Tuan Echols yang amat tawadhu itu telah sudi memakai tenaga mahasiswa-mahasiswa itu untuk membantunya.
Tuan Echols dan Nyonya, serta ketiga anaknya yang masih kecil-kecil telah menyambut kami laksana menyambut saudaranya.
Dr. Echols telah memberi saya kehormatan, mengundang saya memberikan dua kali kuliah tentang perkembangan bahasa Indonesia di hadapan beberapa mahasiswa laki-laki dan perempuan yang sedang asyik mempelajarinya. Saya sudah buka tarikhnya bahwa bahasa ini telah tua, yakni sejak Kerajaan Sriwijaya. Saya terangkan jasa-jasa Pujangga Lama, sejak Hamzah Fansuri sampai kepada Abdul Kadir Munsyi. Sekarang terjadi persimpangan jalan di antara bahasa Melayu lama menjadi bahasa Melayu di Malaya dengan bahasa Indonesia di Indonesia. Namun, kami tetap bersatu dalam Abdul Kadir Munsui, laksana seluruh bangsa yang berbahasa Inggris telah berbeda sedikit-sedikit langgamnya, tetapi mereka bersatu kembali dalam Shakespeare dan Milton. Demikian simpulan kuliah saya.
Saat saya menjadi tamu di dalam rumah keluarga Echols, bertemulah saya bukti bahwasanya kemanusiaan di dunia adalah satu dan budi baik pun menjadi bukti yang pertama dalam perjalanan di Amerika. Perbedaan warna kulit, kebangsaan, dan agama, hilang sama sekali berganti dengan kasih sayang dan saling hormat karena jiwa yang terbuka. Setelah selesai perlawatan di Cornell University itu, kami melanjutkan perjalanan pula ke Buffalo karena hendak mengunjungi air terjun yang terkenal, Niagara.
Di sini pun kami menjadi tamu dari keluarga Brill, seorang penganut dan guru dari madzhab Guaker, dengan nyonya dan dua anak perempuannya. Persahabatan kami dengan