Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : Al Aqidah fiLlah - Detail Buku
Halaman Ke : 181
Jumlah yang dimuat : 228
« Sebelumnya Halaman 181 dari 228 Berikutnya » Daftar Isi
Arabic Original Text

وذكر الشيخ - رحمه الله تعالى - قاعدة أصولية أطبق عليها من يعتد به من أهل العلم. وهي أن النبي صلى الله عليه وسلم لا يجوز في حقه تأخير البيان عن وقت الحاجة، ولا سيما في العقائد. ولو مشينا على فرضهم الباطل، أن ظاهر آيات الصفات الكفر، فالنبي صلى الله عليه وسلم لم يؤول الاستواء (بالاستيلاء) ، ولم يؤول شيئاً من هذه التأويلات، ولو كان المراد بها هذه التأويلات لبادر النبي صلى الله عليه وسلم إلى بيانها؛ لأنه لا يجوز في حقه تأخير البيان عن وقت الحاجة.

وبين الشيخ - رحمه الله تعالى - أن الواجب على المسلم إذا سمع وصفاً وصف به خالق السماوات والأرض نفسه، أو وصفه به رسوله صلى الله عليه وسلم أن يملأ صدره من التعظيم، ويجزم بأن ذلك الوصف بالغ من غايات الكمال والجلال والشرف والعلو ما يقطع جميع علائق أوهام المشابهة بينه وبين صفات المخلوقين، فيكون القلب منزّها معظما له جلّ وعلا، غير متنجس بأقذار التشبيه، فتكون أرض قلبه قابلة للإيمان والتصديق بصفات الله التي تمدّح بها، وأثنى عليه بها نبيه صلى الله عليه وسلم، على غرار قوله: (ليس كمثله شيءٌ وهو السَّميع البصير) الشورى: ١١ ، والشر كل الشر في عدم تعظيم الله، وأن يسبق في ذهن الإنسان أن صفة الخالق تشبه صفة المخلوق، فيضطر المسكين أن ينفي صفة الخالق بهذه الدعوى الكاذبة الخائنة.

Bahasa Indonesia Translation

Syekh rahimahullah juga menyebutkan sebuah kaidah ushuliyah yang disepakati oleh para ulama yang dianggap hujjah, yaitu bahwa Nabi ﷺ tidak mungkin menunda penjelasan pada saat ada kebutuhan, terlebih dalam masalah akidah. Jika kita mengikuti anggapan batil sebagian orang bahwa zahir ayat-ayat sifat itu berarti kekufuran, tentu Nabi ﷺ akan segera menakwilkan ayat-ayat tersebut, misalnya menakwilkan istiwa’ dengan makna “menguasai,” atau menakwilkan ayat-ayat sifat lainnya. Namun faktanya, beliau ﷺ tidak pernah melakukan itu. Seandainya maksudnya adalah takwil-takwil tersebut, pastilah Nabi ﷺ telah menjelaskannya sejak awal, sebab tidak boleh bagi beliau menunda penjelasan ketika umat membutuhkannya.

Syekh rahimahullah juga menegaskan bahwa kewajiban seorang muslim, ketika mendengar sifat yang Allah sebutkan untuk diri-Nya atau yang Rasul ﷺ sifatkan bagi-Nya, adalah memenuhi hatinya dengan pengagungan kepada Allah. Ia harus meyakini bahwa sifat tersebut mencapai puncak kesempurnaan, keagungan, kemuliaan, dan ketinggian, sehingga terputuslah segala lintasan pikiran yang menyangka adanya keserupaan dengan sifat makhluk. Dengan begitu, hati menjadi suci dan penuh pengagungan kepada-Nya, tidak ternodai oleh kotoran tasybih. Maka hati pun siap menerima iman dan membenarkan sifat-sifat Allah yang dipuji oleh Allah sendiri dan dipuji oleh Nabi-Nya ﷺ.

Hal ini sebagaimana firman Allah Ta‘ala:

﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Surah Asy-Syura: 11)

Seluruh keburukan ada pada sikap tidak mengagungkan Allah, hingga mendahulukan prasangka batil bahwa sifat Sang Pencipta menyerupai sifat makhluk. Akibatnya, orang yang tertipu itu terpaksa menolak sifat Allah dengan dalih bahwa sifat itu tidak layak bagi-Nya. Padahal, itu adalah tuduhan yang dusta dan khianat terhadap kebenaran.


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 181 dari 228 Berikutnya » Daftar Isi