**Penggunaan Nama yang Sama dengan Sifat dalam Bahasa**
Teks tersebut juga mencatat bahwa dalam beberapa kasus, nama sifat Allah dijadikan sebagai istilah bagi sifat itu sendiri. Sebagai contoh, dalam beberapa konteks, "kemarahan" dan "kemarahan Allah" digunakan secara serupa. Dalam hal ini, "kemarahan" adalah sifat yang dimiliki oleh Allah. Hal yang sama berlaku untuk "kepuasan" dan "kepuasan Allah." Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat Allah adalah bagian dari esensi-Nya dan tidak dapat dipisahkan darinya.
**Allah Memiliki "Nafsu" (Diri):**
Teks ini juga mengemukakan pandangan bahwa Allah memiliki "nafsu." Meskipun kata "nafsu" biasanya digunakan untuk mengacu pada diri manusia yang memiliki keinginan dan hawa nafsu, dalam konteks ini, "nafsu" adalah sifat Allah yang unik. Ini tidak sama dengan "nafsu" manusia yang terbatas dan berubah-ubah. Sifat ini adalah bagian dari esensi Allah dan berbeda dari diri makhluk-Nya.
**Pendapat tentang Sifat Allah dalam Tafsir:**
Pengarang teks merujuk pada Imam Ahmad bin Hanbal dalam menentang pandangan yang mengidentifikasi sifat Allah dengan sifat makhluk. Ia berpendapat bahwa Allah memiliki sifat-sifat-Nya sendiri yang tidak boleh disamakan dengan sifat-sifat makhluk. Contohnya adalah sifat "kemarahan" dan "kepuasan," yang merupakan sifat-sifat Allah sendiri.
**Penafsiran Ayat dalam Al-Quran:**
Pengarang teks menjelaskan cara Imam Ahmad bin Hanbal dan para pengikutnya menafsirkan ayat-ayat Al-Quran yang merujuk kepada sifat-sifat Allah. Mereka berargumen bahwa ayat-ayat tersebut harus dipahami sesuai dengan keyakinan bahwa sifat-sifat Allah adalah bagian dari esensi-Nya dan unik untuk-Nya, dan tidak dapat disamakan dengan sifat-sifat makhluk.
Penting untuk dicatat bahwa pandangan tentang sifat-sifat Allah dapat bervariasi di antara berbagai aliran dalam Islam, dan pendapat yang diungkapkan dalam teks tersebut mewakili salah satu pendekatan dalam sejarah pemikiran Islam.