari 1492 M, Abu Abdillah Muhammad Ash-Shaghir, raja terakhir kaum Muslimin di Andalusia, menandatangani perjanjian penyerahan diri setelah dipadamkannya perlawanan kaum Muslimin di berbagai wilayah Granada, benteng terakhir umat Islam di Andalusia. Abu Abdillah keluar dari kota Granada dan berhenti di sebuah bukit dekat Istana Alhambra—pusat pemerintahan Granada—sambil menangis tersedu-sedu. Ibunya, ‘Aisyah Al-Hurrah, berkata kepadanya: “Ya, menangislah engkau seperti wanita atas kerajaan yang tidak mampu engkau pertahankan seperti lelaki.”
Dengan peristiwa itu, keluarlah kaum Muslimin secara total dari Andalusia setelah mereka memerintah dengan Islam selama delapan abad. Namun hari-hari menyimpan banyak kejutan. Negeri yang pernah diperintah Islam selama masa yang panjang itu kini hanya dihuni sekitar seratus ribu Muslim saja. Andalusia menjadi salah satu negeri dengan jumlah Muslim paling sedikit di dunia. Dan ini adalah pelajaran penting yang wajib dipahami umat Islam.
Aku melihat pada wajah para hadirin ada rasa heran dan tanda tanya. Seakan-akan mereka berkata: “Wahai Doktor! Bukankah engkau lupa bahwa materi kita tentang Palestina? Mengapa sekarang berbicara tentang Andalusia?” Demi Allah, aku tidak lupa, dan tidak akan melupakan Palestina. Akan tetapi hubungan antara keduanya sangat erat: antara persoalan Palestina hari ini dan peristiwa Andalusia di masa lalu.
Kembali aku melihat rasa heran itu. Namun subhanallah, meskipun zaman dan tempat berbeda jauh, hubungan antara Andalusia dan Palestina begitu erat! Ya, sangat erat, dan kita akan melihat ikatannya sebentar lagi.
Ada sebuah catatan yang sangat penting tentang sejarah Andalusia: mengapa Islam tidak lagi terdengar di negeri itu kecuali dari peninggalan-peninggalan lama dan beberapa masjid yang diubah menjadi gereja? Padahal banyak negeri Islam lain juga pernah dijajah, namun Islam tetap ada setelah penjajahan usai. Mesir, Aljazair, Suriah, Sudan, Libya, Irak, bahkan sebagian besar negeri Islam lain dijajah, tetapi penduduknya tetap Muslim hingga kini. Mengapa Spanyol berbeda?
Karena penjajahan Spanyol atas kerajaan-kerajaan Islam di Andalusia adalah penjajahan yang bersifat settlement colonization—penjajahan pemukiman dan penggantian penduduk. Orang-orang Spanyol tidak memasuki satu kota Islam kecuali membantai seluruh penduduknya dengan pembantaian massal, atau mengusir mereka dari negeri itu. Dengan cara ini, dalam waktu singkat penduduk Muslim berubah menjadi para syuhada atau pengungsi. Kemudian orang-orang Spanyol didatangkan dari berbagai daerah untuk menggantikan mereka. Dengan berjalannya waktu, seluruh penduduk Andalusia menjadi orang-orang Spanyol, bukan lagi Muslim. Maka umat Islam pun lenyap sepenuhnya dari panggung Andalusia.
Bagaimana keadaan kaum Muslimin di negeri-negeri sekitar Andalusia—seperti Tunisia, Aljazair, Maroko, Mesir, dan Syam—pada saat itu? Mereka dalam keadaan perpecahan yang parah dan kelemahan yang nyata. Tidak diragukan bahwa mereka pernah berpikir untuk merebut kembali Andalusia, tetapi tidak mampu karena lemahnya kekuatan mereka. Para pengungsi yang terusir dari Andalusia juga pasti pernah bercita-cita untuk kembali, tetapi tak sanggup karena keterbatasan dan ketidakberdayaan mereka. Hari berganti bulan, tahun berganti tahun, abad berganti abad, bahkan lima abad telah berlalu, dan Andalusia—yakni Spanyol dan Portugal—hilang dari ingatan umat Islam.
Sekarang, adakah di antara kaum Muslimin yang berpikir untuk merebut kembali Andalusia? Negeri itu kini berupa dua negara modern yang memiliki hubungan akrab dengan hampir seluruh negeri Islam. Para sejarawan dahulu, ketika berbicara tentang Andalusia setelah kejatuhannya, masih berkata: “Semoga Allah mengembalikannya kepada kaum Muslimin.” Sebagaimana mereka menuturkan: “Thariq bin Ziyad rahimahullah menaklukkan Andalusia—semoga Allah mengembalikannya kepada kaum Muslimin—pada tahun 92 H.” Karena Andalusia selalu hadir dalam ingatan mereka. Namun seiring berlalunya masa, ungkapan “semoga Allah mengembalikannya kepada kaum Muslimin” menghilang dari lidah para sejarawan.
Perhatikanlah sebuah kunjungan seorang duta Maroko ke Andalusia lebih dari seratus tahun setelah kejatuhannya. Namanya Al-Ghazal Al-Fasi rahimahullah, duta Sultan Maroko untuk Raja Spanyol Carlos III. Ia mengunjungi Masjid Cordoba, masjid jami‘ yang agung. Ia berkata tentangnya: “Masjid ini termasuk salah satu masjid terbesar di dunia dalam panjang, lebar, dan ketinggian. Sejak kami memasukinya, air mata tidak berhenti menetes karena menyaksikan keagungannya, teringat apa yang ada padanya di masa Islam: ilmu-ilmu dibacakan, ayat-ayat suci dibacakan, dan shalat ditegakkan di dalamnya. Tembok-temboknya membangkitkan dalam benak kami kenangan yang agung.”
id) oleh admin pada 18 September 2025 - 10:08:40.Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan dari-Nya, dan memohon petunjuk-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan dari keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa disesatkan Allah maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Ya Allah, perbaikilah untuk kami agama kami yang merupakan penjaga urusan kami, perbaikilah dunia kami yang menjadi tempat penghidupan kami, dan perbaikilah akhirat kami yang menjadi tujuan kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam segala kebaikan, dan jadikanlah kematian sebagai pelepasan dari segala keburukan. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu surga dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa ucapan atau perbuatan. Dan kami berlindung kepada-Mu dari neraka dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa ucapan atau perbuatan.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kami Nabi Muhammad ﷺ, keluarganya, dan para sahabatnya.
Amma ba‘du: Pada tanggal 2 Rabi‘ul Awwal tahun 897 H bertepatan dengan 2 Januari 1492 M, Abu Abdillah Muhammad Ash-Shaghir, raja terakhir kaum Muslimin di Andalusia, menandatangani perjanjian penyerahan diri setelah dipadamkannya perlawanan kaum Muslimin di berbagai wilayah Granada, benteng terakhir umat Islam di Andalusia. Abu Abdillah keluar dari kota Granada dan berhenti di sebuah bukit dekat Istana Alhambra—pusat pemerintahan Granada—sambil menangis tersedu-sedu. Ibunya, ‘Aisyah Al-Hurrah, berkata kepadanya: “Ya, menangislah engkau seperti wanita atas kerajaan yang tidak mampu engkau pertahankan seperti lelaki.”
Dengan peristiwa itu, keluarlah kaum Muslimin secara total dari Andalusia setelah mereka memerintah dengan Islam selama delapan abad. Namun hari-hari menyimpan banyak kejutan. Negeri yang pernah diperintah Islam selama masa yang panjang itu kini hanya dihuni sekitar seratus ribu Muslim saja. Andalusia menjadi salah satu negeri dengan jumlah Muslim paling sedikit di dunia. Dan ini adalah pelajaran penting yang wajib dipahami umat Islam.
Aku melihat pada wajah para hadirin ada rasa heran dan tanda tanya. Seakan-akan mereka berkata: “Wahai Doktor! Bukankah engkau lupa bahwa materi kita tentang Palestina? Mengapa sekarang berbicara tentang Andalusia?” Demi Allah, aku tidak lupa, dan tidak akan melupakan Palestina. Akan tetapi hubungan antara keduanya sangat erat: antara persoalan Palestina hari ini dan peristiwa Andalusia di masa lalu.
Kembali aku melihat rasa heran itu. Namun subhanallah, meskipun zaman dan tempat berbeda jauh, hubungan antara Andalusia dan Palestina begitu erat! Ya, sangat erat, dan kita akan melihat ikatannya sebentar lagi.
Ada sebuah catatan yang sangat penting tentang sejarah Andalusia: mengapa Islam tidak lagi terdengar di negeri itu kecuali dari peninggalan-peninggalan lama dan beberapa masjid yang diubah menjadi gereja? Padahal banyak negeri Islam lain juga pernah dijajah, namun Islam tetap ada setelah penjajahan usai. Mesir, Aljazair, Suriah, Sudan, Libya, Irak, bahkan sebagian besar negeri Islam lain dijajah, tetapi penduduknya tetap Muslim hingga kini. Mengapa Spanyol berbeda?
Karena penjajahan Spanyol atas kerajaan-kerajaan Islam di Andalusia adalah penjajahan yang bersifat settlement colonization—penjajahan pemukiman dan penggantian penduduk. Orang-orang Spanyol tidak memasuki satu kota Islam kecuali membantai seluruh penduduknya dengan pembantaian massal, atau mengusir mereka dari negeri itu. Dengan cara ini, dalam waktu singkat penduduk Muslim berubah menjadi para syuhada atau pengungsi. Kemudian orang-orang Spanyol didatangkan dari berbagai daerah untuk menggantikan mereka. Dengan berjalannya waktu, seluruh penduduk Andalusia menjadi orang-orang Spanyol, bukan lagi Muslim. Maka umat Islam pun lenyap sepenuhnya dari panggung Andalusia.
Bagaimana keadaan kaum Muslimin di negeri-negeri sekitar Andalusia—seperti Tunisia, Aljazair, Maroko, Mesir, dan Syam—pada saat itu? Mereka dalam keadaan perpecahan yang parah dan kelemahan yang nyata. Tidak diragukan bahwa mereka pernah berpikir untuk merebut kembali Andalusia, tetapi tidak mampu karena lemahnya kekuatan mereka. Para pengungsi yang terusir dari Andalusia juga pasti pernah bercita-cita untuk kembali, tetapi tak sanggup karena keterbatasan dan ketidakberdayaan mereka. Hari berganti bulan, tahun berganti tahun, abad berganti abad, bahkan lima abad telah berlalu, dan Andalusia—yakni Spanyol dan Portugal—hilang dari ingatan umat Islam.
Sekarang, adakah di antara kaum Muslimin yang berpikir untuk merebut kembali Andalusia? Negeri itu kini berupa dua negara modern yang memiliki hubungan akrab dengan hampir seluruh negeri Islam. Para sejarawan dahulu, ketika berbicara tentang Andalusia setelah kejatuhannya, masih berkata: “Semoga Allah mengembalikannya kepada kaum Muslimin.” Sebagaimana mereka menuturkan: “Thariq bin Ziyad rahimahullah menaklukkan Andalusia—semoga Allah mengembalikannya kepada kaum Muslimin—pada tahun 92 H.” Karena Andalusia selalu hadir dalam ingatan mereka. Namun seiring berlalunya masa, ungkapan “semoga Allah mengembalikannya kepada kaum Muslimin” menghilang dari lidah para sejarawan.
Perhatikanlah sebuah kunjungan seorang duta Maroko ke Andalusia lebih dari seratus tahun setelah kejatuhannya. Namanya Al-Ghazal Al-Fasi rahimahullah, duta Sultan Maroko untuk Raja Spanyol Carlos III. Ia mengunjungi Masjid Cordoba, masjid jami‘ yang agung. Ia berkata tentangnya: “Masjid ini termasuk salah satu masjid terbesar di dunia dalam panjang, lebar, dan ketinggian. Sejak kami memasukinya, air mata tidak berhenti menetes karena menyaksikan keagungannya, teringat apa yang ada padanya di masa Islam: ilmu-ilmu dibacakan, ayat-ayat suci dibacakan, dan shalat ditegakkan di dalamnya. Tembok-temboknya membangkitkan dalam benak kami kenangan yang agung.”
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #1 | 18 Sep 2025, 10:08:40 | id | admin | Tervalidasi | — |
Hubungan antara Pendudukan Palestina dan Pendudukan AndalusiaAku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, memohon ampunan dari-Nya, dan memohon petunjuk-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan dari keburukan amal perbuatan kami. Barang siapa diberi petunjuk oleh Allah maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa disesatkan Allah maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, perbaikilah untuk kami agama kami yang merupakan penjaga urusan kami, perbaikilah dunia kami yang menjadi tempat penghidupan kami, dan perbaikilah akhirat kami yang menjadi tujuan kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam segala kebaikan, dan jadikanlah kematian sebagai pelepasan dari segala keburukan. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu surga dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa ucapan atau perbuatan. Dan kami berlindung kepada-Mu dari neraka dan segala yang mendekatkan kepadanya berupa ucapan atau perbuatan. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kami Nabi Muhammad ﷺ, keluarganya, dan para sahabatnya. Amma ba‘du: Pada tanggal 2 Rabi‘ul Awwal tahun 897 H bertepatan dengan 2 Januari 1492 M, Abu Abdillah Muhammad Ash-Shaghir, raja terakhir kaum Muslimin di Andalusia, menandatangani perjanjian penyerahan diri setelah dipadamkannya perlawanan kaum Muslimin di berbagai wilayah Granada, benteng terakhir umat Islam di Andalusia. Abu Abdillah keluar dari kota Granada dan berhenti di sebuah bukit dekat Istana Alhambra—pusat pemerintahan Granada—sambil menangis tersedu-sedu. Ibunya, ‘Aisyah Al-Hurrah, berkata kepadanya: “Ya, menangislah engkau seperti wanita atas kerajaan yang tidak mampu engkau pertahankan seperti lelaki.” Dengan peristiwa itu, keluarlah kaum Muslimin secara total dari Andalusia setelah mereka memerintah dengan Islam selama delapan abad. Namun hari-hari menyimpan banyak kejutan. Negeri yang pernah diperintah Islam selama masa yang panjang itu kini hanya dihuni sekitar seratus ribu Muslim saja. Andalusia menjadi salah satu negeri dengan jumlah Muslim paling sedikit di dunia. Dan ini adalah pelajaran penting yang wajib dipahami umat Islam. Aku melihat pada wajah para hadirin ada rasa heran dan tanda tanya. Seakan-akan mereka berkata: “Wahai Doktor! Bukankah engkau lupa bahwa materi kita tentang Palestina? Mengapa sekarang berbicara tentang Andalusia?” Demi Allah, aku tidak lupa, dan tidak akan melupakan Palestina. Akan tetapi hubungan antara keduanya sangat erat: antara persoalan Palestina hari ini dan peristiwa Andalusia di masa lalu. Kembali aku melihat rasa heran itu. Namun subhanallah, meskipun zaman dan tempat berbeda jauh, hubungan antara Andalusia dan Palestina begitu erat! Ya, sangat erat, dan kita akan melihat ikatannya sebentar lagi. Ada sebuah catatan yang sangat penting tentang sejarah Andalusia: mengapa Islam tidak lagi terdengar di negeri itu kecuali dari peninggalan-peninggalan lama dan beberapa masjid yang diubah menjadi gereja? Padahal banyak negeri Islam lain juga pernah dijajah, namun Islam tetap ada setelah penjajahan usai. Mesir, Aljazair, Suriah, Sudan, Libya, Irak, bahkan sebagian besar negeri Islam lain dijajah, tetapi penduduknya tetap Muslim hingga kini. Mengapa Spanyol berbeda? Karena penjajahan Spanyol atas kerajaan-kerajaan Islam di Andalusia adalah penjajahan yang bersifat settlement colonization—penjajahan pemukiman dan penggantian penduduk. Orang-orang Spanyol tidak memasuki satu kota Islam kecuali membantai seluruh penduduknya dengan pembantaian massal, atau mengusir mereka dari negeri itu. Dengan cara ini, dalam waktu singkat penduduk Muslim berubah menjadi para syuhada atau pengungsi. Kemudian orang-orang Spanyol didatangkan dari berbagai daerah untuk menggantikan mereka. Dengan berjalannya waktu, seluruh penduduk Andalusia menjadi orang-orang Spanyol, bukan lagi Muslim. Maka umat Islam pun lenyap sepenuhnya dari panggung Andalusia. Bagaimana keadaan kaum Muslimin di negeri-negeri sekitar Andalusia—seperti Tunisia, Aljazair, Maroko, Mesir, dan Syam—pada saat itu? Mereka dalam keadaan perpecahan yang parah dan kelemahan yang nyata. Tidak diragukan bahwa mereka pernah berpikir untuk merebut kembali Andalusia, tetapi tidak mampu karena lemahnya kekuatan mereka. Para pengungsi yang terusir dari Andalusia juga pasti pernah bercita-cita untuk kembali, tetapi tak sanggup karena keterbatasan dan ketidakberdayaan mereka. Hari berganti bulan, tahun berganti tahun, abad berganti abad, bahkan lima abad telah berlalu, dan Andalusia—yakni Spanyol dan Portugal—hilang dari ingatan umat Islam. Sekarang, adakah di antara kaum Muslimin yang berpikir untuk merebut kembali Andalusia? Negeri itu kini berupa dua negara modern yang memiliki hubungan akrab dengan hampir seluruh negeri Islam. Para sejarawan dahulu, ketika berbicara tentang Andalusia setelah kejatuhannya, masih berkata: “Semoga Allah mengembalikannya kepada kaum Muslimin.” Sebagaimana mereka menuturkan: “Thariq bin Ziyad rahimahullah menaklukkan Andalusia—semoga Allah mengembalikannya kepada kaum Muslimin—pada tahun 92 H.” Karena Andalusia selalu hadir dalam ingatan mereka. Namun seiring berlalunya masa, ungkapan “semoga Allah mengembalikannya kepada kaum Muslimin” menghilang dari lidah para sejarawan. Perhatikanlah sebuah kunjungan seorang duta Maroko ke Andalusia lebih dari seratus tahun setelah kejatuhannya. Namanya Al-Ghazal Al-Fasi rahimahullah, duta Sultan Maroko untuk Raja Spanyol Carlos III. Ia mengunjungi Masjid Cordoba, masjid jami‘ yang agung. Ia berkata tentangnya: “Masjid ini termasuk salah satu masjid terbesar di dunia dalam panjang, lebar, dan ketinggian. Sejak kami memasukinya, air mata tidak berhenti menetes karena menyaksikan keagungannya, teringat apa yang ada padanya di masa Islam: ilmu-ilmu dibacakan, ayat-ayat suci dibacakan, dan shalat ditegakkan di dalamnya. Tembok-temboknya membangkitkan dalam benak kami kenangan yang agung.” | |||||