التأويل: معناه، أقسامه، ما يجوز منه وما لا يجوز.
Bahasan Ta’wil : Makna, Klasifikasi, Apa yang Diperbolehkan dan Tidak Diperbolehkan (Bagian Ketiga)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Bahasan Ta’wil ini masuk dalam Kategori Tanya Jawab
مثال ذلك قوله تعالى:
Contoh dari hal ini adalah firman Allah Ta’ala:
{أتى أمر الله فلا تستعجلوه}؛
“Telah datang perintah Allah, maka janganlah kalian meminta untuk disegerakan datangnya” (Surah An Nahl ayat 1).
فإن الله تعالى: يخوف عباده بإتيان أمره المستقبل، وليس يخبرهم بأمر أتى وانقضى بدليل قوله:
Dalam ayat ini, Allah Ta’ala memperingatkan hamba-Nya dengan datangnya perintah-Nya yang akan terjadi di masa depan. Ayat ini tidak menginformasikan bahwa perintah tersebut telah datang dan selesai, sebagaimana dibuktikan oleh kelanjutan firman-Nya :
{فلا تستعجلوه}.
maka janganlah kalian meminta untuk disegerakan datangnya
ومنه قوله تعالى :
Contoh lainnya adalah firman Allah Ta’ala:
{فإذا قرأت القرآن فاستعذ بالله من الشيطان الرجيم}
“Apabila engkau membaca Al Quran, maka berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk” (Surah An Nahl ayat 98).
فإن ظاهر اللفظ إذا فرغت من القراءة، والمراد إذا أردت أن تقرأ؛ لأن النبي -صلى الله عليه وسلم- كان يستعيذ إذا أراد أن يقرأ، لا إذا فرغ من القراءة.
Jika melihat zhahir lafaznya, ayat ini seolah bermakna “Apabila engkau selesai membaca Al-Qur’an”. Namun yang dimaksud adalah “Apabila engkau hendak membaca Al Quran”, karena Nabi ﷺ berlindung (memohon perlindungan) kepada Allah saat beliau hendak membaca Al Quran, bukan setelah selesai membacanya.
وإن لم يدل عليه دليل صحيح كان باطلًا مذمومًا، وجديرًا بأن يسمى تحريفًا لا تأويلًا؛
Jika suatu ta’wil tidak didukung oleh dalil yang shahih, maka ta’wil tersebut batil dan tercela. Ta’wil semacam ini pantas disebut sebagai tahrif (penyimpangan), bukan ta’wil.
مثال ذلك قوله تعالى :
Contohnya adalah firman Allah Ta’ala:
{الرحمن على العرش استوى}
“Yang Maha Pengasih bersemayam di atas ‘Arsy” (Surah Thaha ayat 5).
فإن ظاهره أن الله تعالى علا على العرش علوًّا خاصًّا يليق بالله -عز وجل-، وهذا هو المراد، فتأويله إلى أن معناه استولى وملك، تأويل باطل مذموم، وتحريف للكلم عن مواضعه؛ لأنه ليس عليه دليل صحيح. انتهى.
Zahir ayat ini menunjukkan bahwa Allah Ta’ala bersemayam di atas ‘Arsy dengan cara yang sesuai dengan keagungan-Nya. Makna inilah yang dimaksud. Namun, menakwilkannya dengan makna “menguasai dan memiliki” adalah bentuk ta’wil yang batil dan tercela. Ini merupakan tahrif (penyimpangan) terhadap teks dari maknanya yang sebenarnya, karena tidak ada dalil shahih yang mendukung penakwilan tersebut.
فبيّن الشيخ/ ابن عثيمين -رحمه الله- معاني التأويل، وما يصح منها وما يبطل، وأن التأويل في اصطلاح المتأخرين الذي هو صرف اللفظ عن المعنى الراجح إلى المعنى المرجوح لدليل يقتضيه، لا بد أن يكون الدليل الذي يقتضي التأويل دليلًا صحيحًا.
Syekh Ibn Utsaimin p menjelaskan makna ta’wil, apa yang benar darinya, dan apa yang batal. Beliau juga menjelaskan bahwa ta’wil dalam istilah ulama muta’akhirin (ulama belakangan), yaitu mengalihkan lafazh dari makna yang lebih kuat (rajih) kepada makna yang lebih lemah (marjuh) dengan adanya dalil yang mengharuskannya, haruslah didukung oleh dalil yang shahih.
وهذا الدليل هو القرائن الصارفة للّفظ عن ظاهره، والتي يرتكز عليها التأويل الصحيح، وقد تكلم الشيخ/ عبد الرحمن بن صالح المحمود في كتابه (موقف ابن تيمية من الأشاعرة) عن هذه القضية، وذكر فيها كلامًا مهمًّا لشيخ الإسلام ابن تيمية ننقله بتمامه،
Dalil yang dimaksud adalah qarinah (indikasi) yang mengalihkan lafaz dari makna zahirnya. Qarinah ini menjadi dasar bagi ta’wil yang benar. Dalam hal ini, Syekh Abdul Rahman bin Shalih Al-Mahmud dalam kitabnya Mauqif Ibn Taimiyyah min Al-Asyairah membahas masalah ini secara rinci. Beliau menyebutkan pernyataan penting dari Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah yang akan kami nukilkan secara lengkap:
حيث قال -حفظه الله- :
Beliau V berkata:
القرائن المتصلة بالخطاب التي تدل على أن النص ليس على ظاهره هل يعتبر تأويلًا؟ وما الشيء الذي يؤول والذي لا يؤول؟
Indikasi-indikasi yang terkait langsung dengan konteks teks, yang menunjukkan bahwa teks tidak bermakna zahirnya, apakah hal ini dianggap sebagai ta’wil? Dan apa saja hal yang boleh dita’wilkan dan yang tidak boleh dita’wilkan?
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : IslamWeb
Leave a Reply