الأدلة على جواز الغيبة لغرض شرعي
Dalil-Dalil Tentang Bolehnya Ghibah untuk Tujuan yang Syar’i (Bagian Pertama)
Alih Bahasa oleh : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Dalil-Dalil Tentang Bolehnya Ghibah untuk Tujuan yang Syar’i ini masuk dalam Kategori Tanya Jawab
السؤال
Pertanyaan:
قيل في العقيدة الطحاوية: القدح ليس بغيبة في ستة: متظلم, ومعرف, ومحذر ومجاهرا فسقا, ومستفت، ومن طلب الإعانة في إزالة منكر.
Disebutkan dalam Aqidah Thahawiyah: celaan bukanlah ghibah dalam enam keadaan: orang yang dizalimi, orang yang dikenal, orang yang diperingatkan, orang yang menampakkan kefasikan, orang yang meminta fatwa, dan orang yang meminta bantuan untuk menghilangkan kemungkaran.
ولكن عندما قلته لأحد الناس طلب أدلة الكلام من القرآن والسنة فهل هناك أدلة ممكن أن تزودونا بها؟
Namun ketika saya sampaikan hal itu kepada seseorang, ia meminta dalil dari Al Quran dan Sunnah. Apakah ada dalil yang bisa kalian berikan kepada kami?
الإجابــة
Jawaban:
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه، أما بعد:
Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga, dan para sahabat beliau, amma ba’du:
فهذان البيتان ليسا في متن العقيدة الطحاوية، ولكن ذكرهما كثير من أهل العلم وهما نظم للمواضع الستة التي ذكر العلماء أن الغيبة تجوز فيها.
Dua bait syair ini tidak terdapat dalam matan Aqidah Thahawiyah, namun banyak ulama yang menyebutkannya sebagai nazham tentang enam keadaan yang disebutkan ulama bahwa ghibah dibolehkan di dalamnya.
وقد بين النووي في رياض الصالحين هذه المواضع وذكر أدلة جواز ذلك فقال رحمه الله:
Imam An-Nawawi dalam kitab Riyadhus Shalihin telah menjelaskan keadaan-keadaan tersebut dan menyebutkan dalil-dalil bolehnya, beliau berkata rahimahullah:
اعلم أن الغيبة تباح لغرض صحيح شرعي لا يمكن الوصول إليه إلا بها وهو ستة أسباب:
Ketahuilah bahwa ghibah dibolehkan karena tujuan yang benar dan syar’i yang tidak bisa dicapai kecuali dengan ghibah. Dan itu ada enam sebab:
الأول: التظلم فيجوز للمظلوم أن يتظلم إلى السلطان والقاضي وغيرهما ممن له ولاية أو قدرة على إنصافه من ظالمه فيقول : ظلمني فلان بكذا
Pertama: Mengadu karena dizalimi. Maka boleh bagi orang yang dizalimi untuk mengadu kepada penguasa, hakim, atau selain mereka yang memiliki kewenangan atau kemampuan untuk menegakkan keadilan baginya dari orang yang menzalimnya, dengan mengatakan: Fulan menzalimiku dengan ini dan itu.
الثاني: الاستعانة على تغيير المنكر ورد العاصي إلى الصواب فيقول لمن يرجو قدرته على إزالة المنكر: فلان يعمل كذا فازجره عنه ونحو ذلك، ويكون مقصوده التوصل إلى إزالة المنكر فإن لم يقصد ذلك كان حراما.
Kedua: Meminta bantuan untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang bermaksiat kepada kebenaran. Maka ia berkata kepada orang yang diharapkan mampu menghilangkan kemungkaran: Fulan melakukan ini dan itu, cegahlah dia darinya. Tujuannya adalah untuk bisa menghilangkan kemungkaran. Jika tidak bermaksud demikian maka hukumnya haram.
الثالث: الاستفتاء فيقول للمفتي : ظلمني أبي أو أخي أو زوجي أو فلان بكذا فهل له ذلك ؟ وما طريقي في الخلاص منه وتحصيل حقي ودفع الظلم ؟ ونحو ذلك فهذا جائز للحاجة؛ ولكن الأحوط والأفضل أن يقول : ما تقول في رجل أو شخص أو زوج كان من أمره كذا ؟ فإنه يحصل به الغرض من غير تعيين، ومع ذلك فالتعيين جائز كما سنذكره في حديث هند ( انظر الحديث رقم 1532 ) إن شاء الله تعالى.
Ketiga: Meminta fatwa. Ia berkata kepada seorang mufti: Ayahku, saudaraku, suamiku, atau fulan menzalimiku dengan ini dan itu, apakah dia boleh melakukannya? Apa jalan keluarku untuk terbebas darinya, mendapatkan hakku, dan menolak kezalimannya? Dan semisal itu. Maka hal ini boleh karena kebutuhan. Namun yang lebih hati-hati dan utama adalah ia berkata: Apa pendapat Anda tentang seorang laki-laki, atau seseorang, atau seorang suami yang melakukan demikian dan demikian? Dengan cara itu tujuan tercapai tanpa harus menyebut nama. Meskipun demikian, menyebutkan nama tetap boleh, sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Hindun (lihat hadits no. 1532) insya Allah Ta’ala.
الرابع: تحذير المسلمين من الشر ونصيحتهم وذلك من وجوه منها: جرح المجروحين من الرواة والشهود وذلك جائز بإجماع المسلمين بل واجب للحاجة.
Keempat: Memperingatkan kaum Muslimin dari keburukan dan menasihati mereka. Hal ini ada beberapa bentuk, di antaranya adalah menyebutkan cacat para perawi dan saksi. Hal ini dibolehkan dengan ijma’ kaum Muslimin, bahkan wajib jika ada kebutuhan.
ومنها: المشاورة في مصاهرة إنسان أو مشاركته أو إيداعه أو معاملته أو غير ذلك، أو مجاورته ويجب على المشاور أن لا يخفي حاله بل يذكر المساوئ التي فيه بنية النصيحة.
Dan di antaranya adalah bermusyawarah tentang pernikahan dengan seseorang, atau bersekutu dengannya, atau menitipkan barang kepadanya, atau bertransaksi dengannya, atau selain itu, atau bertetangga dengannya. Maka wajib bagi orang yang dimintai pendapat untuk tidak menyembunyikan keadaannya, tetapi menyebutkan keburukan yang ada padanya dengan niat menasihati.
ومنها: إذا رأى متفقها يتردد إلى مبتدع أو فاسق يأخذ عنه العلم وخاف أن يتضرر المتفقه بذلك فعليه نصيحته ببيان حاله بشرط أن يقصد النصيحة، وهذا مما يغلط فيه وقد يحمل المتكلم بذلك الحسد ويلبس الشيطان عليه ذلك ويخيل إليه أنه نصيحة فليتفطن لذلك.
Dan di antaranya: jika seseorang melihat seorang penuntut ilmu sering mendatangi ahli bid’ah atau orang fasik untuk mengambil ilmu darinya, dan ia khawatir penuntut ilmu itu akan terkena mudarat karenanya, maka wajib menasihatinya dengan menjelaskan keadaan orang tersebut dengan syarat ia benar-benar meniatkan nasihat. Hal ini sering disalahpahami; terkadang orang yang berbicara tentang hal ini terdorong oleh rasa dengki, lalu setan memperdayainya dan membuatnya menyangka bahwa itu adalah nasihat. Karena itu hendaknya ia berhati-hati.
ومنها: أن يكون له ولاية لا يقوم بها على وجهها إما بأن لا يكون صالحا لها، وإما بأن يكون فاسقا أو مغفلا ونحو ذلك فيجب ذكر ذلك لمن له عليه ولاية عامة ليزيله ويولي من يصلح أو يعلم ذلك منه ليعامله بمقتضى حاله ولا يغتر به وأن يسعى في أن يحثه على الاستقامة أو يستبدل به.
Dan di antaranya: jika seseorang memiliki jabatan/amanah tetapi tidak menjalankannya dengan benar, baik karena ia tidak layak untuk itu, atau karena ia fasik atau lalai, dan semisalnya, maka wajib menyebutkan keadaannya kepada orang yang memiliki kewenangan umum atasnya agar ia bisa diberhentikan dan digantikan dengan orang yang layak. Atau agar orang-orang mengetahui keadaannya sehingga mereka memperlakukannya sesuai kondisinya dan tidak tertipu olehnya, serta agar berusaha mendorongnya kepada kebaikan atau menggantinya dengan yang lebih baik.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : IslamWeb
Leave a Reply