Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
3–4. Al-Wahdaniyyah (Keesaan) dan Al-Ghina bin-Nafs (Maha Kaya dan berdiri sendiri):
Allah menyifati diri-Nya dengan keesaan, dan juga menisbatkan “satu” kepada sebagian makhluk.
وَإِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌ وَاحِدٌ
Dan Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa. (Surah Al-Baqarah: 163)
يُسْقَىٰ بِمَاءٍ وَاحِدٍ
Disirami dengan satu macam air. (Surah Ar-Ra’d: 4)
Allah juga menyifati diri-Nya dengan sifat Maha Kaya (tidak membutuhkan apa pun), dan menisbatkan “kaya” kepada sebagian makhluk sesuai kadar mereka.
إِنْ تَكْفُرُوا أَنْتُمْ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا فَإِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ حَمِيدٌ
Jika kalian kafir, kamu dan semua yang di bumi, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Surah Ibrahim: 8)
فَكَفَرُوا وَتَوَلَّوْا وَاسْتَغْنَى اللَّهُ ۚ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Maka mereka kafir dan berpaling, dan Allah tidak membutuhkan mereka; dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Surah At-Taghabun: 6)
وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ
Dan barang siapa yang mampu (kaya), hendaklah ia menahan diri. (Surah An-Nisa: 6)
إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan (kecukupan) kepada mereka dengan karunia-Nya. (Surah An-Nur: 32)
Maka inilah sifat-sifat “salb” (peniadaan terhadap sesuatu yang tidak layak bagi Allah): keesaan dan kemahakayaan—kedua-duanya disebutkan pada Al Quran untuk Sang Pencipta dan juga, dalam kadar yang sesuai, bagi makhluk. Tidak diragukan bahwa apa yang Allah nisbatkan kepada diri-Nya layak bagi kesempurnaan dan keagungan-Nya, sedangkan apa yang dinisbatkan kepada makhluk sesuai dengan keadaan mereka: lemah, fana, dan bergantung.
Penegasan tentang “sifat-sifat ma‘nawiyyah”
Kemudian Syekh membahas apa yang oleh ulama kalam dinamai “tujuh sifat ma‘nawiyyah”: yakni keadaan Allah sebagai Dzat yang Maha Kuasa, Menghendaki, Mengetahui, Hidup, Mendengar, Melihat, dan Berbicara. Beliau menjelaskan bahwa hakikat “sifat ma‘nawiyyah” itu pada dasarnya adalah cara atau keadaan keter-sifatan dengan tujuh sifat ma‘ani (qudrah, iradah, ‘ilm, hayat, sama‘, bashar, kalam) yang telah disebutkan.
Sebagian mutakallim yang menghitung “ma‘nawiyyah” ini menjadikannya berdasar kepada sesuatu yang mereka sebut al-ḥāl al-ma‘nawiyyah: semacam “perantara” yang bersifat tsubuti, yang mereka klaim tidak termasuk ada dan tidak pula tidak-ada.
Syekh tidak menerima penetapan jenis sifat seperti ini. Beliau menegaskan: ini adalah khayalan dan dongeng; akal yang lurus tidak mengakui adanya perantara antara sesuatu dengan kebalikannya. Segala yang bukan “ada” adalah “tiada” secara pasti; dan segala yang bukan “tiada” adalah “ada” secara pasti. Tidak ada posisi penengah sama sekali—sebagaimana maklum di kalangan orang-orang yang berakal.