Pengertian Isti’arah (2) : Majaz ‘Aqliy
Pengertian Isti’arah adalah artikel dalam Kategori Balaghah
- Majâz aqliy adalah penyandaran fi‟il atau kata yang menyerupainya kepada tempat penyandaran yang tidak sebenarnya karena adanya hubungan dan disertai qarînah yang menghalangi dipahaminya sebagai penyandaran yang hakiki. Penyandaran di sini adalah berupa penyandaran kepada sebab fi’il, waktu fi’il, atau mashdarnya, atau juga penyandaran isim mabni faa’il kepada maf’ulnya, atau isim mabni maf’ul kepada faa’ilnya.
Contoh ayat-ayat al-Qur’an yang mengandung majaz aqliy adalah sebagai berikut :
وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَّعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ () أَسْبَابَ السَّمَاوَاتِ فَأَطَّلِعَ إِلَىٰ إِلَٰهِ مُوسَىٰ وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا ۚ وَكَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِ وَصُدَّ عَنِ السَّبِيلِ ۚ وَمَا كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلَّا فِي تَبَابٍ
Dan berkatalah Fir’aun: “Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta”. Demikianlah dijadikan Fir’aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Fir’aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian. (Surah Ghaafir ayat 36 – 37)
Pada ayat di atas disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) membangun Gedung yang munjulang tinggi disandarkan kepada seorang bernama Haman, padahal ia bukan pelaku sebenarnya. Yang membangun itu adalah para pekerja, tetapi Haman bertindak sebagai pengawas proses pembangunan itu. Ayat ini merupakan contoh majaz aqliy yang penyandarannya kepada sebab fi’il (as-sababiyyah).
Contoh lain :
وَعَدَ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ۚ وَرِضْوَانٌ مِّنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (Surah at Taubah ayat 72)
Pada ayat di atas disebutkan bahwa perbuatan mengalir disandarkan kepada sungai-sungai, padahal sungai-sungai itu bukan pelaku sebenarnya tetapi yang mengalir itu adalah air-air yang bertempat di sungai-sungai. Ayat ini adalah contoh majâz ‘aqliy yang penyandarannya kepada tempat fi’il (al-makaniyyah).
Contoh lain :
قَالَ سَآوِي إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (Surah Huud ayat 43)
Pada ayat ini disebutkan kalimat laa ‘ashima al-yaum min amrillâh. Makna kalimat itu bisa bermakna seperti terjemahan di atas, yaitu tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah kecuali Allah Ta’ala (saja) Yang Maha Penyayang. Atau bisa juga diartikan seperti berikut: tidak ada yang dilindungi hari ini dari azab Allah kecuali orang yang disayang Allah. Jadi, yang berlaku dalam kalimat tersebut adalah penyandaran isim faa’il (âshim) kepada maf’ûl (ma’shum). Ayat ini adalah contoh majaz ‘aqliy dengan penyandaran isim faa’il pada isim maf’ûl, dan hubungan yang ada adalah hubungan maf’ûliyyah (al-‘alaqah al-maf’ûliyyah).
Bersambung in sya Allah
Leave a Reply