Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : Tafsir Al Azhar Juz 1 (Pengantar dan Al Fatihah) - Detail Buku
Halaman Ke : 35
Jumlah yang dimuat : 116
« Sebelumnya Halaman 35 dari 116 Berikutnya » Daftar Isi
Tabel terjemah Inggris belum dibuat.
Bahasa Indonesia Translation

Maka jauhlah lebih aman jika ayat-ayat yang mengenai kisah-kisah itu kita turuti bagaimana adanya di dalam al-Quran itu saja, dengan sedikit analisa menurut tanggapan sendiri, dengan catatan bahwa analisa itupun barangkali benar barangkali salah. Sebab yang dimaksudkan dengan segala kisah di dalam al-Quran itu bukanlah perincian kisah melainkan tersebut di dalam al-Quran sendiri, sebagai tersebut di dalam Surat Yusuf, pada ayatnya yang penghabisan sekali (ayat 111).

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ‌ۗ مَا كَانَ حَدِيثٗا يُفۡتَرَىٰ وَلَٰكِن تَصۡدِيقَ ٱلَّذِي بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَتَفۡصِيلَ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ

“Sesungguhnya dalam kisah orang-orang itu, adalah untuk pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai inti-fikiran; bukanlah dia dongeng yang dibuat-buat, melainkan membenarkan apa yang telah terdahulu daripadanya dan penjelasan bagi segala sesuatu, petunjuk dan rahmat untuk kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)

Begitu jelas dimaksudkan Tuhan menerangkan kisah-kisah sebagai wahyu, bukan untuk dongeng yang dibuat-buat, artinya bukan cerita roman atau mythos laksana ceritera Ramayana dan Mahabarata. Tetapi apabila penafsir melihat beberapa tafsir, di antaranya Tafsir al-Khaazin, bertemulah banyak tambahan yang telah membelokkan tujuan kisah al-Quran daripada untuk pengajaran dan petunjuk, menjadi dongeng-dongeng yang disadari atau tidak, telah mengotori al-Quran.

Itulah martabat pertama dari tafsir. Adapun martabat yang kedua ialah perkataan sahabat-sahabat Rasulullah.

Tentu saja sesudah mencari penafsiran daripada Sunnah, kita mencarinya pada pendapat dan perkataan sahabat-sahabat Rasulullah; sebab sudah nyata bahwa mereka hadir di hadapan Rasulullah seketika ayat diturunkan. Dan lagi mereka mengetahui sebab-sebab turunnya ayat (Asbabun-Nuzul). Sebab-sebab turunnya ayat itu tidak dapat tidak, adalah dia jalan yang jelas dan nyata untuk ditempuh. Kemudian itu, sehabis mengetahui turunnya ayat, tentu disadari bahwa ayat ini akan berlaku terus menerus di dalam hal yang sama ‘illatnya. Di sinilah timbul suatu ungkapan ahli-ahli Fiqh dan Ushul-Fiqh:

ٱلۡعِبۡرَةُ بِعُمُومِ ٱللَّفۡظِ لَا بِخُصُوصِ ٱلسَّبَبِ

“Yang jadi perhatian inilah arti yang umum yang dimaksud oleh lafaz, bukan terkhusus kepada sebab mengapa dia diturunkan.”

IDWaktuBahasaPenerjemahStatusAksi
#2923 Sep 2025, 23:53:55idadminTervalidasi

Maka jauhlah lebih aman jika ayat-ayat yang mengenai kisah-kisah itu kita turuti bagaimana adanya di dalam al-Quran itu saja, dengan sedikit analisa menurut tanggapan sendiri, dengan catatan bahwa analisa itupun barangkali benar barangkali salah. Sebab yang dimaksudkan dengan segala kisah di dalam al-Quran itu bukanlah perincian kisah melainkan tersebut di dalam al-Quran sendiri, sebagai tersebut di dalam Surat Yusuf, pada ayatnya yang penghabisan sekali (ayat 111).

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ‌ۗ مَا كَانَ حَدِيثٗا يُفۡتَرَىٰ وَلَٰكِن تَصۡدِيقَ ٱلَّذِي بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَتَفۡصِيلَ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ

“Sesungguhnya dalam kisah orang-orang itu, adalah untuk pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai inti-fikiran; bukanlah dia dongeng yang dibuat-buat, melainkan membenarkan apa yang telah terdahulu daripadanya dan penjelasan bagi segala sesuatu, petunjuk dan rahmat untuk kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)

Begitu jelas dimaksudkan Tuhan menerangkan kisah-kisah sebagai wahyu, bukan untuk dongeng yang dibuat-buat, artinya bukan cerita roman atau mythos laksana ceritera Ramayana dan Mahabarata. Tetapi apabila penafsir melihat beberapa tafsir, di antaranya Tafsir al-Khaazin, bertemulah banyak tambahan yang telah membelokkan tujuan kisah al-Quran daripada untuk pengajaran dan petunjuk, menjadi dongeng-dongeng yang disadari atau tidak, telah mengotori al-Quran.

Itulah martabat pertama dari tafsir. Adapun martabat yang kedua ialah perkataan sahabat-sahabat Rasulullah.

Tentu saja sesudah mencari penafsiran daripada Sunnah, kita mencarinya pada pendapat dan perkataan sahabat-sahabat Rasulullah; sebab sudah nyata bahwa mereka hadir di hadapan Rasulullah seketika ayat diturunkan. Dan lagi mereka mengetahui sebab-sebab turunnya ayat (Asbabun-Nuzul). Sebab-sebab turunnya ayat itu tidak dapat tidak, adalah dia jalan yang jelas dan nyata untuk ditempuh. Kemudian itu, sehabis mengetahui turunnya ayat, tentu disadari bahwa ayat ini akan berlaku terus menerus di dalam hal yang sama ‘illatnya. Di sinilah timbul suatu ungkapan ahli-ahli Fiqh dan Ushul-Fiqh:

ٱلۡعِبۡرَةُ بِعُمُومِ ٱللَّفۡظِ لَا بِخُصُوصِ ٱلسَّبَبِ

“Yang jadi perhatian inilah arti yang umum yang dimaksud oleh lafaz, bukan terkhusus kepada sebab mengapa dia diturunkan.”

#2823 Sep 2025, 23:48:55idadminTervalidasi

Maka jauhlah lebih aman jika ayat-ayat yang mengenai kisah-kisah itu kita turuti bagaimana adanya di dalam al-Quran itu saja, dengan sedikit analisa menurut tanggapan sendiri, dengan catatan bahwa analisa itupun barangkali benar barangkali salah. Sebab yang dimaksudkan dengan segala kisah di dalam al-Quran itu bukanlah perincian kisah melainkan tersebut di dalam al-Quran sendiri, sebagai tersebut di dalam Surat Yusuf, pada ayatnya yang penghabisan sekali (ayat 111).

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ‌ۗ مَا كَانَ حَدِيثٗا يُفۡتَرَىٰ وَلَٰكِن تَصۡدِيقَ ٱلَّذِي بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَتَفۡصِيلَ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ

“Sesungguhnya dalam kisah orang-orang itu, adalah untuk pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai inti-fikiran; bukanlah dia dongeng yang dibuat-buat, melainkan membenarkan apa yang telah terdahulu daripadanya dan penjelasan bagi segala sesuatu, petunjuk dan rahmat untuk kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)

Begitu jelas dimaksudkan Tuhan menerangkan kisah-kisah sebagai wahyu, bukan untuk dongeng yang dibuat-buat, artinya bukan cerita roman atau mythos laksana ceritera Ramayana dan Mahabarata. Tetapi apabila penafsir melihat beberapa tafsir, di antaranya Tafsir al-Khaazin, bertemulah banyak tambahan yang telah membelokkan tujuan kisah al-Quran daripada untuk pengajaran dan petunjuk, menjadi dongeng-dongeng yang disadari atau tidak, telah mengotori al-Quran.

Itulah martabat pertama dari tafsir. Adapun martabat yang kedua ialah perkataan sahabat-sahabat Rasulullah.

Tentu saja sesudah mencari penafsiran daripada Sunnah, kita mencarinya pada pendapat dan perkataan sahabat-sahabat Rasulullah; sebab sudah nyata bahwa mereka hadir di hadapan Rasulullah seketika ayat diturunkan. Dan lagi mereka mengetahui sebab-sebab turunnya ayat (Asbabun-Nuzul). Sebab-sebab turunnya ayat itu tidak dapat tidak, adalah dia jalan yang jelas dan nyata untuk ditempuh. Kemudian itu, sehabis mengetahui turunnya ayat, tentu disadari bahwa ayat ini akan berlaku terus menerus di dalam hal yang sama ‘illatnya. Di sinilah timbul suatu ungkapan ahli-ahli Fiqh dan Ushul-Fiqh:

ٱلۡعِبۡرَةُ بِعُمُومِ ٱللَّفۡظِ لَا بِخُصُوصِ ٱلسَّبَبِ

“Yang jadi perhatian inilah arti yang umum yang dimaksud oleh lafaz, bukan terkhusus kepada sebab mengapa dia diturunkan.”

#2723 Sep 2025, 23:46:56idadminSiap Validasi

Maka jauhlah lebih aman jika ayat-ayat yang mengenai kisah-kisah itu kita turuti bagaimana adanya di dalam al-Quran itu saja, dengan sedikit analisa menurut tanggapan sendiri, dengan catatan bahwa analisa itupun barangkali benar barangkali salah. Sebab yang dimaksudkan dengan segala kisah di dalam al-Quran itu bukanlah perincian kisah melainkan tersebut di dalam al-Quran sendiri, sebagai tersebut di dalam Surat Yusuf, pada ayatnya yang penghabisan sekali (ayat 111).

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِى ٱلۡأَلۡبَـٰبِ‌ۗ مَا كَانَ حَدِيثٗا يُفۡتَرَىٰ وَلَـٰكِن تَصۡدِيقَ ٱلَّذِي بَيۡنَ يَدَيۡهِ وَتَفۡصِيلَ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُدٗى وَرَحۡمَةٗ لِّقَوۡمٖ يُؤۡمِنُونَ

“Sesungguhnya dalam kisah orang-orang itu, adalah untuk pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai inti-fikiran; bukanlah dia dongeng yang dibuat-buat, melainkan membenarkan apa yang telah terdahulu daripadanya dan penjelasan bagi segala sesuatu, petunjuk dan rahmat untuk kaum yang beriman.” (Yusuf: 111)

Begitu jelas dimaksudkan Tuhan menerangkan kisah-kisah sebagai wahyu, bukan untuk dongeng yang dibuat-buat, artinya bukan cerita roman atau mythos laksana ceritera Ramayana dan Mahabarata. Tetapi apabila penafsir melihat beberapa tafsir, di antaranya Tafsir al-Khaazin, bertemulah banyak tambahan yang telah membelokkan tujuan kisah al-Quran daripada untuk pengajaran dan petunjuk, menjadi dongeng-dongeng yang disadari atau tidak, telah mengotori al-Quran.

Itulah martabat pertama dari tafsir. Adapun martabat yang kedua ialah perkataan sahabat-sahabat Rasulullah.

Tentu saja sesudah mencari penafsiran daripada Sunnah, kita mencarinya pada pendapat dan perkataan sahabat-sahabat Rasulullah; sebab sudah nyata bahwa mereka hadir di hadapan Rasulullah seketika ayat diturunkan. Dan lagi mereka mengetahui sebab-sebab turunnya ayat (Asbabun-Nuzul). Sebab-sebab turunnya ayat itu tidak dapat tidak, adalah dia jalan yang jelas dan nyata untuk ditempuh. Kemudian itu, sehabis mengetahui turunnya ayat, tentu disadari bahwa ayat ini akan berlaku terus menerus di dalam hal yang sama ‘illatnya. Di sinilah timbul suatu ungkapan ahli-ahli Fiqh dan Ushul-Fiqh:

ٱلۡعِبۡرَةُ بِعُمُومِ ٱللَّفۡظِ لَا بِخُصُوصِ ٱلسَّبَبِ

“Yang jadi perhatian inilah arti yang umum yang dimaksud oleh lafaz, bukan terkhusus kepada sebab mengapa dia diturunkan.”


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 35 dari 116 Berikutnya » Daftar Isi