Rukun Khutbah Jumat dalam Mazhab Syafi’i dan Ahmad (2)



أركان خطبة الجمعة في مذهبي الشافعي وأحمد رحمهما الله

Rukun Khutbah Jumat dalam Mazhab Syafi’i dan Ahmad Rahimahumallah (Bagian Kedua)

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Rukun Khutbah Jumat dalam Mazhab Syafi’i dan Ahmad ini termasuk dalam Kategori Tanya Jawab

الإجابــة (تتمة)

Jawaban (lanjutan):

بل قال في حاشية الروض: ولا نزاع في ذلك. والأظهر استحباب الدعاء لا ركنيته كما هو مذهب الجماهير لأنه لا ينهض دليل على إثبات الركنية.

Bahkan disebutkan dalam Hasyiyah Ar-Raudh: “Tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Yang lebih kuat adalah bahwa doa itu disunnahkan, bukan termasuk rukun, sebagaimana mazhab jumhur, karena tidak ada dalil yang cukup kuat untuk menetapkan bahwa ia merupakan rukun.”

وزاد فقهاء الجنابلة الجهر بالخطبة بحيث يسمع العدد المعتبر وموالاتها مع الصلاة وهذان معتبران عند الشافعية كذلك ولكن يعبر عنهما بالشروط.

Para fuqaha Hanabilah juga menambahkan kewajiban mengeraskan suara khutbah agar terdengar oleh jumlah jamaah yang mencukupi, serta berdekatan antara khutbah dan shalat. Kedua hal ini juga diperhitungkan dalam mazhab Syafi’i, tetapi diungkapkan dengan istilah syarat, bukan rukun.

ونشير هنا إلى أنه قد ذكر العلامة ابن قاسم في حاشية الروض أن شيخ الإسلام وتلميذه ابن القيم يختاران وجوب الشهادتين في الخطبة, ويدل له ما رواه أبو داود في سننه أنه صلى الله عليه وسلم قال:

Kami juga menunjukkan bahwa Al-‘Allamah Ibnu Qasim dalam *Hasyiyah Ar-Raudh* menyebutkan bahwa Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah) dan muridnya Ibnu Qayyim memilih pendapat wajibnya dua kalimat syahadat dalam khutbah. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya:

كل خطبة ليس فيها تشهد فهي كاليد الجذماء, 

“Setiap khutbah yang tidak terdapat di dalamnya syahadat, maka ia seperti tangan yang terpotong.”

قال ابن قاسم: قال في المبدع: ويتعين أن يشهد أنه عبد الله ورسوله, وهو قول للمجد وغيره, 

Ibnu Qasim berkata: “Dalam Al-Mubdi‘ disebutkan: harus bersyahadat bahwa ia (Muhammad ﷺ) adalah hamba dan utusan Allah.” Ini juga pendapat Al-Majd dan yang lainnya.

وأوجب شيخ الإسلام وتلميذه وغيرهما الشهادتين في الخطبة, وهما مشروعتان في الخطاب والثناء, قالوا: وكيف لا يجب التشهد الذي هو عقد الإسلام في الخطبة, وهو أفضل كلماتها, فتأكد هنا ذكر الشهادة له -صلى الله عليه وسلم- لدلالته عليه ولأنه إيمان به, والصلاة عليه دعاء له ومشروعيتها أمر معروف عند الصحابة رضي الله عنهم.

Syaikhul Islam, muridnya, dan ulama lainnya mewajibkan dua kalimat syahadat dalam khutbah, karena keduanya disyariatkan dalam bentuk pujian dan pengagungan. Mereka berkata: “Bagaimana mungkin syahadat — yang merupakan ikatan Islam — tidak diwajibkan dalam khutbah, padahal itu adalah kalimat terbaik di dalamnya. Maka sangat ditekankan untuk menyebut syahadat kepada Rasulullah ﷺ karena kandungannya menunjukkan keimanan kepadanya, dan shalawat kepadanya merupakan doa baginya, yang disyariatkan secara jelas pada masa para sahabat radhiyallahu ‘anhum”

وقال ابن القيم: خصائص الجمعة الخطبة التي يقصد بها الثناء على الله وتمجيده والشهادة له بالوحدانية, ولرسوله بالرسالة, وتذكير العباد بأيامه وتحذيرهم من بأسه ونقمته, ووصيتهم بما يقربهم إليه وإلى جناته, ونهيهم عما يقربهم من سخطه وناره, فهذا هو مقصود الخطبة والاجتماع لها””

Ibnu Qayyim berkata: “Di antara kekhususan hari Jumat adalah khutbah, yang dimaksudkan untuk memuji Allah dan mengagungkan-Nya, bersaksi atas keesaan-Nya, serta atas kerasulan Nabi-Nya, mengingatkan para hamba akan hari-hari Allah, memperingatkan mereka dari azab dan murka-Nya, memberi wasiat agar mereka mendekat kepada-Nya dan surga-Nya, serta melarang mereka dari hal-hal yang mendekatkan kepada kemurkaan dan neraka-Nya. Inilah tujuan dari khutbah dan sebab orang berkumpul untuknya.”

قال شيخ الإسلام وغيره: لا يكفي في الخطبة ذم الدنيا, وذكر الموت, لأنه لا بد من اسم الخطبة عرفاً بما يحرك القلوب ويبعث بها إلى الخير. وذم الدنيا والتحذير منها مما تواصى به منكروا الشرائع, بل لا بد من الحث على الطاعة والزجر عن المعصية والدعوة إلى الله والتذكير بآلائه,

Syaikhul Islam dan ulama lainnya berkata: “Tidak cukup dalam khutbah hanya mencela dunia atau menyebut kematian, karena khutbah harus memenuhi makna secara ‘urf (kebiasaan) sebagai sesuatu yang menggerakkan hati dan mendorongnya kepada kebaikan. Mencela dunia dan memperingatkan darinya adalah hal yang juga dilakukan oleh para penentang syariat. Maka wajib adanya anjuran untuk taat, larangan dari maksiat, seruan kepada Allah, dan pengingat akan nikmat-nikmat-Nya.”

وقال: ولا تحصل الخطبة باختصار يفوت به المقصود, وقد طال العهد وخفي نور النبوة على الكثير, فرصّعوا الخطب بالتسجيع والفِقَر وعلم البديع فعدم حظ القلوب منها وفات المقصود بها, وقد كان صلى الله عليه وسلم إذا خطب احمرت عيناه وعلا صوته واشتد غضبه حتى كأنه منذر جيش يقول: صبحكم ومساكم.

Beliau juga berkata: “Khutbah tidak akan terwujud jika terlalu singkat hingga maksudnya hilang. Zaman telah lama berlalu dan cahaya kenabian telah samar bagi banyak orang. Lalu mereka menghiasi khutbah dengan kalimat berirama, permainan kata, dan ilmu balaghah, sehingga hati kehilangan manfaat darinya dan tujuan khutbah pun hilang. Dahulu Nabi ﷺ ketika berkhutbah, kedua matanya memerah, suaranya meninggi, dan kemarahannya tampak, seakan-akan beliau memperingatkan pasukan: ‘Pagi telah datang kepada kalian, atau petang telah datang kepada kalian.’”

وذكر ابن القيم وغيره أن خطبه صلى الله عليه وسلم إنما كانت تقريراً لأصول الإيمان من الإيمان بالله وملائكته وكتبه ورسله ولقائه, وذكر الجنة والنار, وما أعد الله لأوليائه وأهل طاعته, وما أعد لأعدائه وأهل معصيته,

Ibnu Qayyim dan yang lainnya juga menyebutkan bahwa khutbah Nabi ﷺ berisi penegasan pokok-pokok iman: beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan hari pertemuan dengan-Nya; menyebut surga dan neraka, apa yang Allah sediakan bagi para wali dan orang taat kepada-Nya, serta apa yang disediakan bagi musuh-musuh dan para pelanggar-Nya.

ودعوة إلى الله وتذكير بآلائه التي تحببه إلى خلقه, وأيامه التي تخوفهم من بأسه, وأمراً بذكره وشكره الذي يحببهم إليه, فيملأ القلوب من خطبته إيماناً وتوحيدا, ومعرفة بالله وآياته وآلائه وأيامه ومحبة لذكره وشكره, فينصرف السامعون وقد أحبوا الله وأحبهم.

Khutbah beliau berisi seruan kepada Allah, pengingat akan nikmat-nikmat-Nya yang membuat hamba mencintai-Nya, serta peringatan akan hari-hari-Nya yang menimbulkan rasa takut terhadap azab-Nya; juga perintah untuk mengingat dan bersyukur kepada-Nya yang membuat mereka dicintai oleh-Nya. Maka hati para pendengar khutbah beliau dipenuhi dengan iman, tauhid, dan pengetahuan tentang Allah, ayat-ayat-Nya, nikmat-nikmat-Nya, serta hari-hari-Nya, disertai kecintaan untuk mengingat dan bersyukur kepada-Nya. Mereka pun keluar dari khutbah dengan hati yang mencintai Allah, dan Allah mencintai mereka.

والله أعلم.

Wallahu a’lam.

Sumber : IslamWeb

 



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.