Kaidah Hadzf dan Idhmar dalam Kalam al Quran (Bagian Pertama)
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Dari Kitab : قواعد الترجيح عند المفسرين دراسة نظرية تطبيقية
Artikel Kaidah Hadzf dan Idhmar dalam Kalam al Quran ini masuk dalam Kategori Nahwu
الحذف والإضمار في كلام العرب والقرآن، وفي هذه القاعدة:
Penghapusan dan Penyiratan dalam Bahasa Arab dan al Quran, terikat dengan kaidah-kaidah berikut ini :
الإضمار والحذف والتقدير خلاف الأصل ، فيجب التقليل من مخالفة الأصل مهما أمكن،
Penghapusan (حذف), penyembunyian (إضمار), dan perkiraan (تقدير) adalah hal yang menyelisihi kaidah asli (الأصل). 1 Oleh karena itu, harus diminimalisasi penyelisihan terhadap asal tersebut sebisa mungkin.
والعرب لا تحذف من الكلام شيئا إلا وتركت عليه دليلا، بل من عادتها الحسنة أنهم يحذفون من الكلام ما يكون المذكور دليلا عليه اختصارا، ودلالة الكلام على المحذوف قد تحصل من صريحه تارة، ومن سياقه، ومن قرائنه المتصلة به تارة أخرى (٤).
Orang Arab tidak menghapus sesuatu dari ujaran mereka kecuali mereka meninggalkan petunjuk yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan, salah satu kebiasaan baik mereka adalah menghapus bagian dari ujaran jika bagian yang disebutkan sudah cukup menjadi petunjuk atas yang dihapus sebagai bentuk ringkasan. Petunjuk ujaran terhadap bagian yang dihapus ini terkadang dapat diperoleh dari lafaz yang jelas (eksplisit), terkadang dari konteksnya, dan terkadang pula dari petunjuk-petunjuk yang berkaitan erat dengannya. 2
وهذا وارد في فصيح كلامها، وهو كثير في القرآن الكريم (٥)، كقوله تعالى:
Hal ini terjadi dalam ujaran fasih mereka, dan sangat sering di dalam al Quran al Kariim (5), seperti firman Allah Ta’ala:
{أَنِ اضْرِبْ بِعَصاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ} [الشعراء: ٦٣]
“Dan Kami berfirman: ‘Pukullah laut itu dengan tongkatmu, maka terbelahlah ia'” [Surah Asy Syu’araa ayat 63].
فمعلوم أن المراد فضرب فانفلق؛ لكن لم يحتج إلى ذكر ذلك في اللفظ إذ كان قوله: فقلنا اضرب، فانفلق: دليلا على أنه ضرب فانفلق (١).
Jelas bahwa yang dimaksud adalah memukul lalu terbelah; namun, tidak perlu disebutkan dalam lafaz karena perintah ‘pukullah, lalu terbelah’ sudah menjadi petunjuk bahwa ia telah memukul lalu terbelah 3
قال الطاهر بن عاشور: إنك تجد في كثير من تراكيب القرآن حذفا، ولكنك لا تعثر على حذف يخلو الكلام من دليل عليه من لفظ أو سياق اهـ (٢).
Thahir bin ‘Asyur berkata: “Sesungguhnya engkau akan mendapati dalam banyak susunan al Quran terdapat penghapusan, tetapi engkau tidak akan menemukan penghapusan yang membuat ujaran itu tanpa petunjuk atasnya, baik dari lafazh maupun konteksnya.” 4
فمثل هذا الإضمار والتقدير غير داخل تحت هذه القاعدة التي نحن بصدد عرضها – وستأتي قواعد تتعلق بهذا النوع – إن شاء الله – تعالي – لأنه في حكم الملفوظ به وإن حذف اختصارا لدلالة الكلام عليه،
Maka penyiratan dan perkira-kiraan semacam ini tidak termasuk dalam kaidah yang sedang kita bahas saat ini – akan ada kaidah-kaidah lain yang terkait dengan jenis ini, insya Allah Ta’ala – karena hal ini dianggap seperti sesuatu yang diucapkan meskipun dihapus untuk meringkas, sebab ujaran sudah memberikan petunjuk atasnya.
وهذه الدلالة تسمى عند الأصوليين «دلالة الاقتضاء» وهي: أن يكون الكلام المذكور لا يصح ضرورة إلا بتقدير محذوف، وهذا المحذوف هو «المقتضى» (٣)، هذا المحذوف الذي دلّ الدليل عليه قد يكون جملة بأسرها أو أحد أركانها.
Petunjuk semacam ini disebut oleh para ulama ushul sebagai Dalalah al-Iqtida’ (دلالة الاقتضاء), yaitu: ujaran yang disebutkan tidak dapat benar secara pasti kecuali dengan memperkirakan adanya sesuatu yang dihapus. Hal yang dihapus tersebut dinamakan al muqtadha (yang diperlukan) 5. Hal yang dihapus ini, yang sudah ada petunjuk atasnya, bisa jadi berupa satu kalimat penuh atau salah satu komponennya.
أما الفضلة فلا يشترط ذكرها بحيث إذا لم تذكر قيل عنها إنها محذوفة؛
Adapun bagian tambahan (الفضلة) tidak diharuskan untuk disebutkan, sehingga jika tidak disebutkan, tidak dikatakan bahwa ia dihapus.
ولكن إذا تعلق الغرض بمجرد إيقاع الفاعل للفعل فيقتصر عليها، ولا يذكر المفعول، ولا ينوى؛ إذ المنويّ كالثابت، ولا يسمى محذوفا؛ لأن الفعل ينزل لهذا القصد منزلة ما لا مفعول له،
Namun, jika tujuan hanya berfokus pada pelaku (fa’il) yang melakukan tindakan (fi’il), maka cukup menyebutkan pelaku tersebut saja. Objek (maf’ul) tidak disebutkan dan tidak pula diniatkan, karena sesuatu yang diniatkan dianggap sama seperti sesuatu yang tetap ada (seolah-olah disebutkan). Oleh karena itu, hal tersebut tidak disebut sebagai bagian yang dihapus, karena tindakan (fi’il) dalam konteks ini dianggap setara dengan tindakan yang memang tidak memiliki objek.
ومنه قوله تعالى :
Contohnya adalah firman Allah Ta’ala :
{رَبِّيَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ} [البقرة: ٢٥٨] …
“Rabbku adalah Dia yang menghidupkan dan mematikan.” (Surah Al Baqarah ayat 258)
إذ المعنى
Maksudnya adalah :
ربي الذي يفعل الإحياء والإماتة (٤) … فلا يقال فيه إنه حذف بغير دليل (٥).
Maknanya adalah, “Rabbku adalah Dia yang melakukan proses menghidupkan dan mematikan.” 6. Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa ada penghapusan tanpa petunjuk dalam ayat ini. 7
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Catatan Kaki
- Lihat Mughni al Labib (2/599-615), al Burhan fi Ulum al Qur’an (3/104), al Asybah wa an Nazair fi an Nahw karya as Suyuthi (1/101), Syarh al Kawkab (1/295), dan Adhwa’ al Bayan (2/87).
- ash Shawa’iq al Mursalah (2/713), lihat juga pembahasan tentang dalil-dalil penghapusan dan syarat-syaratnya dalam Ta’wil Mukhtalaf al Hadits halaman 245, al Isyarah ila al Ijaz halaman 3-8, Mughni al Labib (2/603), al Burhan fi Ulum al Qur’an (3/108-111), al Itqan (3/174), dan al Kulliyyat halaman 385.
- Majmu’ al Fatawa karya Ibnu Taimiyah (20/466).
- At-Tahrir wat Tanwir (1/122).
- Lihat Al Wadhih fi Ushul al Fiqh karya Dr. Muhammad al Asyqar, hlm. 221; dan lihat juga Dalalah al Iqtida’ dalam Al Mahsul (1/318/1), Ushul as Sarkhasi (1/248), Syarh Tanqih al Fushul, hlm. 53, 55, Al Bahr al Muhith (3/160), dan Syarh al Kawkab (3/475).
- Lihat Mughni al Labib (2/603–612).
- Al-Burhan fi ‘Ulum al Quran (3/102).
Leave a Reply