Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
mereka sendiri dan akhirnya menjadi tidak kreatif serta membatu. Namun hal ini hanya benar dalam pengalaman dan kesadaran peradaban yang sistem pemikiran dan nilai-nilainya berasal dari unsur-unsur kultural dan filosofis yang dibantu oleh ilmu pengetahuan pada zamannya. Islām bukanlah bentuk kebudayaan, dan sistem pemikirannya yang memproyeksikan visi tentang realitas dan kebenaran serta sistem nilai yang diturunkannya bukanlah semata-mata berasal dari unsur kultural dan filosofis yang dibantu oleh ilmu pengetahuan, melainkan berasal dari sumber aslinya yaitu Wahyu, yang dikukuhkan oleh agama, diteguhkan oleh prinsip intelektual dan intuitif.
Islām menisbatkan kepada dirinya kebenaran sebagai agama wahyu sejati yang sempurna sejak awal, yang tidak memerlukan penjelasan dan penilaian historis dalam hal posisi yang ditempatinya atau peran yang dimainkannya dalam suatu proses perkembangan. Semua hal pokok agama ini — nama, iman dan amal, ibadah, akidah, dan sistem keyakinan — diberikan oleh Wahyu dan ditafsirkan serta ditunjukkan oleh Nabi melalui ucapan dan teladan perbuatannya, bukan dari tradisi kultural yang niscaya harus mengalir dalam arus historisisme. Agama Islām sadar akan identitasnya sendiri sejak saat ia diwahyukan. Ketika muncul di panggung sejarah dunia, Islām sudah ‘matang’, tidak membutuhkan proses ‘beranjak dewasa’ menuju kematangan.
Agama wahyu hanya dapat berupa agama yang mengenali dirinya sendiri sejak awal; dan pengetahuan diri itu berasal dari Wahyu itu sendiri, bukan dari sejarah. Apa yang disebut sebagai ‘perkembangan’ dalam tradisi keagamaan umat manusia tidak dapat diterapkan pada Islām, karena apa yang diasumsikan sebagai suatu proses perkembangan dalam kasus Islām hanyalah proses penafsiran dan elaborasi yang niscaya terjadi dalam pergiliran generasi kaum beriman dari berbagai bangsa, dan yang merujuk kembali kepada Sumber yang tidak berubah.³ Dengan demikian, pandangan dunia Islām ditandai oleh keaslian dan finalitas yang menunjuk pada apa
id) oleh admin pada 20 September 2025 - 13:02:55.| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #27 | 20 Sep 2025, 13:02:55 | id | admin | Siap Validasi | — |
mereka sendiri dan akhirnya menjadi tidak kreatif serta membatu. Namun hal ini hanya benar dalam pengalaman dan kesadaran peradaban yang sistem pemikiran dan nilai-nilainya berasal dari unsur-unsur kultural dan filosofis yang dibantu oleh ilmu pengetahuan pada zamannya. Islām bukanlah bentuk kebudayaan, dan sistem pemikirannya yang memproyeksikan visi tentang realitas dan kebenaran serta sistem nilai yang diturunkannya bukanlah semata-mata berasal dari unsur kultural dan filosofis yang dibantu oleh ilmu pengetahuan, melainkan berasal dari sumber aslinya yaitu Wahyu, yang dikukuhkan oleh agama, diteguhkan oleh prinsip intelektual dan intuitif. Islām menisbatkan kepada dirinya kebenaran sebagai agama wahyu sejati yang sempurna sejak awal, yang tidak memerlukan penjelasan dan penilaian historis dalam hal posisi yang ditempatinya atau peran yang dimainkannya dalam suatu proses perkembangan. Semua hal pokok agama ini — nama, iman dan amal, ibadah, akidah, dan sistem keyakinan — diberikan oleh Wahyu dan ditafsirkan serta ditunjukkan oleh Nabi melalui ucapan dan teladan perbuatannya, bukan dari tradisi kultural yang niscaya harus mengalir dalam arus historisisme. Agama Islām sadar akan identitasnya sendiri sejak saat ia diwahyukan. Ketika muncul di panggung sejarah dunia, Islām sudah ‘matang’, tidak membutuhkan proses ‘beranjak dewasa’ menuju kematangan. Agama wahyu hanya dapat berupa agama yang mengenali dirinya sendiri sejak awal; dan pengetahuan diri itu berasal dari Wahyu itu sendiri, bukan dari sejarah. Apa yang disebut sebagai ‘perkembangan’ dalam tradisi keagamaan umat manusia tidak dapat diterapkan pada Islām, karena apa yang diasumsikan sebagai suatu proses perkembangan dalam kasus Islām hanyalah proses penafsiran dan elaborasi yang niscaya terjadi dalam pergiliran generasi kaum beriman dari berbagai bangsa, dan yang merujuk kembali kepada Sumber yang tidak berubah.³ Dengan demikian, pandangan dunia Islām ditandai oleh keaslian dan finalitas yang menunjuk pada apa Catatan Kaki
| |||||
| #5 | 20 Sep 2025, 08:59:51 | id | admin | Tervalidasi | — |
mereka sendiri dan akhirnya menjadi tidak kreatif serta membatu. Namun hal ini hanya benar dalam pengalaman dan kesadaran peradaban yang sistem pemikiran dan nilai-nilainya berasal dari unsur-unsur kultural dan filosofis yang dibantu oleh ilmu pengetahuan pada zamannya. Islām bukanlah bentuk kebudayaan, dan sistem pemikirannya yang memproyeksikan visi tentang realitas dan kebenaran serta sistem nilai yang diturunkannya bukanlah semata-mata berasal dari unsur kultural dan filosofis yang dibantu oleh ilmu pengetahuan, melainkan berasal dari sumber aslinya yaitu Wahyu, yang dikukuhkan oleh agama, diteguhkan oleh prinsip intelektual dan intuitif. Islām menisbatkan kepada dirinya kebenaran sebagai agama wahyu sejati yang sempurna sejak awal, yang tidak memerlukan penjelasan dan penilaian historis dalam hal posisi yang ditempatinya atau peran yang dimainkannya dalam suatu proses perkembangan. Semua hal pokok agama ini — nama, iman dan amal, ibadah, akidah, dan sistem keyakinan — diberikan oleh Wahyu dan ditafsirkan serta ditunjukkan oleh Nabi melalui ucapan dan teladan perbuatannya, bukan dari tradisi kultural yang niscaya harus mengalir dalam arus historisisme. Agama Islām sadar akan identitasnya sendiri sejak saat ia diwahyukan. Ketika muncul di panggung sejarah dunia, Islām sudah ‘matang’, tidak membutuhkan proses ‘beranjak dewasa’ menuju kematangan. Agama wahyu hanya dapat berupa agama yang mengenali dirinya sendiri sejak awal; dan pengetahuan diri itu berasal dari Wahyu itu sendiri, bukan dari sejarah. Apa yang disebut sebagai ‘perkembangan’ dalam tradisi keagamaan umat manusia tidak dapat diterapkan pada Islām, karena apa yang diasumsikan sebagai suatu proses perkembangan dalam kasus Islām hanyalah proses penafsiran dan elaborasi yang niscaya terjadi dalam pergiliran generasi kaum beriman dari berbagai bangsa, dan yang merujuk kembali kepada Sumber yang tidak berubah.³ Dengan demikian, pandangan dunia Islām ditandai oleh keaslian dan finalitas yang menunjuk pada apa Catatan Kaki
| |||||