Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
Penulis: Steven Glazer
Sumber : Journal of Palestine Studies Vol.9 No. 4 Summer 1980
Pertanyaan historis mengenai mengapa mayoritas besar rakyat Palestina meninggalkan rumah mereka pada tahun 1948 bukan hanya sekadar persoalan sejarah, melainkan juga memperoleh makna tambahan karena keterlibatan para pihak yang berseteru. Baik juru bicara maupun pendukung Palestina dan Israel, dengan benar atau salah, berusaha mengaitkan peristiwa 1948 dengan klaim mereka atas tanah hingga hari ini. Untuk melakukan itu, masing-masing pihak menyusun versi cerita yang berbeda dan menarik kesimpulan sesuai kepentingannya.
Tulisan ini tidak bertujuan lebih dari sekadar menelaah penjelasan yang saling bertentangan mengenai eksodus tersebut serta mencoba menawarkan analisis yang lebih runtut. Bukan pula menjadi tujuan saya untuk menarik evaluasi langsung mengenai hak-hak bangsa Palestina dari analisis ini. Sesungguhnya, bila pertanyaan mendasar dalam konflik Palestina adalah keberadaan Zionisme di wilayah itu, maka episode ini paling jauh hanya dapat dipandang sebagai cerminan sebagian dari cara pandang Zionis, bukan sebagai penentu utama sebagaimana kerap digembar-gemborkan. Sebab, selama Israel belum dapat berdamai dengan lingkungan regional tempat ia berada dan diterima oleh penduduk asli, khususnya rakyat Palestina, maka penyelesaian konflik tidak dapat dibayangkan. Dengan demikian, sia-sia berharap bahwa satu episode dalam benturan tujuh puluh tahun antara Zionisme dan nasionalisme Palestina bisa menjelaskan atau membenarkan seluruh persoalan.
Steven Glazer adalah kandidat doktor (Ph.D.) bidang Sejarah di Georgetown University, Washington, D.C.
id) oleh admin pada 20 September 2025 - 05:22:36.Penulis: Steven Glazer
Sumber : Journal of Palestine Studies Vol.9 No. 4 Summer 1980
Pertanyaan historis mengenai mengapa mayoritas besar rakyat Palestina meninggalkan rumah mereka pada tahun 1948 bukan hanya sekadar persoalan sejarah, melainkan juga memperoleh makna tambahan karena keterlibatan para pihak yang berseteru. Baik juru bicara maupun pendukung Palestina dan Israel, dengan benar atau salah, berusaha mengaitkan peristiwa 1948 dengan klaim mereka atas tanah hingga hari ini. Untuk melakukan itu, masing-masing pihak menyusun versi cerita yang berbeda dan menarik kesimpulan sesuai kepentingannya.
Tulisan ini tidak bertujuan lebih dari sekadar menelaah penjelasan yang saling bertentangan mengenai eksodus tersebut serta mencoba menawarkan analisis yang lebih runtut. Bukan pula menjadi tujuan saya untuk menarik evaluasi langsung mengenai hak-hak bangsa Palestina dari analisis ini. Sesungguhnya, bila pertanyaan mendasar dalam konflik Palestina adalah keberadaan Zionisme di wilayah itu, maka episode ini paling jauh hanya dapat dipandang sebagai cerminan sebagian dari cara pandang Zionis, bukan sebagai penentu utama sebagaimana kerap digembar-gemborkan. Sebab, selama Israel belum dapat berdamai dengan lingkungan regional tempat ia berada dan diterima oleh penduduk asli, khususnya rakyat Palestina, maka penyelesaian konflik tidak dapat dibayangkan. Dengan demikian, sia-sia berharap bahwa satu episode dalam benturan tujuh puluh tahun antara Zionisme dan nasionalisme Palestina bisa menjelaskan atau membenarkan seluruh persoalan.
Steven Glazer adalah kandidat doktor (Ph.D.) bidang Sejarah di Georgetown University, Washington, D.C.
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #14 | 20 Sep 2025, 05:22:36 | id | admin | Tervalidasi | — |
Eksodus Palestina tahun 1948Penulis: Steven Glazer Sumber : Journal of Palestine Studies Vol.9 No. 4 Summer 1980 Pertanyaan historis mengenai mengapa mayoritas besar rakyat Palestina meninggalkan rumah mereka pada tahun 1948 bukan hanya sekadar persoalan sejarah, melainkan juga memperoleh makna tambahan karena keterlibatan para pihak yang berseteru. Baik juru bicara maupun pendukung Palestina dan Israel, dengan benar atau salah, berusaha mengaitkan peristiwa 1948 dengan klaim mereka atas tanah hingga hari ini. Untuk melakukan itu, masing-masing pihak menyusun versi cerita yang berbeda dan menarik kesimpulan sesuai kepentingannya. Tulisan ini tidak bertujuan lebih dari sekadar menelaah penjelasan yang saling bertentangan mengenai eksodus tersebut serta mencoba menawarkan analisis yang lebih runtut. Bukan pula menjadi tujuan saya untuk menarik evaluasi langsung mengenai hak-hak bangsa Palestina dari analisis ini. Sesungguhnya, bila pertanyaan mendasar dalam konflik Palestina adalah keberadaan Zionisme di wilayah itu, maka episode ini paling jauh hanya dapat dipandang sebagai cerminan sebagian dari cara pandang Zionis, bukan sebagai penentu utama sebagaimana kerap digembar-gemborkan. Sebab, selama Israel belum dapat berdamai dengan lingkungan regional tempat ia berada dan diterima oleh penduduk asli, khususnya rakyat Palestina, maka penyelesaian konflik tidak dapat dibayangkan. Dengan demikian, sia-sia berharap bahwa satu episode dalam benturan tujuh puluh tahun antara Zionisme dan nasionalisme Palestina bisa menjelaskan atau membenarkan seluruh persoalan. Steven Glazer adalah kandidat doktor (Ph.D.) bidang Sejarah di Georgetown University, Washington, D.C. | |||||