Tingkatan Ta’dil di Maktabah Reza Ervani



Tingkatan Ta’dil di Maktabah Reza Ervani

Oleh : Reza Ervani bin Asmanu

بسم الله الرحمن الرحيم

Tingkatan Ta’dil seorang rawi adalah salah satu hal yang harus dipertimbangkan saat menentukan derajat suatu hadits. Maktabah Reza Ervani mengembangkan algoritma matematika untuk menghitung derajat hadits dengan memberikan nilai Ta’dil dalam urutan sebagai berikut :

  1. Tingkatan Pertama (diberikan nilai 100) adalah untuk Para Shahabat Radhiyallahu ‘anhum – Untuk tingkatan ini kami berikan warna node : PUTIH
  2. Tingkatan Kedua (diberikan nilai 90) : Yang menggunakan bentuk superlatif dalam lafazh ta’dil atau dengan menggunakan wazan af’ala dengan menggunakan ungkapan-ungkapan seperti :
    • awtsaq an-nas/manusia paling tsiqah (أوثقُ النَّاسِ)
    • atsbat an-nas/manusia paling teguh atau cerdas (أثبتُ النَّاس)
    • “Fulan kepadanyalah puncak ketepatan dalam periwayatan” ilaihi al-muntaha fi ats-tsabat/kepadanyalah puncak ketepatan dalam periwayatan (إِليهِ المُنْتَهى في الثبتِ).
    • Untuk tingkatan ini kami berikan warna : LIGHTSKYBLUE
  3. Tingkatan Ketiga (diberikan nilai 85) : Dengan menyebutkan sifat yang menguatkan ke-tsiqah-annya, keadilannya, dan ketepatan periwayatannya, baik dengan lafadh maupun dengan makna; seperti :
    • tsiqatun tsiqah (ثِقَةٌ ثِقَة)
    • tsabatun tsabat (ثَبَت تَبت)
    • tsiqatun hafiz (ثِقَةٌ حَافِظ).
    • atau tsiqah dan terpercaya (ثقة مأمون)
    • Untuk tingkatan ini kami berikan warna : LIGHTGREEN
  4. Tingkatan Keempat (diberikan nilai 80) : Yang menunjukan adanya pentsiqahan tanpa adanya penguatan atas hal itu, seperti:
    • tsiqah (ثِقَةٌ)
    • tsabat (تَبت)
    • hafizh (حافظ).
    • Hujjah ( (حُجَّةٌ)
    • Untuk tingkatan ini kami berikan warna : YELLOWGREEN
  5. Tingkatan Kelima (diberikan nilai 75) : Yang menunjukkan adanya keadilan dan kepercayaan tanpa adanya isyarat akan kekuatan hafalan dan ketelitian. Seperti :
    • shaduq/jujur (صَدُوْقٌ)
    • la ba’sa bihi  (لَا بَأْسَ بِهِ)
    • Ma’mun (dipercaya) (مأمون)
    • mahalluhu ash-shidq (ia tempatnya kejujuran), atau laa ba’sa bihi (tidak mengapa dengannya).
    • Khusus untuk Ibnu Ma’in kalimat laa ba’sa bihi adalah tsiqah (Ibnu Ma’in dikenal sebagai ahli hadits yang mutasyaddid, sehingga lafadh yang biasa saja bila ia ucapkan sudah cukup untuk menunjukkan ketsqahan perawi tersebut).
    • Untuk tingkatan ini kami berikan warna : ORANGE
  6. Tingkatan Keenam (diberikan nilai 70) : Yang tidak menunjukkan adanya pentsiqahan ataupun celaan seperti :
    • fulanun syaikhun/fulan seorang syaikh/guru (فُلَانٌ شَيْخٌ)
    • ruwiya ‘anhu al hadiits (orang-orang meriwayatkan hadits darinya) (رُوِيَ عَنْهُ النَّاس).,
    • hasanul-hadiits (yang baik haditsnya). (حسن الحديث)
    • Untuk tingkatan ini kami berikan warna : YELLOW
  7. Tingkatan Ketujuh (diberikan nilai 60) : Isyarat yang mendekati celaan (jarh), seperti:
    • fulanun shalihul hadits/fulan yang hadisnya shalih atau baik (فُلَانٌ صَالِحُ الحَدِيْث)
    • yuktabu haditsuhu/hadis darinya dicatat (يُكْتَبُ حَدِيْثُهُ).
    • Untuk tingkatan ini kami berikan warna : LIGHTCORAL

Contoh mentah di Maktabah Reza Ervani yang baru memuat data dari 2 Kitab yakni Tahdzibut Tahdzib dan Taqribut Tahdzib dapat dilihat pada hadits Shahih Bukhari Nomor 1 berikut ini :

Beberapa catatan lain yang kami perhatikan :

Hukum Tingkatan-Tingkatan Ini

  1. Untuk tingkatan pertama, tentu tidak ada keraguan lagi padanya, hanya harus diperiksa apakah nama yang ada di bawahnya benar meriwayatkan dari Shahabat tersebut atau tidak, serta hal-hal lainnya terkait periwayatan shahabat
  2. Untuk tingkatan ke-dua hingga ke-empat, dapat dijadikan hujjah, meskipun sebagian mereka lebih kuat dari sebagian yang lain.
  3. Adapun tingkatan ke-lima dan ke-enam, tidak bisa dijadikan hujjah. Tetapi hadits mereka boleh ditulis, dan diuji ke-dhabit-an mereka dengan cara membandingkan hadits mereka kepada hadits-hadits para tsiqah yang dhabith. Jika sesuai dengan hadits mereka, maka bisa dijadikan hujjah. Dan jika tidak sesuai, maka ditolak.
  4. Sedangkan untuk tingkatan ke-tujuh, tidak bisa dijadikan hujjah. Tetapi hadits mereka ditulis untuk dijadikan sebagai pertimbangan saja, bukan untuk pengujian, karena mereka tidak dhabith.

Ini adalah versi pertama yang bisa saja berubah di masa mendatang seiring perkembangan Perangkat Sanad Maktabah Reza Ervani



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.