Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
Di antara para fugaha ada yang berpendapat bahwa hadis yang terdapat pada surat Ibnu Amr bin Hazm dimansukh dengan hadis yang terdapat pada surat Abu Bakr dan Umar. Ibnu Taimiah telah menguat- kan kaul Jumhur yang diambil al-Syafi'i, al-Auza'i, Ahmad dan ulama- ulama hadis lainnya bahwa dalam hal ini mereka mengikuti sunnah Nabi 5.a.w. dan para khalifahnya, mereka mengambil jalan tengah dari 3 kaul (tersebut) atau mengambil kaul yang lebih kuat dalam masalah ternak yang digembalakan yaitu mereka mengambil ketentuan unta sesuai dengan surat Abu Bakr as-Siddig r.a. dan para pengikutnya yang isinya: bahwa pada jumlah unta yang banyak, 40 ekor unta zakatnya seekor anak unta betina (umur 2 tahun lebih) dan 50 ekor zakatnya seekor anak unta betina (umur 3 tahun lebih). Sebab hal itu adalah dua perintah terakhir dari Rasulullah s.a.w., berbeda dengan surat yang isinya mengandung batas permulaan wajib zakat di atas jumlah 120 ekor. Surat tersebut sebenarnya lebih terdahulu dari surat Abu Bakr, sebab dipergunakannya oleh Amr bin Hazm di negeri Najran beberapa waktu sebelum wafat Rasulullah s.a.w. Adapun surat Abu Bakr, adalah surat yang ditulis oleh Nabi sendiri, hanya tidak dikeluarkan melalui para petugas zakat, baru dikeluarkannya oleh Abu Bakr 1.a.! Ibnu Taimiah dalam hal ini tidak mengemukakan kelemahan surat Amr bin Hazm, akan tetapi, ia menyatakannya bahwa suratnya itu dimansukh. Surat itu dibuat terlebih dahulu, sedang surat Abu Bakr dan Umar dibuat kemudian. Kaedahnya ialah: Apabila dua nash yang tetap bertentangan, tidak mungkin adanya kesatuan antara keduanya, sedang masing-masing riwayatnya diketahui, maka yang terakhir dipandang sebagai nasikh terhadap yang terdahulu. Dari semuanya ini jelaslah, bahwa huijah yang paling kuat adalah mazhab Jumhur, karena dalil-dalilnya lebih banyak dari mazhab Hanafiah. Hal ini dikemukakan oleh para penulis dari ulama mereka yang menguat- kan mazhab Jumhur, seperti al-'Allamah al-Syaikh Abdul Ali yang digelari Bahru al-Ulum, al-Laknawi, al-Hindi dalam Rasa'il al-Arkan al-'Arba'ah, balaman 170-171. Yang menolak pendapat Ali bin al-Humam, kemudian diakhir pembicaraannya ia berkata: “Maka yang lebih kuat adalah apa yang dikemukakan Imam Syafi'i dan Imam Ahmad.? Mazhab al-Thabari Imam Abu Ja'far al-Thabari sebagai mazhab penengah berpendapat bahwa ia membenarkan pendapat dua mazhab, mazhab Syafi'i beserta pula para ulama hadis, dan mazhab Abu Hanifah beserta pengikutny: