Al Isti’aarah Al Murosysyahah di Surah Al Baqarah ayat 16



Al Isti’aarah Al Murosysyahah di Surah Al Baqarah ayat 16

Catatan Belajar Oleh : Reza Ervani bin Asmanu

w

Jenis tasybih atau metafora lainnya adalah Al Isti’aarah Al Murosysyahah. Yakni setelah mengganti musyabbah bihi dengan sesuatu yang serupa maknanya, kemudian memberikan penegasan yang sesuai dengan musyabbah bihi-nya.

Sebagaimana yang pernah kita bahas sebelumnya, salah satu fungsi isti’aarah (metafora) adalah menekankan makna yang lebih kuat daripada makna aslinya.

Misalnya dalam Surah Al Baqarah ayat 16

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلَالَةَ بِالْهُدَىٰ فَمَا رَبِحَت تِّجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ

Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.

Pada ayat tersebut kita melihat kalimat “membeli kesesatan dengan petunjuk”, ini bisa diserupakan dengan menukar suatu barang, maka kata “membeli” disebut musyabbah bihi karena diserupakan dengan menukar. Sementara kata “menukar” disebut musyabbah

Proses jual beli ini kita kenal dengan perniagaan. Perniagaan (Tijaaroh) dalam ayat tersebut disebut tarsyih atau penegas. Sehingga bentuk ini dikenal juga dengan Isti’aarah Murosysyahah.

Maka kita bisa merasakan betapa kuatnya peringatan Al Quran pada ayat ini, seakan-akan dikatakan :

Mereka sudah memiliki “modal” berupa hidayah dari Allah Ta’ala. Ini modal yang sangat mahal. Tetapi mereka malah membeli kesesatan dan dengan sengaja “membayar” dengan “modal” yang mereka miliki tadi, yakni hidayah. Sungguh transaksi yang mereka lakukan dengan sadar itu adalah transaksi yang sangat merugi.

Imam Ibnu Katsiir menuliskan dalam Tafsir beliau

قَالَ السُّدِّيُّ فِي تَفْسِيرِهِ عَنْ أَبِي مَالِكٍ وَعَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَعَنْ مُرَّةَ عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ وَعَنْ نَاسٍ مِنَ الصَّحَابَةِ أُولئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلالَةَ بِالْهُدى قَالَ: أَخَذُوا الضَّلَالَةَ وَتَرَكُوا الهدى،

As Suddiy mengatakan dalam tafsirnya, dari Abi Maalik dan dari Abi Sholih dari Ibnu Abbas, juga dari Murroh, dari Ibnu Mas’ud dan dari sejumlah sahabat radhiyallahu ‘anhum, bahwa makna ayat ini adalah : “Mengambil kesesatan dan meninggalkan hidayah”

Masih di Tafsir yang sama, Ibnu Katsiir mengatakan :

وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا بِشْرٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ فَما رَبِحَتْ تِجارَتُهُمْ وَما كانُوا مُهْتَدِينَ قَدْ وَاللَّهِ رَأَيْتُمُوهُمْ خَرَجُوا مِنَ الْهُدَى إِلَى الضَّلَالَةِ وَمِنَ الْجَمَاعَةِ إِلَى الْفُرْقَةِ وَمِنَ الْأَمْنِ إِلَى الْخَوْفِ وَمِنَ السُّنَّةِ إِلَى الْبِدْعَةِ 

Ibnu Jarir mengatakan : Mengatakan kepada kami Bisyr – dia mengatakan : mengatakan kepada kami Sa’iid dari Qatadah, bahwa makna : “Fa maa robihat tijaaratuhum wa maa kanu muhtadiin” adalah : Sungguh demi Allah, kalian telah melihat mereka keluar dari petunjuk menuju kepada kesesatan, dari persatuan/jama’ah kepada perpecahan, dari rasa aman kepada rasa ketakutan, dan keluar dari sunnah menuju kepada kebid’ahan.

Dan ini dalam Tafsir Ibnu Katsiir disebutkan, berlaku sama, baik untuk orang-orang kafir maupun orang-orang munafik.

Na’udzubilahi min dzaalik

Allahu Ta’ala ‘Alam



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.