Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
“Dengan nama Allah, Yang Maha Murah, Maha Penyayang.” (ayat 1).
Artinya, aku mulailah pekerjaanku ini, menyiarkan wahyu Ilahi kepada insan, di atas nama Allah itu sendiri, yang telah memerintahkan aku demi menyampaikannya.
Inilah contoh teladan yang diberikan kepada kita, supaya memulai suatu pekerjaan penting dengan nama Allah. Laksana yang terdapat bagi suatu kerajaan bila menurunkan suatu perintah, menjadi kuatlah dia kalau dia disampaikan “di atas nama penguasa tertinggi”, raja atau kepala negara, sehingga jelaslah kekuatan kata-kata itu yang bukan atas kehendak yang menyampaikannya saja, dan nampak pertanggungjawaban. Nabi Muhammad s.a.w. disuruh menyampaikan wahyu itu di atas nama Allah. Dia, Rasul Allah itu, tidaklah lebih dari manusia biasa, tetapi ucapan yang keluar dari mulutnya bukanlah semena-mena atas kehendaknya sendiri, tetapi Allahlah yang memerintahkan. Dari yang empunya nama itu dia mengambil kekuatan.
ALLAH, adalah Zat Yang Maha Tinggi, Maha Mulia dan Maha Kuasa. Zat Pencipta seluruh alam, langit dan bumi, matahari dan bulan, dan seluruh yang ada. DIA adalah yang wajibul wujud, yang sudah pasti ADA, yang mustahil tidak ada.
Menurut keterangan Raghib orang Isfahan, ahli bahasa yang terkenal itu, nama yang diberikan untuk Zat Yang Maha Kuasa itu ialah ALLAH. Kalimat ini telah lama dipakai oleh bangsa Arab untuk Yang Maha Esa itu. Kalimat ALLAH itu — demikian kata Raghib — adalah perkembangan dari kalimat Al-Ilah. Yang dalam bahasa Melayu Kuno dapat diartikan Dewa atau Tuhan. Segala sesuatu yang mereka anggap sakti dan mereka puja, mereka sebutkan dia Al-Ilah. Dan kalau hendak menyebutkan banyak Tuhan, mereka pakai kata jama’, yaitu Al-Ilahh. Tetapi fikiran murni mereka telah sampai kepada kesimpulan bahwa dari tuhan-tuhan dan dewa-dewa yang mereka katakan banyak itu, hanya SATU jua Yang Maha Kuasa, Maha Tinggi, Maha Mulia. Maka untuk mengungkapkan fikiran kepada Yang Maha Esa itu mereka pakaialah kalimat Ilah itu, dan supaya lebih khusus kepada Yang Esa itu, mereka cantumkan di pangkalnya Alif dan Lam pengenalan (Alif-Lam Ta’rif), yaitu Al menjadi Al-Ilah. Lalu mereka buangkan huruf hamzah yang di tengah, Al-Ilah menjadi ALLAH. Dengan menyebut Allah itu tidak ada lagi yang mereka maksud melainkan Zat Yang Maha Esa. Maha Tinggi, Yang Berdiri sendirinya itulah, dan tidak lagi mereka pakai untuk yang lain. Tidak ada satu berhalapun yang mereka namai ALLAH.
Dalam al-Quran banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan, jika Nabi Muhammad s.a.w. bertanya kepada musyrikin penyembah berhala itu siapa yang menjadikan semuanya ini pasti mereka akan menjawab: “Allahlah yang menciptakan semuanya!”
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ (العنكبوت : ٦١)
id) oleh admin pada 24 September 2025 - 05:33:07.“Dengan nama Allah, Yang Maha Murah, Maha Penyayang.” (ayat 1).
Artinya, aku mulailah pekerjaanku ini, menyiarkan wahyu Ilahi kepada insan, di atas nama Allah itu sendiri, yang telah memerintahkan aku demi menyampaikannya.
Inilah contoh teladan yang diberikan kepada kita, supaya memulai suatu pekerjaan penting dengan nama Allah. Laksana yang terdapat bagi suatu kerajaan bila menurunkan suatu perintah, menjadi kuatlah dia kalau dia disampaikan “di atas nama penguasa tertinggi”, raja atau kepala negara, sehingga jelaslah kekuatan kata-kata itu yang bukan atas kehendak yang menyampaikannya saja, dan nampak pertanggungjawaban. Nabi Muhammad s.a.w. disuruh menyampaikan wahyu itu di atas nama Allah. Dia, Rasul Allah itu, tidaklah lebih dari manusia biasa, tetapi ucapan yang keluar dari mulutnya bukanlah semena-mena atas kehendaknya sendiri, tetapi Allahlah yang memerintahkan. Dari yang empunya nama itu dia mengambil kekuatan.
ALLAH, adalah Zat Yang Maha Tinggi, Maha Mulia dan Maha Kuasa. Zat Pencipta seluruh alam, langit dan bumi, matahari dan bulan, dan seluruh yang ada. DIA adalah yang wajibul wujud, yang sudah pasti ADA, yang mustahil tidak ada.
Menurut keterangan Raghib orang Isfahan, ahli bahasa yang terkenal itu, nama yang diberikan untuk Zat Yang Maha Kuasa itu ialah ALLAH. Kalimat ini telah lama dipakai oleh bangsa Arab untuk Yang Maha Esa itu. Kalimat ALLAH itu — demikian kata Raghib — adalah perkembangan dari kalimat Al-Ilah. Yang dalam bahasa Melayu Kuno dapat diartikan Dewa atau Tuhan. Segala sesuatu yang mereka anggap sakti dan mereka puja, mereka sebutkan dia Al-Ilah. Dan kalau hendak menyebutkan banyak Tuhan, mereka pakai kata jama’, yaitu Al-Ilahh. Tetapi fikiran murni mereka telah sampai kepada kesimpulan bahwa dari tuhan-tuhan dan dewa-dewa yang mereka katakan banyak itu, hanya SATU jua Yang Maha Kuasa, Maha Tinggi, Maha Mulia. Maka untuk mengungkapkan fikiran kepada Yang Maha Esa itu mereka pakaialah kalimat Ilah itu, dan supaya lebih khusus kepada Yang Esa itu, mereka cantumkan di pangkalnya Alif dan Lam pengenalan (Alif-Lam Ta’rif), yaitu Al menjadi Al-Ilah. Lalu mereka buangkan huruf hamzah yang di tengah, Al-Ilah menjadi ALLAH. Dengan menyebut Allah itu tidak ada lagi yang mereka maksud melainkan Zat Yang Maha Esa. Maha Tinggi, Yang Berdiri sendirinya itulah, dan tidak lagi mereka pakai untuk yang lain. Tidak ada satu berhalapun yang mereka namai ALLAH.
Dalam al-Quran banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan, jika Nabi Muhammad s.a.w. bertanya kepada musyrikin penyembah berhala itu siapa yang menjadikan semuanya ini pasti mereka akan menjawab: “Allahlah yang menciptakan semuanya!”
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ (العنكبوت : ٦١)
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #70 | 24 Sep 2025, 05:33:07 | id | admin | Tervalidasi | — |
“Dengan nama Allah, Yang Maha Murah, Maha Penyayang.” (ayat 1). Artinya, aku mulailah pekerjaanku ini, menyiarkan wahyu Ilahi kepada insan, di atas nama Allah itu sendiri, yang telah memerintahkan aku demi menyampaikannya. Inilah contoh teladan yang diberikan kepada kita, supaya memulai suatu pekerjaan penting dengan nama Allah. Laksana yang terdapat bagi suatu kerajaan bila menurunkan suatu perintah, menjadi kuatlah dia kalau dia disampaikan “di atas nama penguasa tertinggi”, raja atau kepala negara, sehingga jelaslah kekuatan kata-kata itu yang bukan atas kehendak yang menyampaikannya saja, dan nampak pertanggungjawaban. Nabi Muhammad s.a.w. disuruh menyampaikan wahyu itu di atas nama Allah. Dia, Rasul Allah itu, tidaklah lebih dari manusia biasa, tetapi ucapan yang keluar dari mulutnya bukanlah semena-mena atas kehendaknya sendiri, tetapi Allahlah yang memerintahkan. Dari yang empunya nama itu dia mengambil kekuatan. ALLAH, adalah Zat Yang Maha Tinggi, Maha Mulia dan Maha Kuasa. Zat Pencipta seluruh alam, langit dan bumi, matahari dan bulan, dan seluruh yang ada. DIA adalah yang wajibul wujud, yang sudah pasti ADA, yang mustahil tidak ada. Menurut keterangan Raghib orang Isfahan, ahli bahasa yang terkenal itu, nama yang diberikan untuk Zat Yang Maha Kuasa itu ialah ALLAH. Kalimat ini telah lama dipakai oleh bangsa Arab untuk Yang Maha Esa itu. Kalimat ALLAH itu — demikian kata Raghib — adalah perkembangan dari kalimat Al-Ilah. Yang dalam bahasa Melayu Kuno dapat diartikan Dewa atau Tuhan. Segala sesuatu yang mereka anggap sakti dan mereka puja, mereka sebutkan dia Al-Ilah. Dan kalau hendak menyebutkan banyak Tuhan, mereka pakai kata jama’, yaitu Al-Ilahh. Tetapi fikiran murni mereka telah sampai kepada kesimpulan bahwa dari tuhan-tuhan dan dewa-dewa yang mereka katakan banyak itu, hanya SATU jua Yang Maha Kuasa, Maha Tinggi, Maha Mulia. Maka untuk mengungkapkan fikiran kepada Yang Maha Esa itu mereka pakaialah kalimat Ilah itu, dan supaya lebih khusus kepada Yang Esa itu, mereka cantumkan di pangkalnya Alif dan Lam pengenalan (Alif-Lam Ta’rif), yaitu Al menjadi Al-Ilah. Lalu mereka buangkan huruf hamzah yang di tengah, Al-Ilah menjadi ALLAH. Dengan menyebut Allah itu tidak ada lagi yang mereka maksud melainkan Zat Yang Maha Esa. Maha Tinggi, Yang Berdiri sendirinya itulah, dan tidak lagi mereka pakai untuk yang lain. Tidak ada satu berhalapun yang mereka namai ALLAH. Dalam al-Quran banyak bertemu ayat-ayat yang menerangkan, jika Nabi Muhammad s.a.w. bertanya kepada musyrikin penyembah berhala itu siapa yang menjadikan semuanya ini pasti mereka akan menjawab: “Allahlah yang menciptakan semuanya!” وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ (العنكبوت : ٦١) | |||||