Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : Tafsir Ibnu Katsir - Detail Buku
Halaman Ke : 92
Jumlah yang dimuat : 4377
« Sebelumnya Halaman 92 dari 4377 Berikutnya » Daftar Isi
Arabic Original Text

قَالَ: وَقَالَ آخَرُونَ إِنَّ مَعْنَى ذَلِكَ أَنَّ اللَّهَ أَخْبَرَ عَنِ الْمُنَافِقِينَ أَنَّهُمْ إِذَا خَلَوْا إِلَى مَرَدَتِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ عَلَى دِينِكُمْ فِي تَكْذِيبِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وما جاء به، وإنما نحن بما نظهر لَهُمْ مِنْ قَوْلِنَا لَهُمْ صَدَّقْنَا بِمُحَمَّدٍ عَلَيْهِ السلام وما جاء به «١» مستهزئون، فأخبر تَعَالَى أَنَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ فَيَظْهَرُ لَهُمْ مِنْ أَحْكَامِهِ فِي الدُّنْيَا يَعْنِي مِنْ عِصْمَةِ دِمَائِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ خِلَافَ الَّذِي لَهُمْ عِنْدَهُ فِي الْآخِرَةِ يَعْنِي مِنَ الْعَذَابِ وَالنَّكَالِ. ثُمَّ شَرَعَ ابْنُ جَرِيرٍ يُوَجِّهُ هَذَا الْقَوْلَ وَيَنْصُرُهُ لِأَنَّ الْمَكْرَ وَالْخِدَاعَ وَالسُّخْرِيَةَ عَلَى وَجْهِ اللَّعِبِ وَالْعَبَثِ مُنْتَفٍ عَنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِالْإِجْمَاعِ، وَأَمَّا عَلَى وَجْهِ الِانْتِقَامِ وَالْمُقَابَلَةِ بِالْعَدْلِ وَالْمُجَازَاةِ فَلَا يَمْتَنِعُ ذَلِكَ. قَالَ: وَبِنَحْوِ مَا قُلْنَا فِيهِ رُوِيَ الْخَبَرُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ حَدَّثَنَا بِشْرٌ عَنْ أَبِي رَوْقٍ عَنِ الضَّحَّاكِ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ اللَّهُ يَسْتَهْزِئُ بِهِمْ قَالَ: يَسْخَرُ بِهِمْ لِلنِّقْمَةِ مِنْهُمْ. وَقَوْلُهُ تَعَالَى وَيَمُدُّهُمْ فِي طُغْيانِهِمْ يَعْمَهُونَ قَالَ السُّدِّيُّ عَنْ أَبِي مَالِكٍ وَعَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَنْ مُرَّةَ الْهَمْدَانِيِّ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ وَعَنْ أُنَاسٍ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يمدهم يملي لهم. وقال مجاهد: يزيدهم. وقال تَعَالَى: أَيَحْسَبُونَ أَنَّما نُمِدُّهُمْ بِهِ مِنْ مالٍ وَبَنِينَ نُسارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْراتِ بَلْ لَا يَشْعُرُونَ المؤمنون: ٥٥- ٥٦ وقال:

سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لا يَعْلَمُونَ الأعراف: ١٨٢ والقلم: ٤٤ قال بعضهم: كلما أحدثوا ذنبا أحدث لهم نعمة وهي في الحقيقة نقمة وقال تَعَالَى: فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنا عَلَيْهِمْ أَبْوابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذا فَرِحُوا بِما أُوتُوا أَخَذْناهُمْ بَغْتَةً فَإِذا هُمْ مُبْلِسُونَ. فَقُطِعَ دابِرُ الْقَوْمِ الَّذِينَ ظَلَمُوا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ الأنعام: ٤٤- ٤٥ قال ابن جرير: والصواب نزيدهم عَلَى وَجْهِ الْإِمْلَاءِ وَالتَّرْكِ لَهُمْ فِي عُتُوِّهِمْ وتمردهم كَمَا قَالَ تَعَالَى وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصارَهُمْ كَما لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيانِهِمْ يَعْمَهُونَ الْأَنْعَامِ: ١١٠ وَالطُّغْيَانُ: هُوَ الْمُجَاوَزَةُ فِي الشَّيْءِ كَمَا قَالَ تَعَالَى: إِنَّا لَمَّا طَغَى الْماءُ حَمَلْناكُمْ فِي الْجارِيَةِ الْحَاقَّةِ: ١١ وَقَالَ الضَّحَّاكُ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ فِي كُفْرِهِمْ يَتَرَدَّدُونَ. وَكَذَا فَسَّرَهُ السُّدِّيُّ بِسَنَدِهِ عَنِ الصَّحَابَةِ وَبِهِ يَقُولُ أَبُو الْعَالِيَةِ وَقَتَادَةُ وَالرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ وَمُجَاهِدٌ وَأَبُو مَالِكٍ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ زَيْدٍ: فِي كُفْرِهِمْ وَضَلَالَتِهِمْ. قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: وَالْعَمَهُ: الضَّلَالُ. يُقَالُ: عَمِهَ فُلَانٌ يَعْمَهُ عَمَهًا وَعُمُوهًا إِذَا ضَلَّ، قَالَ: وَقَوْلُهُ (فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ) فِي ضَلَالِهِمْ وَكُفْرِهِمُ الَّذِي غَمَرَهُمْ دَنَسُهُ وَعَلَاهُمْ رِجْسُهُ يَتَرَدَّدُونَ حَيَارَى ضُلَّالًا لَا يَجِدُونَ إِلَى الْمَخْرَجِ مِنْهُ سبيلا لأن الله قَدْ طَبَعَ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَخَتَمَ عَلَيْهَا وَأَعْمَى أَبْصَارَهُمْ عَنِ الْهُدَى وَأَغْشَاهَا فَلَا يُبْصِرُونَ رُشْدًا وَلَا يَهْتَدُونَ سَبِيلًا «٢» . وَقَالَ بَعْضُهُمْ: الْعَمَى فِي الْعَيْنِ وَالْعَمَهُ فِي الْقَلْبِ، وَقَدْ يُسْتَعْمَلُ الْعَمَى في القلب أيضا قَالَ تَعَالَى: فَإِنَّها لَا تَعْمَى الْأَبْصارُ وَلكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ الحج:٤٦

 


(١) الزيادة من الطبري ١/ ١٦٦.
(٢) الطبري ١/ ١٧٠.

Bahasa Indonesia Translation

Ibnu Jarir berkata: Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa makna dari firman Allah tersebut adalah bahwa Allah memberitakan tentang orang-orang munafik, bahwa jika mereka menyendiri bersama para pembangkang mereka (yakni pemuka-pemuka kekufuran), mereka berkata:
"Kami bersama kalian dalam agama kalian," yakni dalam mendustakan Muhammad ﷺ dan apa yang beliau bawa.
Sedangkan apa yang mereka tampakkan kepada kaum muslimin berupa ucapan, "Kami membenarkan Muhammad ﷺ dan apa yang beliau bawa", itu hanyalah bentuk olok-olok.

Lalu Allah memberitakan bahwa Dia pun mengolok-olok mereka, dengan makna:
Allah tampakkan kepada mereka di dunia seakan-akan mereka diperlakukan seperti orang-orang beriman (misalnya: darah dan harta mereka dilindungi), padahal yang sebenarnya menanti mereka di akhirat adalah azab dan siksa.

Kemudian Ibnu Jarir memulai untuk mengarahkan dan menguatkan pendapat ini, karena sifat makar, tipu daya, dan olok-olok jika dimaknai sebagai permainan atau senda gurau, maka itu mustahil bagi Allah Azza wa Jalla menurut ijma‘.
Namun, jika dimaknai dalam konteks pembalasan, keadilan, dan ganjaran yang setimpal, maka itu tidak mustahil dan sah.

Ia berkata:
Dan makna seperti inilah yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, yakni:

Diriwayatkan oleh Abu Kuraib, dari ‘Utsman, dari Bisyr, dari Abu Rawq, dari adh-Dhahhak, dari Ibnu ‘Abbas, mengenai firman-Nya:
"Allah memperolok-olok mereka,"
ia berkata: "Allah mengejek mereka sebagai bentuk balasan dan siksa terhadap mereka."


Firman-Nya:
"Dan Dia membiarkan mereka dalam kedurhakaan mereka, mereka bingung."

As-Suddi meriwayatkan dari Abu Malik dan Abu Shalih dari Ibnu ‘Abbas, serta dari Murrah al-Hamdani dari Ibnu Mas‘ud, dan dari sekelompok sahabat Nabi ﷺ:
"Dia membiarkan mereka" berarti "Dia memberi mereka tenggang waktu."

Mujahid berkata:
"Dia menambah (kedurhakaan mereka)."
Sebagaimana dalam firman-Nya:

"Apakah mereka mengira bahwa apa yang Kami berikan kepada mereka berupa harta dan anak-anak itu untuk mempercepat kebaikan bagi mereka? Tidak! Mereka tidak sadar."
(Al-Mu’minun: 55–56)

Dan juga:

"Akan Kami biarkan mereka bertahap (dalam siksa) dari arah yang tidak mereka ketahui."
(Al-A‘raf: 182 dan Al-Qalam: 44)

Sebagian ulama berkata:
"Setiap kali mereka melakukan dosa, Allah tambahkan bagi mereka nikmat yang pada hakikatnya adalah bencana."

Sebagaimana firman-Nya:

"Ketika mereka melupakan peringatan yang diberikan kepada mereka, Kami bukakan untuk mereka pintu-pintu segala sesuatu, hingga ketika mereka bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka menjadi putus asa. Maka dihancurkanlah akar-akar kaum yang zalim itu, dan segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam."
(Al-An‘am: 44–45)

Ibnu Jarir berkata:
"Yang benar adalah bahwa Allah menambah mereka dalam bentuk tenggang waktu dan membiarkan mereka dalam pembangkangan dan penentangan mereka."
Sebagaimana firman-Nya:

"Dan Kami balikkan hati mereka dan penglihatan mereka sebagaimana mereka tidak beriman kepadanya pada permulaan, dan Kami biarkan mereka dalam kesesatan mereka bingung."
(Al-An‘am: 110)


Makna "ṭughyān" (طُغْيَان) adalah:
melampaui batas dalam sesuatu, sebagaimana firman-Nya:

"Sesungguhnya ketika air telah melampaui batas, Kami angkut kalian dalam bahtera."
(Al-Ḥāqqah: 11)

Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas:
"Dalam kedurhakaan mereka, mereka bingung," maksudnya:
"Dalam kekufuran mereka, mereka berputar-putar tanpa arah."

Demikian pula ditafsirkan oleh As-Suddi dengan sanadnya dari para sahabat, dan ini juga menjadi pendapat Abu Al-‘Aliyah, Qatadah, Ar-Rabi‘ bin Anas, Mujahid, Abu Malik, dan Abdurrahman bin Zaid:
Bahwa maksudnya adalah dalam kekufuran dan kesesatan mereka.

Ibnu Jarir berkata:
"Al-‘amah (العمه) artinya adalah kesesatan."
Dikatakan: ‘amihah fulānun (فُلَانٌ عَمِهَ) – artinya: orang itu tersesat, dan bentuk lainnya adalah ‘amhan wa ‘umūhan (عَمَهًا وَعُمُوهًا).

Makna dari:

"Dalam kedurhakaan mereka, mereka bingung"
adalah dalam kekufuran dan kesesatan yang telah membanjiri hati mereka dan menutupi mereka dengan kotoran
hingga mereka terombang-ambing dalam kebingungan, tidak menemukan jalan keluar darinya
karena Allah telah menutup hati mereka, menguncinya, dan membutakan pandangan mereka dari petunjuk, serta menutupinya
sehingga mereka tidak bisa melihat jalan yang lurus dan tidak mendapatkan petunjuk.

Sebagian ulama berkata:
"Al-‘amā (العمى) adalah kebutaan pada mata,
sedangkan al-‘amah (العمه) adalah kebutaan pada hati."
Namun, kata ‘amā (buta) juga digunakan untuk menyebut kebutaan hati,
sebagaimana firman Allah Ta‘ala:

"Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang berada di dalam dada."
(Al-Ḥajj: 46)


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 92 dari 4377 Berikutnya » Daftar Isi