Loading...

Maktabah Reza Ervani




Judul Kitab : Tafsir Al Azhar Juz 1- Detail Buku
Halaman Ke : 19
Jumlah yang dimuat : 111

Kalau manusia mau tentu bisa saja. Faham inipun menjalar pula kepada setengah orang Islam di zaman itu. Mereka berkata bahwa al-Quran itu bisa ditandingi, tetapi kita tidak boleh menandinginya. Lantaran itu majulah beberapa ulama ahli balaghah menentang pendapat yang kemasukan itu.

Mereka berkata bahwa tidak ada larangan meniru dan menandingj al-Quran, bahkan disuruh mencoba kalau sanggup (al-Baqarah Surat 2 ayat 23). Pada waktu itulah tampil ke muka pelopor-pelopor ahli balaghah menguraikan keaslian dan keindahan al-Quran itu dari segi balaghahnya, yang tidak dapat ditandingi dan tidak dapat ditukar dan tidak ada pilihan kata lain yang dapat menyamainya.

Timbullah al-Bagillani, dengan bukunya I‘jaz al-Quran, dan menuls pula Abdul Qahir al-Jurjani, buku yang bernama Dalailul Ijaz. Kemudian datang pulalah az-Zamakhsyani dengan tafsirnya yang bernama al-Kasysyaf yang lebih menekankan perhatian kepada kuasa i‘jaz itu pada tiap-tiap ayat.

Kalau orang Arab yang empunya bahasa itu sendiri telah mengaku bahwa tidak ada kesanggupan manusia menandinginya, usahkan mengatasinya, betapa lagi bangsa yang lain, yang memakai bahasa lain?

Sebagaimana kita ketahui, sampai sekarang ada sekelompok kecil bangsa Arab yang memeluk Agama Keristen, yang Sejak zaman Rasul s.a.w. dan zaman sahabat menjadi dzirnmah (di bawah perlindungan Islam); terdapat kira-kira satu setengah juta di Libanon, Suria dan Palestina. Di Mesir terdapat dua juta Keristen-Kopti. Mereka juga memakai bahasa Arab. Di kalangan mereka timbul juga ahli-ahli sastra yang besar. Maka tidaklah ada di kalangan mereka yang sanggup meniru al-Quran, bahkan sebaliknya. Yaitu ahli-ahli sastra mereka selalu menganjurkan bahwa untuk memperkaya kesusasteraan dan memperhalus rasa bahasa, selain mengetahui syair-syair Arab purbakala, untuk memperlengkap diri menjadi penyair dan pujangga, seyogianyalah mengetahui al-Quran.

Maka menjadi kepercayaanlah bagi seluruh bangsa Arab, selama 14 abad sampai sekarang bahwa mereka tidak sanggup menyusun lagi kata lain untuk menandingi balaghah dan fashahat al-Quran. Kelemahan meniru itu bukan karena dilarang, bahkan ditantang supaya dicoba. Maka al-Quran itu sendirilah yang mengelukan lidah dan tangan orang buat menirunya. Orang Arab apabila mendengar orang membaca al-Quran, walaupun dia bukan orang Islam, mesti terpesona oleh balaghahnya dan terpukau oleh makna yang terkandung di dalamnya, dan tenggelamlah perasaan halus mereka kepada butir katanya, susunannya dan gaya bahasanya serta kandungan isinya.

Seorang ahli bahasa yang besar, sastrawan terkemuka di zaman Nabi, yaitu al-Walid bin al-Mughirah seketika diminta oleh Abu Jahal, bagaimana kesannya tentang susun kata al-Quran itu telah menyatakan: “Demi Allah! Tidak ada di dalam kalangan kita yang sepintar saya menilai syair-syair, yang mengenal Rajaznya dan Kadhidnya. Demi Allah! Apa yang diucapkan oleh Muhammad itu tidak dapat diserupakan dengan sembarang syairpun. Demi Allah! Kata-katanya ini manis didengar, indah diucapkan, puncaknya menimbulkan buah, dasarnya memancarkan kesuburan. Perkataan ini selalu di atas dan tidak dapat diatasi, dan yang di bawahnya mesti hancur dibuatnya.”


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?