Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : Al Aqidah fiLlah - Detail Buku
Halaman Ke : 185
Jumlah yang dimuat : 228
« Sebelumnya Halaman 185 dari 228 Berikutnya » Daftar Isi
Tabel terjemah Inggris belum dibuat.
Bahasa Indonesia Translation

Kondisi kedua adalah memalingkan lafaz dari makna zahir yang langsung terlintas kepada sesuatu yang dianggap dalil oleh seorang mujtahid, padahal pada hakikatnya itu bukanlah dalil. Inilah yang disebut dengan takwil yang jauh atau disebut juga takwil fasid (rusak). Contohnya adalah takwil Abu Hanifah terhadap lafaz “wanita” dalam sabda Nabi ﷺ:

«أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ»

“Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Beliau menafsirkannya khusus untuk wanita mukatabah. Ini adalah takwil yang jauh, sebab memalingkan lafaz dari makna zahirnya. Padahal lafaz “ayyuma” (perempuan mana saja) adalah bentuk umum, dan dikuatkan lagi dengan kata tambahan “ma” sebagai penegas. Membatasinya hanya pada satu kasus yang sangat jarang terjadi (mukatabah) adalah memalingkan lafaz dari makna zahirnya tanpa dalil yang sah.

Kondisi ketiga adalah memalingkan lafaz dari makna zahirnya tanpa dalil sama sekali. Hal ini tidak disebut takwil dalam istilah syar‘i, tetapi disebut permainan (la‘b), karena itu berarti mempermainkan Kitab Allah dan Sunnah Nabi ﷺ. Contohnya adalah penafsiran kaum Rafidhah ekstrem terhadap firman Allah Ta‘ala:

﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً﴾

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyembelih seekor sapi betina.” (Surah Al-Baqarah: 67)

Mereka menafsirkannya dengan maksud Aisyah radhiyallahu ‘anha. Ini jelas merupakan bentuk permainan dan penyimpangan dari makna yang benar.

Termasuk juga dalam jenis ini adalah memalingkan ayat-ayat sifat dari makna zahirnya kepada kemungkinan lain yang tidak memiliki dalil, seperti penafsiran mereka terhadap kata “istawa” dengan makna “menguasai.” Ini tidak termasuk dalam kategori takwil, sebab tidak ada dalil sama sekali yang mendukungnya. Dalam istilah ulama ushul, hal ini disebut permainan (la‘b), karena mempermainkan Kitab Allah ﷻ tanpa dasar dan tanpa sandaran yang sah. Jenis ini haram dilakukan, karena berarti menyerang kalam Rabbul ‘Alamin. Kaidah yang dikenal di kalangan ulama salaf adalah: tidak boleh memalingkan sesuatu dari Kitab Allah atau Sunnah Rasul-Nya dari makna zahirnya yang langsung terlintas, kecuali dengan dalil yang wajib dijadikan sandaran.


  1. HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Lihat Muntaqa al-Akhbar, hlm. 539, no. 3452.

Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 185 dari 228 Berikutnya » Daftar Isi