Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
الشيءَ وتقَيْتُه أتّقيه، وأتْقيه تقًى وتُقاة: حذِرته. (١) والتَّقيّة مأخوذة: من الاتقاء، وأصل الاتقاء: الحجز بين الشيئين، يقال: اتقاه بالترس؛ أي: جعله حاجزًا بينه وبينه، واتقاه بحقه أيضًا كذلك، ومنه الوقاية، ويقال: وقاه، ومنه التَّقيّة (٢)، ووقى الشيء وقايةً: إذا صانه بوقاء، ووقاه الله تعالى؛ أي: حفظه ومنعه (٣)، واتقى الرجل الشيء يتقيه، إذا اتخذ ساترًا يحفظه من ضرره. والتقاة والتَّقيّة والتقوى والاتقاء كله واحدٌ. (٤)
وقال الراغب الأصفهاني (ت: ٥٠٢ هـ): الوقاية: حفظ الشيء مما يؤذيه ويضره، يقال وقيت الشيء أقيه وقاية ووقاء. (٥)
المطلب الثاني: مفهوم التَّقيّة في الاصطلاح يقول الحافظ ابن حجر (ت: ٨٥٢ هـ) - رحمه الله-: ومعنى التَّقيّة: الحذر من إظهار ما في النفس من معتقد وغيره للغير، وأصله وقية بوزن حمزة، فعلة من الوقاية. (٦)
يعرفها السرخسي الحنفي (ت: ٤٩٠ هـ) - رحمه الله- فيقول: والتَّقيّة: أن يقي نفسه من العقوبة بما يظهره، وإن كان يضمر خلافه. (٧) وقِيل: التَّقيّة هي تجنب العدو بإظهار ما يوافقه مع إضمار ما يخالفه من عقيدة ونحوها، وهو واجب في موارد محددة. (٨) وهذا التعريف تعريف جامع لأنه يشمل التَّقيّة بأنواعها، أعني: التَّقيّة العقدية والقولية والفعلية.
المبحث الثاني: التَّقيّة عند علماء أهل السنة وعلماء الرافضة (٩) وفيه مطلبان:
المطلب الأول: مفهوم التَّقيّة عند علماء أهل السنة يقول السرخسي (ت: ٤٩٠ هـ): والتَّقيّة: أن يقي نفسه من العقوبة بما يظهره، وإن كان يضمر خلافه. (١٠) والسرخسي قد قيدها باتقاء العقوبة. ويقول محمّد رشيد رضا (ت: ١٣٥٤ هـ): والتَّقيّة: ما يقال أو يُفعل مخالفاً للحقّ لأجل توقّي الضرر. (١١) ورشيد رضا قيدها بتوقّي الضرر. ويقول محمد مصطفى المراغي (ت: ١٣٦٤ هـ): التَّقيّة: بأن يقول الإنسان، أو يفعل ما يخالف الحقّ، لأجل التوقّي من ضرر الأعداء، يعود إلى النفس، أو العِرض، أو المال. (١٢) وكذلك المراغي قيدها بتوقّي ضرر الأعداء.
ويلاحظ أن تعريف التَّقيّة عند علماء الإسلام من أهل السنة مقيد بخوف الضرر، واتقاء العقوبة، وقيد ذلك أيضًا بالخوف من الأعداء، وذلك من أجل حفظ الضرورات والكليات الخمس التي جاءت بها مقاصد الشريعة، وأمرت بحفظها.
الهوامش:
...“Aku menjaga sesuatu, aku menghindarinya, aku menjauhinya dengan sikap hati-hati.”(1) Taqiyah diambil dari kata al-ittiqâ’ (penghindaran). Asal kata al-ittiqâ’ berarti membuat penghalang antara dua hal. Misalnya dikatakan: “Ia melindungi dirinya dengan perisai,” artinya ia menjadikan perisai itu sebagai penghalang antara dirinya dan lawannya. Demikian pula dikatakan: “Ia menjaga dirinya dengan haknya.” Dari akar kata ini pula lahirlah kata al-wiqâyah (perlindungan). Dikatakan: “Waqâhu” artinya ia melindunginya. Dari sini lahirlah kata at-taqiyyah.(2) “Waqâ asy-syai’a wiqâyatan” artinya ia melindungi sesuatu dengan pelindung. Dikatakan pula: “Allah melindunginya,” maksudnya Allah menjaganya dan menghalanginya dari bahaya.(3) Dikatakan juga: “Seseorang menjauhi sesuatu, berarti ia mengambil penutup untuk menjaga dirinya dari bahayanya.” Maka kata at-tuqa, at-taqiyyah, at-taqwâ, dan al-ittiqâ’ semuanya bermakna sama.(4)
Al-Râghib al-Ashfahâni (w. 502 H) berkata: “Al-wiqâyah adalah menjaga sesuatu dari hal yang dapat menyakitinya dan merusaknya. Dikatakan: waqaitu asy-syai’a artinya aku menjaganya; aqîhi wiqâyatan wa wiqâ’an.”(5)
Poin kedua: Pengertian taqiyah dalam istilah. Al-Hafizh Ibnu Hajar (w. 852 H) –rahimahullah– berkata: “Makna taqiyah adalah berhati-hati dari menampakkan apa yang ada dalam hati berupa keyakinan atau selainnya kepada orang lain. Asal katanya adalah waqiyah, dengan wazan hamzah, isim mashdar dari kata al-wiqâyah (perlindungan).”(6)
Al-Sarakhsi al-Hanafi (w. 490 H) –rahimahullah– mendefinisikannya: “Taqiyah adalah seseorang melindungi dirinya dari hukuman dengan sesuatu yang ia tampakkan, meskipun ia menyembunyikan hal yang sebaliknya.”(7) Ada pula yang mengatakan: “Taqiyah adalah menghindari musuh dengan menampakkan sesuatu yang sesuai dengannya, sementara di dalam hati menyembunyikan hal yang berbeda, seperti keyakinan atau semacamnya. Hal ini diwajibkan pada kondisi tertentu.”(8) Definisi ini bersifat umum, karena mencakup seluruh jenis taqiyah: taqiyah dalam akidah, ucapan, dan perbuatan.
Pembahasan kedua: Taqiyah menurut para ulama Ahlus Sunnah dan para ulama Rafidhah, yang terdiri dari dua poin.
Poin pertama: Pengertian taqiyah menurut para ulama Ahlus Sunnah. Al-Sarakhsi (w. 490 H) berkata: “Taqiyah adalah seseorang melindungi dirinya dari hukuman dengan sesuatu yang ia tampakkan, meskipun ia menyembunyikan hal yang sebaliknya.”(10) Al-Sarakhsi membatasi definisi ini pada konteks melindungi diri dari hukuman.
Muhammad Rasyid Ridha (w. 1354 H) berkata: “Taqiyah adalah sesuatu yang diucapkan atau dilakukan yang bertentangan dengan kebenaran demi menghindari bahaya.”(11) Rasyid Ridha membatasi taqiyah pada konteks menghindari bahaya.
Muhammad Mustafa al-Maraghi (w. 1364 H) berkata: “Taqiyah adalah seseorang mengucapkan atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran demi melindungi diri dari bahaya musuh, baik bahaya itu menimpa jiwa, kehormatan, maupun harta.”(12) Al-Maraghi juga membatasi definisi taqiyah pada konteks melindungi diri dari bahaya musuh.
Terlihat bahwa definisi taqiyah menurut para ulama Ahlus Sunnah selalu dibatasi pada kondisi adanya rasa takut terhadap bahaya, perlindungan dari hukuman, atau rasa takut dari ancaman musuh. Semua itu dalam rangka menjaga lima kebutuhan pokok (al-dharuriyyât al-khams) yang ditetapkan oleh maqâshid al-syarî‘ah untuk dijaga dan dipelihara.
Catatan Kaki: