Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dia memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman untuk berpegang teguh pada tali-Nya yang kokoh dan melarang mereka dari perpecahan. Dengan hikmah, keadilan, dan sunnah-Nya dalam penciptaan, Dia menjadikan manusia terpecah menjadi dua golongan: orang-orang beriman yang jujur dan orang-orang yang penuh perpecahan dan kemunafikan. Dengan itu berjalanlah ketetapan-Nya melalui karunia, rahmat, hikmah, dan keadilan-Nya pada makhluk-Nya; memberi pahala kepada mereka yang menaati-Nya dengan karunia dan rahmat-Nya, dan menghukum dengan hikmah dan keadilan-Nya orang-orang durhaka yang berpaling dari perintah-Nya dan menyimpang dari jalan yang lurus, hingga tidak mendapat bagian apa pun di akhirat.
Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Allah mengutus beliau untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (1). Beliau memperingatkan umatnya dari segala tanda kemunafikan dan menegaskan bahayanya akhlak yang buruk. Beliau menyampaikan dari Tuhannya bahwa orang-orang munafik berada di dasar neraka yang paling bawah, agar mereka merasakan seluruh bentuk siksa dan panasnya api yang membakar. Maka setelah itu, tidak ada pelindung dan penolong bagi mereka dari azab Allah.
Perlu diketahui bahwa kaum Rafidhah membangun agama mereka di atas keyakinan batin yang rusak, yang membawa kebencian Majusi yang terpendam terhadap kaum Muslimin. Karena itu mereka termasuk barisan terdepan dari orang-orang munafik. Ketika mereka mendirikan agama mereka di atas dasar kemunafikan, mereka menamainya dengan "taqiyah", agar tujuan dan ambisi mereka bisa tercapai dengan segala cara, meski harus menumpahkan darah kaum Muslimin. Mereka muncul di tengah umat Islam dengan akidah itu untuk menimbulkan perpecahan. Maka akal dan hati mereka telah diracuni, yang tak ada penawarnya. Pada hari perpisahan, mereka tidak akan mendapatkan wali dan penolong selain Allah, dan penyakit mereka pun tidak ada tabibnya. Saat kesulitan dan penderitaan memuncak, ketika kaki bertemu dengan kaki (saat sakaratul maut), mereka tidak akan bisa lari. Hari itu, tidak ada tempat kembali selain kepada Allah. Hanya kepada-Nya tempat kembali, hanya kepada-Nya tujuan perjalanan.
Kita memohon kepada Allah agar meneguhkan kita di atas Islam dan Sunnah, agar Dia mengumpulkan kita bersama orang-orangnya – yakni orang-orang yang penuh ihsan dan persatuan – serta menjauhkan kita dari orang-orang yang gemar memisahkan diri, menimbulkan perpecahan, kaum munafik, dan mereka yang kehilangan akhlak.
Adapun [Rencana Penelitian], penulis telah menyusun rencana penelitian yang terdiri dari dua bab. Setiap bab memuat sejumlah pembahasan, setiap pembahasan memuat sejumlah poin, yang meliputi:
1. Pentingnya tema penelitian
2. Kajian terdahulu yang paling relevan
3. Alasan dan latar belakang pemilihan tema penelitian
4. Permasalahan penelitian dan tujuan yang ingin dicapai
5. Metode penelitian
6. Penutup penelitian beserta kesimpulan hasil utama dari kajian ringkas ini
7. Kumpulan daftar isi dan referensi
Rencana penelitian ini terdiri dari dua bab sebagai berikut:
Bab pertama membahas definisi taqiyah, yang terdiri dari dua pembahasan.
Pembahasan pertama: penjelasan tentang makna taqiyah, yang terdiri dari dua poin.
Poin pertama: pengertian taqiyah dalam bahasa. (1) – Dalam hal ini terdapat banyak hadits, di antaranya hadits dari Abu Hurairah – semoga Allah meridhainya – ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بُعِثتُ لأُتَمِّمَ صالِحَ الأخْلاقِ
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (8939), al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (273) dengan lafaz keduanya, juga al-Bazzar (8949) dengan sedikit perbedaan. Hadits ini disahihkan oleh al-Albani dalam Sahih al-Jami’ (2833). Dalam riwayat lain disebutkan:
إنما بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مكارمَ
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak mulia.”
(al-Silsilah al-Sahihah, no. 45).