Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
الإيمان والحياة
٢ المقدمة
الإيمان والحياة
تأليف
الدكتور يوسف القرضاوي
كلية الشريعة
جامعة قطر
الطبعة الثانية
١٣٩٩ هـ - ١٩٧٩ م
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه، (وبعد) ..
فإن حديث "الإيمان" لم يعد يُطرح على هامش الوجود، جبراً أو أن نظنه لا يُستحث، أو نعدّه في زوايا النسيان. كيف وهي أمّ بلاء الإنسان ومصيره؟ إن أعظم قضية للإعلان هي "قضية مصيرية"، بالنظر إلى الإنسان.
إنما مسألة الإيمان: أهو أم لا؟ إذا أُثيرت، فإنما تثار على كل ذي عقل، كل من يفكر فيه ويطمئن إلى حقيقته.
وقد فكر الكثيرون من أولي الألباب، وانتهى كل منهم إلى إثبات العقيدة في الله بطريقه الخاص،
فمنهم من استند إلى صوت الفطرة أو أعماقها (أي أن الله فطر الناس عليها)
﴿فطرة الله التي فطر الناس عليها﴾ (الروم: ٣٠)
ومنهم من اعتمد على "العقل" الذي يرى أن كل صنعة لا بدّ من صانع، وكل حادث لا بد له من محدث، وكل حركة لا بد من محرّك، وكل نظام لا بد أن يكون وراءه مهيمن، وهذه البداية ثبتت الأدلة البديهية في العقول.
ومنهم من تأمل النفس المتناقضة حسابيًا، ورأى أن لا أحد أضبط نفسًا من الله، وما بعد حياته: يؤمن بالله، والآخرة، والبعث والجزاء.
ومن مثل هذا عرض الفارابي الفيلسوف في الملة الأخرى:
إن لم نكن تركنا مبدأ... أو صرّح فافلسف رأيك!
وقال الفيلسوف الإيماني:
إما أن تكون مؤمنًا أو غير مؤمن، فإذا افترضنا أن عقلك قال: المجرة لا تزال تدار بالقيمة، وإنها بالعينة، فإنك شكّيت في الطبيعة، فإنك تحتار في كل طارئ! حتى إذا بحت: مَن أعطاك هذا وما إلى ذلك؟ فإنك ترى أن الإنسان عبد ناقص، ولا يستطيع أن يشرّع لنفسه، أو يتحكم بكل صغيرة وكبيرة! فإن قال لك عقلك: إن الطبيعة صماء، فإنك حصلت على فوضى، فإذا انخفض شعورك أو ارتفع، فأنت على خطر! فليس الإيمان إلاّ أمانًا، وليس الكفر إلاّ حرمانًا، فلو كان عقلك إيمانيًا حصلت مطمئنًا ومعقولاً.
ولهذا قال على لسان المؤمنين: إن الإيمان بالدار الآخرة لا يجعلك مرتبكًا في قراراتك النهائية التي ترتبط بالحياة الآخرة. لأن الإيمان بالحياة الآخرة يدفع إلى العمل الصالح، ويبعد عن العمل السيء.
﴿إن الذين آمنوا وعملوا الصالحات يهديهم ربهم بإيمانهم﴾ (يونس: ٩)
﴿إن الذين أحسنوا في هذه الدنيا حسنة، ولدار الآخرة خير﴾ (النحل: ٣٠)
إن العبادات التي فرضها الدين إنما هي وسائل لترك النفس أنيقة ورقيقة وصافية، وما أقل ما في الدنيا متاع، فإنما الدنيا متاع الغرور، والله هو خير ما يكسب ويدّخر ما من خير.
1. Iman dan Kehidupan
2. Pendahuluan
Iman dan Kehidupan
Karya
Dr. Yusuf al-Qaradhawi
Fakultas Syariah
Universitas Qatar
Cetakan Kedua
1399 H – 1979 M
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah, dan salawat serta salam atas Rasulullah, keluarga dan sahabatnya, serta siapa pun yang mengikuti petunjuknya. Amma ba’du...
Sesungguhnya pembahasan tentang "iman" tidak lagi ditempatkan di pinggiran eksistensi, seolah terpaksa atau dianggap tak perlu dibahas. Bagaimana bisa demikian, padahal ia adalah sumber kebahagiaan dan nasib manusia? Sesungguhnya isu terbesar yang layak diangkat adalah "isu eksistensial", yaitu jika dilihat dari sudut pandang manusia.
Pertanyaan tentang iman — apakah ada atau tidak — jika diajukan, maka itu adalah pertanyaan mendasar bagi setiap orang yang berpikir dan mencari kebenaran.
Banyak para pemikir dan orang-orang bijak telah memikirkan hal ini, dan masing-masing sampai pada pembuktian keimanan kepada Allah dengan jalannya sendiri.
Sebagian mereka bersandar pada suara fitrah atau kedalamannya — bahwa Allah menciptakan manusia dengan fitrah tersebut:
“Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu” (QS. Ar-Rum: 30)
Sebagian lainnya bersandar pada akal, yang melihat bahwa setiap ciptaan pasti ada penciptanya, setiap kejadian pasti ada yang menyebabkan, setiap gerakan pasti ada penggeraknya, dan setiap sistem pasti ada yang mengaturnya. Premis awal ini telah dibuktikan oleh akal-akal yang sehat.
Sebagian lagi merenungi jiwanya sendiri yang kompleks dan penuh perhitungan, lalu menyimpulkan bahwa tiada yang lebih cermat dan adil dari Allah. Dan karena itu, dia beriman kepada Allah, hari akhir, kebangkitan, dan pembalasan.
Filsuf Farabi dalam pemikiran filsafatnya mengatakan:
Jika kita tidak menetapkan prinsip… maka nyatakan pendapatmu secara filosofis!
Seorang filsuf yang beriman mengatakan:
Jika engkau tidak beriman, maka engkau akan mendapati bahwa akalmu ragu terhadap alam semesta ini. Dan jika akalmu ragu terhadap alam, maka kau pun akan bingung terhadap seluruh kejadian! Jika kau bertanya: siapa yang memberimu semua ini? Maka kau akan menyadari bahwa manusia itu lemah dan tak mampu menetapkan aturan bagi dirinya sendiri!
Jika akalmu mengatakan bahwa alam semesta ini tanpa arah dan makna, maka kau akan hidup dalam kekacauan. Dan jika semangatmu turun atau naik, kau dalam bahaya.
Karena itu, iman adalah keamanan, dan kufur adalah kehilangan. Jika akalmu adalah akal yang beriman, maka kau akan tenang dan logis.
Karenanya, Allah berfirman melalui lisan orang-orang beriman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, Tuhan mereka akan membimbing mereka dengan keimanan mereka” (QS. Yunus: 9)
“Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan mendapat kebaikan, dan sungguh akhirat adalah lebih baik” (QS. An-Nahl: 30)
Ibadah yang diwajibkan oleh agama, sejatinya adalah sarana untuk menyucikan jiwa agar bersih, halus, dan jernih. Dunia hanyalah kesenangan yang menipu, sementara Allah adalah sebaik-baik yang diperoleh dan disimpan.