
حد الطمأنينة الواجبة في الأركان الفعلية
Batasan Thuma’ninah Wajib dalam Rukun-rukun Shalat Berupa Gerakan
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Artikel Batasan Thuma’ninah Wajib dalam Rukun Shalat Berupa Gerakan ini masuk dalam Kategori Tanya Jawab
السؤال
Pertanyaan:
أما بعد, قرأت أن الطمأنينة بين السجدتين و بعد الرفع من الركوع في الصلاة تعتبر فرضاً, وهي استقرار الأعضاء زمنا ما قدره بعض العلماء بمقدار تسبيحة.
Saya membaca bahwa thuma’ninah (diam sejenak hingga tenang) antara dua sujud dan setelah bangkit dari rukuk dalam shalat merupakan kewajiban (fardhu), yaitu stabilnya anggota badan dalam waktu tertentu, yang sebagian ulama memperkirakannya setara dengan lamanya mengucapkan tasbih.
سؤالي هو هل يعني ذلك أن أتجمد في مكاني ولا يتحرك مني حتى الأصبع؟افتونا مأجورين .
Pertanyaan saya, apakah artinya saya harus benar-benar diam tanpa bergerak sedikit pun, bahkan tidak boleh menggerakkan jari sekalipun? Mohon penjelasannya, semoga Anda mendapat pahala.
الإجابــة
Jawaban
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله، وعلى آله وصحبه، أما بعد:
Segala puji bagi Allah. Shalawat serta salam semoga tercurah atas Rasulullah, keluarga, dan para sahabat beliau. Amma ba’du:
فالطمأنينة واجبة في جميع أركان الصلاة الفعلية وقد عرفها أهل العلم بأنها سكون الأعضاء واستقرارها فترة من الزمن،
Thuma’ninah wajib dilakukan dalam semua rukun shalat yang berupa gerakan fisik. Para ulama mendefinisikan thuma’ninah sebagai kondisi tenang dan diamnya anggota tubuh dalam waktu tertentu.
قال المرداوي في الإنصاف:
Al Mardawi mengatakan dalam kitab al Inshaf :
والطمأنينة في هذه الأفعال بلا نزاع، وحَدُّها حصولُ السكون وإن قل على الصحيح من المذهب، جزم به في النظم وقدمه في الفروع.
”Thuma’ninah dalam semua gerakan ini (rukun-rukun shalat) wajib tanpa ada perbedaan pendapat. Batas minimalnya adalah diam sejenak (sukun), walaupun sangat singkat, menurut pendapat yang benar dari madzhab (Hanbali). Ini ditegaskan dalam an Nazhm, yang sebelumnya juga disebutkan dalam kitab al-Furu’.”
وقال أيضاً:
Beliau juga mengatakan :
وقيل بقدر الذكر الواجب، قال المجد في شرحه وتبعه في الحاوي الكبير وهو الأقوى وجزم به في المذهب، إلى أن قال: وقيل هي بقدر ظنه أن مأمومه أتى بما يلزمه. انتهى.
”Ada pula yang mengatakan batasannya adalah sepanjang dzikir wajib dalam posisi tersebut. Al-Majd (Ibnu Taimiyah al Jadd) memilih pendapat ini dalam syarahnya, diikuti oleh kitab al Hawi al Kabir. Ini pendapat yang lebih kuat dan ditegaskan dalam madzhab. Ada juga yang mengatakan batasannya adalah sekira ia menduga bahwa makmumnya telah melakukan kewajibannya.”
وقال النووي في المجموع :
Imam an Nawawi berkata dalam al Majmu’:
وتجب الطمأنينة في الركوع بلا خلاف لحديث المسيء صلاته وأقلها أن يمكث في هيئة الركوع حتى تستقر أعضاؤه وتنفصل حركة هويه عن ارتفاعه من الركوع. انتهى.
”Thuma’ninah dalam rukuk adalah wajib tanpa ada khilaf (tanpa perbedaan pendapat), berdasarkan hadits orang yang salah shalatnya (hadits al musii’ shalatahu). Minimal thuma’ninah dalam rukuk adalah tetap dalam posisi rukuk hingga anggota badan tenang, dan terpisah antara gerakan menunduk (menuju rukuk) dan gerakan naik kembali (bangkit dari rukuk).”
وهذا الوجوب للطمأنينة شامل لحال الجلوس بين السجدتين عند جمهور أهل العلم، قال النووي في المجموع :
Kewajiban thuma’ninah ini juga berlaku dalam posisi duduk di antara dua sujud menurut mayoritas ulama. Imam an-Nawawi berkata dalam al Majmu’:
فرع في مذاهب العلماء في الجلوس بين السجدتين والطمأنينة فيه، مذهبنا أنهما واجبان لا تصح الصلاة إلا بهما، وبه قال جمهور العلماء،
”Furu’ : Tentang pendapat para ulama mengenai duduk di antara dua sujud dan thuma’ninah di dalamnya; madzhab kami (Syafi’iyah) berpendapat tentang wajibnya dua hal tersebut, sehingga tidak sah shalat tanpa keduanya. Inilah pendapat jumhur (mayoritas ulama).
وقال أبو حنيفة: لا تجب الطمأنينة ولا الجلوس بل يكفي أن يرفع رأسه عن الأرض أدنى رفع كحد السيف،
Adapun Abu Hanifah berpendapat : Thuma’ninah dan duduk tidak wajib; cukup sekadar mengangkat kepala dari tanah dengan gerakan paling minimal, seperti ujung pedang saja.
وعنه وعن مالك أنهما قالا: يجب أن يرتفع بحيث يكون إلى القعود أقرب منه وليس لهما دليل يصح التمسك به،
Dari Abu Hanifah dan Malik diriwayatkan pula pendapat: harus mengangkat (kepala) sampai lebih dekat kepada posisi duduk. Namun keduanya tidak memiliki dalil kuat yang dapat dipegang.
ودليلنا قوله صلى الله عليه وسلم :
Dalil kami adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ثم ارفع حتى تطمئن جالساً. رواه البخاري من رواية أبي هريرة ورواه أبو داود من حديث رفاعة بن رافع. انتهى.
“Kemudian angkat (kepalamu) hingga engkau thuma’ninah dalam keadaan duduk.” (Hadits Riwayat Al Bukhari dari Abu Hurairah, dan Abu Dawud dari Rifa’ah bin Rafi’)”
— Selesai Kutipan dari Imam an Nawawi —
كما تجب الطمأنينة بعد الرفع من الركوع، ففي مطالب أولي النهى للرحيباني الحنبلي :
Begitu juga wajib thuma’ninah setelah bangkit dari rukuk. Dalam kitab Mathalib Uli an Nuha karya ar Ruhaibani al Hanbali disebutkan:
والسادس الاعتدال بعد الركوع الركن لقوله صلى الله عليه وسلم :
”Rukun keenam adalah i’tidal (berdiri tegak) setelah rukuk, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘
ثم ارفع حتى تعتدل قائماً وأقله
Kemudian bangkitlah hingga engkau berdiri tegak lurus.’
أي الاعتدال عوده أي المصلي لهيئته المجزئة أي التي تجزئه من القيام قبل ركوع فلا يضره بقاؤه منحنيا يسيراً حال اعتداله واطمئنانه لأن هذه الهيئة لا تخرجه عن كونه قائماً، وتقدم أن حدَّ القيام ما لم يصر راكعاً، والكمال منه الاستقامة حتى يعود كل عضو إلى محله. انتهى
Batas minimal i’tidal adalah kembalinya orang yang shalat pada posisi yang sah, yaitu posisi berdiri yang mencukupi sebelum rukuk. Tidaklah berpengaruh jika ia masih sedikit membungkuk saat tegak berdiri dan thuma’ninahnya, sebab sedikit bungkuk itu tidak menghilangkan status berdirinya. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa batas posisi berdiri adalah selama ia tidak sampai pada batas rukuk. Kesempurnaan dalam hal ini adalah benar-benar tegak lurus hingga seluruh anggota tubuh kembali ke posisinya semula.”
— Selesai Kutipan dari ar Ruhaibani al Hanbali —
فالطمأنينة إذن واجبة في جميع أركان الصلاة الفعلية، وتعريفها عند أهل العلم سكون الأعضاء واستقرارها زمناً ما،
Dengan demikian, thuma’ninah wajib dalam semua rukun shalat yang berupa gerakan fisik. Para ulama mendefinisikan thuma’ninah sebagai diam dan tenangnya anggota tubuh dalam waktu tertentu.
لكن التحرك الخفيف كتحريك الأصبع لا يؤثر في الطمأنينة وإن كان غير مشروع إضافة إلى كونه قد ينقص الخشوع لكونه عبثاً، وراجع الفتوى الأخرى هنا
Namun, perlu diketahui bahwa gerakan ringan seperti sedikit menggerakkan jari tidak membatalkan thuma’ninah, walaupun sebenarnya hal ini tidak dianjurkan. Bahkan, gerakan-gerakan ringan yang sia-sia ini hendaknya ditinggalkan karena dapat mengurangi kekhusyukan. Silakan lihat juga fatwa lain disini untuk penjelasan tambahan :
والله أعلم.
Sumber : IslamWeb
Leave a Reply