di sana, mewakili bangsa Indonesia yang berpenduduk 80 juta jiwa. Ketika saya mengunjunginya, Majelis Umum PBB belum lagi bersidang. Namun, tidaklah sepi-sepinya setiap hari dari rapat-rapat sebab PBB mempunyai berbagai bagian dan seksi. Kalau tidak seksi ini yang rapat, tentu seksi itu. Pengunjung untuk melihat pun tidak sunyi-sunyinya dari berbagai bangsa. Pidato diucapkan dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, Tiongkok, dan Spanyol.
Utusan boleh memakai bahasanya sendiri. Terjemahannya telah ada saat itu juga. Di samping kiri tingkat atas, ada duduk para penerjemah bahasa itu, sebanyak bahasa yang telah disebutkan itu. Jika misalnya Visinsky, Wakil Rusia yang terkenal, berbicara dalam bahasa Rusia yang tidak Tuan pahami, putar saja knop di pinggir kursi Tuan, di sana sudah terdengar terjemahan dalam salah satu bahasa yang tersebut tadi. Saya rasa, jika diplomatik Indonesia kelak telah mempunyai orang-orang yang setaraf dengan Anthony Eden atau Visinsky, tentu knop itu akan ditambah satu lagi, yaitu bahasa Indonesia.
Gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa berdiri di pinggir Sungai Hudson yang indah permai. Di seberangnya kelihatanlah negara bagian lain, yaitu New Jersey. Jika Tuan hendak melihat “raksasa kapal”, tinggalkanlah Gedung PBB dan melawatlah dengan mobil ke pelabuhan guna melihat kapal terbesar di zaman ini, yaitu Amerika Serikat. Syukur waktu saya di New York, kapal itu sedang ada, belum datang dari Eropa dan akan berangkat pula kembali ke Eropa. Jika kapal-kapal besar yang termasyhur selama ini seperti Bremen, Normandia, Queen Mary kepunyaan Jerman, Prancis, dan Inggris, disusun di dekat Amerika Serikat, tentulah kapal-kapal itu akan menjadi