Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
Dan Ibnu Wahb berkata:
"Telah mengabarkan kepadaku Hisyam bin Sa'd dari Zaid bin Aslam dari ayahnya, bahwa 'Umar bin al Khaththab raḍiyallāhu 'anhu pernah menunggang seekor bardaun (keledai besar).
Maka ia pun mulai berjalan dengan berlenggak-lenggok di atasnya.
Lalu ia memukul keledai itu, namun keledai tersebut malah semakin berlenggak-lenggok.
Maka 'Umar turun darinya dan berkata:
'Tidaklah kalian menaikkanku kecuali di atas seekor syaitan.
Aku tidak turun darinya sampai aku merasa asing terhadap diriku sendiri.'"
Sanadnya shahih.
Adapun kata ar rajīm berbentuk fa'īl dengan makna maf'ūl, artinya:
"Yang dirajam, yang diusir dari segala bentuk kebaikan,"
sebagaimana firman Allah Ta'ala:
"Dan sungguh Kami telah menghiasi langit dunia dengan lampu-lampu, dan Kami jadikan ia sebagai alat pelempar terhadap syaitan-syaitan."
(QS. al Mulk: 5)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit dunia dengan hiasan, yaitu bintang-bintang.
Dan (sebagai) penjagaan dari setiap syaitan yang durhaka.
Mereka tidak dapat mendengar (pembicaraan) para malaikat yang tinggi dan mereka dilempari dari segala penjuru.
Sebagai bentuk pengusiran, dan bagi mereka azab yang terus menerus.
Kecuali siapa yang mencuri pendengaran, maka ia dikejar oleh semburan api yang terang."
(QS. ash Shaffāt: 6–10)
Dan Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sungguh Kami telah menciptakan gugusan-gugusan bintang di langit dan Kami telah menghiasinya bagi orang-orang yang memandang.
Dan Kami menjaganya dari setiap syaitan yang terkutuk.
Kecuali siapa yang mencuri-curi pendengaran, maka ia akan diikuti oleh semburan api yang nyata."
(QS. al Hijr: 16–18)
Dan ayat-ayat lainnya semisal itu.
Ada juga yang mengatakan bahwa rajīm bermakna rājim (yang melempar),
karena syaitan melemparkan kepada manusia berbagai bisikan, was-was, dan keburukan.
Namun makna pertama (yaitu yang dirajam) lebih masyhur dan lebih shahih.
Surah Al-Fatihah (1): Ayat 1
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (1)
"Bismillahir Rahmanir Rahim" (Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Dengan kata-kata ini, para sahabat memulai kitab Allah, dan para ulama sepakat bahwa ini adalah bagian dari ayat dalam Surah An-Naml. Namun, mereka berbeda pendapat tentang apakah ini merupakan ayat yang berdiri sendiri di awal setiap surah, atau jika ia ditulis pada awal setiap surah sebagai bagian dari surah tersebut, atau apakah ini bagian dari setiap surah secara keseluruhan, atau apakah hanya berlaku untuk Surah Al-Fatihah saja, bukan yang lainnya. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa ia hanya ditulis untuk pemisahan antara surah, bukan sebagai ayat yang berdiri sendiri, yang merupakan pandangan dari sebagian besar ulama terdahulu dan belakangan. Ini dibahas secara lebih mendalam di tempat lain.
Dalam Sunan Abu Dawud, dengan sanad yang shahih, dari Ibnu Abbas, beliau berkata: "Rasulullah SAW tidak mengenal pemisahan antara surah-surah hingga turun Bismillahir Rahmanir Rahim." Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Hakim Abu Abdullah al-Naisaburi dalam Mustadraknya. Dan juga diriwayatkan secara mursal oleh Sa'id bin Jubair.
Dalam Sahih Ibnu Khuzaymah, dari Ummu Salamah, beliau berkata: "Rasulullah SAW membaca basmalah di awal Al-Fatihah dalam shalat dan menganggapnya sebagai ayat." Namun, riwayat ini berasal dari Umar bin Harun al-Balkhi yang lemah, melalui riwayat Ibnu Jarih dari Ibnu Abi Mulaikah dari Ummu Salamah.
Dan juga diriwayatkan oleh al-Daraqutni dari Abu Hurairah, yang juga diriwayatkan serupa dari Ali, Ibnu Abbas, dan lainnya.
Beberapa orang yang dikenal dengan pendapat bahwa basmalah adalah ayat dari setiap surah, kecuali Surah At-Tawbah (Barā'ah), antara lain: Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Zubair, Abu Hurairah, Ali, dan dari kalangan tabi'in: Ata', Tawus, Sa'id bin Jubair, Makhul, al-Zuhri, dan pendapat ini diikuti oleh Abdullah bin Mubarak, al-Syafi'i, Ahmad bin Hanbal dalam salah satu riwayat, Is-haq bin Rahawaih, dan Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam, semoga Allah merahmati mereka.
Sedangkan Malik, Abu Hanifah, dan pengikut mereka berpendapat bahwa basmalah bukanlah ayat dari Al-Fatihah dan bukan pula dari surah lainnya. Al-Syafi'i dalam salah satu riwayat pendapatnya menyatakan bahwa basmalah adalah ayat dari Al-Fatihah, namun bukan dari surah lainnya, dan ada riwayat darinya yang mengatakan bahwa basmalah adalah sebagian ayat yang terdapat di awal setiap surah. Kedua pendapat ini jarang dan lebih asing.
Daud al-Zahiri berpendapat bahwa basmalah adalah ayat yang berdiri sendiri di awal setiap surah, yang juga merupakan riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal dan diriwayatkan oleh Abu Bakr al-Razi dari Abu al-Hasan al-Karkhi, yang keduanya adalah dari ulama besar pengikut Abu Hanifah, semoga Allah merahmati mereka.
Itulah pembahasan tentang status basmalah sebagai ayat dalam Al-Fatihah atau tidak.