Loading...

Maktabah Reza Ervani




Judul Kitab : Tafsir al Mishbah Jilid 1- Detail Buku
Halaman Ke : 17
Jumlah yang dimuat : 623

Pengantar Pendapat ini tidak dapat diterima, karena seperti dikemukakan di atas, riwayat-riwayat membuktikan bahwa bukan sahabat Nabi saw., bahkan bukan pula Nabi Muhammad saw. atau malaikat Jibril as. yang menyusun sistematika perurutan ayat dan surah, tetapi yang menyusunnya adalah Allah swt. sendiri. Khusus untuk kasus OS. al-Ghasyiyah, bagaimana mungkin penempatannya dilakukan oleh para penulis al-Gur'an, sedangkan, surah itu turun di Mekkah, jauh sebelum pengumpulan al-Qur'an pada masa Abu Bakr dan “Utsman ra. Bagaimana mungkin mereka yang menyusunnya, padahal surah ini amat sering dibaca oleh Nabi saw. Bukankah beliau membacanya setiap malam dalam shalat witir, sebagaimana diriwayatkan oleh sekian banyak ulama hadits dan melalui sekian banyak sahabat Nabi saw.? Dan tentu ini diikuti oleh sahabat-sahabat beliau, bahkan hingga kini oleh umatnya. Nabi saw. juga membacanya pada shalat “Idul Fithri yang tentu didengar sesuai dengan susunan itu oleh ribuan — kalau enggan berkata puluhan ribu — umat Islam? Memang benar, ada rima yang berbeda dalam rangkaian ayat-ayat yang ditemukan dalam satu tempat. Ini bukan saja dalam rangka membuktikan bahwa al-Qur'an bukan syair sebagaimana dituduhkan sementara kaum musyrikin, tetapi juga untuk tidak menimbulkan kejenuhan mendeggar atau membaca ayat-ayat yang rimanya terus-menerus sama, dan yang lebih penting dari itu, pergantian rima itu dapat menyentak, sehingga melahirkan perhatian bagi pembaca atau pendengarnya, menyangkut pesan yang dikandung ayat yang berbeda rimanya itu. Kendati demikian, tidak dapat disangkal bahwa ada ayat-ayat alQur'an yang menimbulkan pertanyaan tentang penempatannya. Seperti surah al-Ghasyiyah yang dijadikan salah satu contoh oleh orientalis Bell. Kita juga dapat menunjuk surah al-Baqarah yang berbicara tentang haramnya babi sambil menggandengkannya dengan uraian tentang ancaman terhadap yang enggan menyebarluaskan pengetahuan, anjuran bersedekah, kewajiban menegakkan hukum, wasiat sebelum mati, kewajiban memelihara hubungan suami istri, dan seterusnya yang — menurut para kritikus — tidak saling berkait. Menanggapi pertanyaan dan kritik itu, lahirlah satu bahasan khusus dalam studi al-Qur'an yang dinamai timu al-munåsabah, yang intinya adalah menjawab pertanyaan “Mengapa ayat atau surah itu ditempatkan setelah ayat atau surah ini?” XX


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?