[Syarh Riyaadhus Shalihin] : Topik Da’wah dari Hadits Pertama – Topik Pertama
Alih Bahasa dan Kompilasi : Reza Ervani bin Asmanu
بسم الله الرحمن الرحيم
Syarh Riyaadhus Shalihin ini merupakan terjemahan bebas dari Kitab Kunuuz Riyaadhus Shaalihin
أولا – من موضوعات الدعوة: بيان أهمية النية في الأعمال:
لقد اشتمل هذا الحديث النبوي الشريف على بيان أهمية النية في الأعمال. حيث ذلك في قوله : “إنما الأعمال بالنيات”، قال النووي: (أجمع المسلمون على عظم موقع هذا الحديث وكثرة فوائده وصحته) ، وقال القاضي عياض: (ذكر الأئمة أن هذا الحديث ثلث الإسلام :وقيل: ربعه، وأن أصول الدين وعمده من عمل الطاعات) ، ومفسر لقوله تعالى: ﴿ وَمَا أُمِرُواْ إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ ﴾ .
Hadis Nabi yang mulia ini mengandung penjelasan mengenai pentingnya niat dalam perbuatan. Seperti yang terdapat dalam perkataan beliau: “Perbuatan itu tergantung pada niatnya.” Al-Nawawi mengatakan: “Kaum Muslimin ber-ijma’ (sepakat) mengenai pentingnya hadis ini, banyak manfaatnya, dan kesahihannya.” Al-Qadhi ‘Iyadh juga mengatakan: “Para Imam telah menyebutkan bahwa hadits ini adalah sepertiga dari Islam, bahkan ada yang mengatakan seperempatnya, dan bahwa dasar agama dan pokoknya adalah ketaatan kepada Allah Ta’ala.” Ini juga dijelaskan pada firman Allah Ta’ala: “Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya mereka beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya.”
قال بعض شيوخنا : (قوله “إنما الأعمال بالنيات” يرجع إلى معنيين: أحدهما: تجريد العمل من الشرك بالله بخالص التوحيد، والآخر تجريده بخالص السنة).
Beberapa syuyukh kami mengatakan: “Perkataan ‘Perbuatan itu tergantung pada niatnya’ memiliki dua makna: yang pertama adalah menghapuskan unsur syirik dengan memurnikan tauhid sepenuhnya, dan yang kedua adalah memurnikannya dengan mengikuti sunnah sepenuhnya.”
قال جماهير العلماء من أهل العربية والأصول وغيرهم: (لفظة “إنما” موضوعة للحصر تثبت المذكور وتنفي ما سواه، فتقدير هذا الحديث : إن الأعمال تحسب بنية ، ولا تحسب إذا كانت بلا نية وفيه دليل على أن الطهارة وهي: الوضوء والغسل والتيمم ، لا تصح إلا بالنية، وكذلك الصلاة والزكاة والصوم والحج وسائر العبادات
Para ulama yang ahli dalam bahasa Arab, ilmu ushul, dan lainnya berkata: Kata “إنما” digunakan untuk pengkhususan untuk menguatkan hal yang disebutkan dan mengecualikan yang lain, sehingga makna dari hadits ini adalah bahwa amal-amal dihitung berdasarkan niat, dan tidak dihitung jika tidak ada niat. Ini juga menunjukkan bahwa kegiatan thaharah seperti wudhu, mandi, tayammum, tidak sah kecuali dengan niat, begitu juga dengan ibadah shalat, zakat, puasa, haji, dan seluruh ibadah lainnya.
إن النية لها منزلة عظيمة في كل عمل خير يقوم به الإنسان، ليحقق من خلاله مرضاة الله تعالى ورسوله ، لذا ينبغي للداعية أن يؤكد على هذه المعاني العظيمة في الدعوة إلى الله تعالى، فيرسخ في أذهان المدعوين أهمية النية لكل عمل يقوم به الإنسان، ويحثهم على الإخلاص لله تعالى،
Niat memiliki peran besar dalam setiap perbuatan baik yang dilakukan oleh manusia, sehingga melalui niat tersebut, seseorang dapat mencapai keridhaan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, seorang pendakwah seharusnya menekankan makna-makna penting ini dalam dakwah kepada Allah Ta’ala. Hal ini akan mengokohkan dalam pikiran orang-orang yang menjadi sasaran da’wah tentang pentingnya niat dalam setiap perbuatan yang dilakukan manusia, dan mendorong mereka untuk berikhlash kepada Allah Ta’ala.
لأن النية لها مدار عظيم في الأعمال، فلربما لا يتمكن الإنسان من إنجاز العمل الذي نواه أو إكماله فيجازيه الله تعالى على نيته الحسنة، قال تعالى: (لَيْسَ عَلَى الضُّعَفَاءِ وَلَا عَلَى الْمَرْضَى وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا تَجِدُونَ مَا يُنفِقُونَ حَرَجٌ إِذَا نَصَحُوا لِلَّهِ وَرَسُولِهِ مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِن سَبِيلٍ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Karena niat memiliki peran besar dalam tindakan, bisa saja seseorang tidak dapat menyelesaikan atau mencapai tujuannya dalam suatu tindakan yang dia niatkan. Allah Ta’ala akan membalasnya berdasarkan niat baiknya. Seperti yang Allah Ta’ala firmankan: “Tidak ada dosa atas orang-orang yang lemah, atau yang sakit, atau yang tidak memperoleh sesuatu untuk diinfakkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan (yang tertutup) bagi orang-orang yang berbuat baik, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah at Taubah ayat 91).
قال السعدي في بيان معنى قوله تعالى: ﴿ وَلَا عَلَى الَّذِينَ لَا تَجِدُونَ مَا يُنفِقُونَ ) : أي : لا يجدون زادًا ، ولا راحلة يتبلغون بها في سفرهم، فهؤلاء ليس عليهم حرج، بشرط أن ينصحوا لله ورسوله، بأن يكونوا صادقي الإيمان، وأن يكون من نيتهم وعزمهم أنهم لو قدروا لجاهدوا ، وأن يفعلوا ما يقدرون عليه من الحث والترغيب والتشجيع على الجهاد.
Al-Saadi menjelaskan makna dari ayat Allah Ta’ala: “Dan tidak ada dosa atas orang-orang yang tidak memperoleh sesuatu untuk diinfakkan” (Surah at Taubah ayat 91). Artinya, mereka yang tidak dapat menemukan persiapan atau hewan tunggangan untuk digunakan dalam perjalanan mereka. Mereka tidak akan mendapatkan beban dalam hal ini, asalkan mereka berbuat ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Ini harus disertai dengan keikhlasan dalam iman, serta niat dan tekad yang kuat bahwa jika mereka memiliki kemampuan, mereka akan berjihad, dan mereka harus melakukan apa yang mereka mampu untuk mendorong dan menganjurkan jihad.
(مَا عَلَى الْمُحْسِنِينَ مِن سَبِيل ) أي : من سبيل يكون عليهم فيه تبعـة ، فإنهم – بإحسانهم فيما عليهم من حقوق الله تعالى وحقوق العباد – أسقطوا توجه اللوم عليهم، وإذا أحسن العبد فيما يقدر عليه ، سقط عنه ما لا يقدر عليه.
“Mereka yang berbuat baik tidak ada dosa atas mereka,” artinya, mereka tidak akan menanggung dosa atas perbuatan baik yang mereka lakukan. Dengan berbuat baik dalam apa yang menjadi hak-hak Allah Ta’ala dan hak-hak sesama manusia, mereka telah menghilangkan dasar untuk menyalahkan mereka. Ketika seorang hamba berbuat baik sebisa yang dia mampu, maka yang tidak dapat dia lakukan tidak akan menjadi beban baginya.
ويستدل بهذه الآية على قاعدة وهي: أن من أحسن إلى غيره، في نفسه أو في ماله، ونحو ذلك، ثم ترتب على إحسانه نقص أو تلف أنه غير ضامن لأنه محسن، ولا سبيل على المحسنين، كما أنه يدل على أن غير المحسن – وهو المسيء – كالمفرط، أن عليه الضمان).
Dengan ayat ini, dapat ditarik suatu prinsip, yaitu bahwa seseorang yang berbuat baik kepada orang lain, baik dalam hal diri sendiri atau harta, dan sejenisnya, kemudian disusul dengan kerusakan atau kerugian yang tidak dapat dihindari, dia tidak harus bertanggung jawab atasnya karena dia adalah seorang yang berbuat baik, dan tidak ada alasan bagi mereka yang berbuat baik untuk menanggung itu. Demikian pula, itu menunjukkan bahwa mereka yang tidak berbuat baik, yaitu yang berbuat buruk, seperti orang yang berlebihan, harus bertanggung jawab atas itu.
ومما يؤكد ذلك قول النبي لأصحابه : (القدْ تَرَكتُمْ بالمدينَةِ أقوامًا مَا سِرْتُمْ مَسِيرًا ، وَلا أَنْفَقْتُمْ مِنْ نَفَقَةٍ، وَلا قَطَعْتُمْ مِنْ وَادٍ إِلَّا وَهُمْ مَعَكُم فِيهِ.
Salah satu hal yang menguatkan hal ini adalah ucapan Nabi kepada para sahabatnya: “Sesungguhnya di Madinah itu ada beberapa orang lelaki yang engkau semua tidak menempuh suatu perjalanan dan tidak pula menyeberangi suatu lembah, melainkan orang-orang tadi ada besertamu (yakni sama sama memperoleh pahala)
قَالُوا : يا رَسُولَ الله وَكَيْفَ يَكُونُونَ مَعَنَا وَهُمْ بِالمَدينَةِ؟ قال : حَبَسَهُم العُذرُ)).
Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana bisa mereka bersama kami sementara mereka berada di Madinah?” Nabi menjawab, “Mereka terhambat oleh al-`udzr (halangan).”
قال المهلب يشهد لهذا الحديث قوله تعالى: ﴿ لَّا يَسْتَوِي الْقَعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولى الضَّرَرِ ﴾ ، الآية. فإنه فاضل بين المجاهدين والقاعدين ثم استثنى أولي الضرر من القاعدين فكأنه ألحقهم بالفاضلين وفيه أن المرء يبلغ بنيته أجر العامل إذا منعه العذر عن العمل.
Al-Muhallab mengacu pada ayat Allah Ta’ala sebagai bukti untuk hadis ini: “Tidak sama antara orang-orang yang duduk (di rumah) di antara orang-orang mukmin dengan orang-orang yang berjihad dalam jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka.” (Surah an Nisaa ayat 95). Karena perbedaannya antara mereka yang berjihad dan yang duduk, kemudian dikecualikan orang-orang yang memiliki keterbatasan dari yang duduk, seolah-olah mereka digabungkan dengan orang-orang yang berjihad. Ini menunjukkan bahwa seseorang akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang beramal ketika dia terhalang untuk melakukannya karena suatu alasan.
Allahu Ta’ala ‘A’lam
Leave a Reply