Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : Al Aqidah fiLlah - Detail Buku
Halaman Ke : 184
Jumlah yang dimuat : 228
« Sebelumnya Halaman 184 dari 228 Berikutnya » Daftar Isi
Tabel terjemah Inggris belum dibuat.
Bahasa Indonesia Translation

Kaedah Kesembilan: Hakikat Takwil

Takwil yang menjadi fitnah bagi umat, dan dengannya ribuan orang tersesat, digunakan dalam istilah syar‘i dengan tiga makna:

  1. Takwil digunakan untuk makna akhir sesuatu pada kondisi kedua. Inilah maknanya dalam Al-Quran. Misalnya firman Allah Ta‘ala:

    ﴿ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا﴾

    “Itulah yang lebih baik dan lebih bagus akibatnya.” (Surah An-Nisa’: 59)

    ﴿وَلَمَّا يَأْتِهِمْ تَأْوِيلُهُ﴾

    “Padahal belum datang kepada mereka hakikat sebenarnya.” (Surah Yunus: 39)

    ﴿يَوْمَ يَأْتِي تَأْوِيلُهُ يَقُولُ الَّذِينَ نَسُوهُ مِن قَبْلُ﴾

    “Pada hari datangnya takwil (hakikat yang sebenarnya), berkatalah orang-orang yang sebelumnya melupakannya...” (Surah Al-A‘raf: 53)

    Artinya, takwil adalah apa yang menjadi hakikat sesuatu pada kondisi kedua (akhir perkara).

  2. Takwil digunakan dengan makna tafsir. Ini adalah penggunaan yang masyhur. Misalnya ucapan Ibnu Jarir: “Pendapat tentang takwil firman Allah Ta‘ala adalah...” yang maksudnya tafsir.

  3. Dalam istilah para ulama ushul, takwil adalah memalingkan lafaz dari makna zahirnya yang langsung terlintas, kepada makna lain, karena ada dalil.

Adapun memalingkan lafaz dari makna zahirnya memiliki tiga kondisi menurut para ulama ushul:

  1. Memalingkan lafaz dari makna zahirnya karena dalil yang sah dari Al-Quran atau Sunnah. Inilah takwil yang benar dan diterima, tidak ada perselisihan di dalamnya.

    Contohnya adalah sabda Nabi ﷺ:

    «الْجَارُ أَحَقُّ بِصَقَبِهِ»

    “Tetangga lebih berhak terhadap apa yang dekat dengannya.” (HR. Ahmad, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)

    Zahir hadits ini menunjukkan adanya hak syuf‘ah bagi tetangga. Namun, menafsirkannya sebagai hak syuf‘ah khusus bagi sekutu dalam kepemilikan (syarik muqasim) adalah membawa lafaz kepada makna yang lebih lemah. Akan tetapi, hadits Jâbir yang sahih:

    «فَإِذَا وَقَعَتِ الْحُدُودُ وَصُرِفَتِ الطُّرُقُ فَلَا شُفْعَةَ»

    “Apabila batas-batas tanah sudah ditetapkan dan jalan sudah dipisahkan, maka tidak ada lagi hak syuf‘ah.” (HR. al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad)

    Hadits ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “tetangga” dalam hadits sebelumnya adalah sekutu dalam kepemilikan. Maka memalingkan lafaz hadits kepada makna ini adalah takwil yang benar, disebut sebagai takwil sahih atau takwil qarib.


  1. Prof. Dr. ‘Umar al-Asyqar menulis risalah khusus tentang hal ini berjudul: At-Ta’wil: Khuturatuhu wa Atsaruhu.
  2. HR. Ahmad, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah. Lihat Muntaqa al-Akhbar, hlm. 492, no. 3177.
  3. HR. al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ahmad. Lihat Muntaqa al-Akhbar, hlm. 492.

Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 184 dari 228 Berikutnya » Daftar Isi