Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : At-Taqiyyah Asasu Din asy-Syi'ah al-Imamiyah - Detail Buku
Halaman Ke : 8
Jumlah yang dimuat : 32
« Sebelumnya Halaman 8 dari 32 Berikutnya » Daftar Isi
Tabel terjemah Inggris belum dibuat.
Bahasa Indonesia Translation

...“Aku menjaga sesuatu, aku menghindarinya, aku menjauhinya dengan sikap hati-hati.”(1) Taqiyah diambil dari kata al-ittiqâ’ (penghindaran). Asal kata al-ittiqâ’ berarti membuat penghalang antara dua hal. Misalnya dikatakan: “Ia melindungi dirinya dengan perisai,” artinya ia menjadikan perisai itu sebagai penghalang antara dirinya dan lawannya. Demikian pula dikatakan: “Ia menjaga dirinya dengan haknya.” Dari akar kata ini pula lahirlah kata al-wiqâyah (perlindungan). Dikatakan: “Waqâhu” artinya ia melindunginya. Dari sini lahirlah kata at-taqiyyah.(2) “Waqâ asy-syai’a wiqâyatan” artinya ia melindungi sesuatu dengan pelindung. Dikatakan pula: “Allah melindunginya,” maksudnya Allah menjaganya dan menghalanginya dari bahaya.(3) Dikatakan juga: “Seseorang menjauhi sesuatu, berarti ia mengambil penutup untuk menjaga dirinya dari bahayanya.” Maka kata at-tuqa, at-taqiyyah, at-taqwâ, dan al-ittiqâ’ semuanya bermakna sama.(4)

Al-Râghib al-Ashfahâni (w. 502 H) berkata: “Al-wiqâyah adalah menjaga sesuatu dari hal yang dapat menyakitinya dan merusaknya. Dikatakan: waqaitu asy-syai’a artinya aku menjaganya; aqîhi wiqâyatan wa wiqâ’an.”(5)

Poin kedua: Pengertian taqiyah dalam istilah. Al-Hafizh Ibnu Hajar (w. 852 H) –rahimahullah– berkata: “Makna taqiyah adalah berhati-hati dari menampakkan apa yang ada dalam hati berupa keyakinan atau selainnya kepada orang lain. Asal katanya adalah waqiyah, dengan wazan hamzah, isim mashdar dari kata al-wiqâyah (perlindungan).”(6)

Al-Sarakhsi al-Hanafi (w. 490 H) –rahimahullah– mendefinisikannya: “Taqiyah adalah seseorang melindungi dirinya dari hukuman dengan sesuatu yang ia tampakkan, meskipun ia menyembunyikan hal yang sebaliknya.”(7) Ada pula yang mengatakan: “Taqiyah adalah menghindari musuh dengan menampakkan sesuatu yang sesuai dengannya, sementara di dalam hati menyembunyikan hal yang berbeda, seperti keyakinan atau semacamnya. Hal ini diwajibkan pada kondisi tertentu.”(8) Definisi ini bersifat umum, karena mencakup seluruh jenis taqiyah: taqiyah dalam akidah, ucapan, dan perbuatan.

Pembahasan kedua: Taqiyah menurut para ulama Ahlus Sunnah dan para ulama Rafidhah, yang terdiri dari dua poin.

Poin pertama: Pengertian taqiyah menurut para ulama Ahlus Sunnah. Al-Sarakhsi (w. 490 H) berkata: “Taqiyah adalah seseorang melindungi dirinya dari hukuman dengan sesuatu yang ia tampakkan, meskipun ia menyembunyikan hal yang sebaliknya.”(10) Al-Sarakhsi membatasi definisi ini pada konteks melindungi diri dari hukuman.

Muhammad Rasyid Ridha (w. 1354 H) berkata: “Taqiyah adalah sesuatu yang diucapkan atau dilakukan yang bertentangan dengan kebenaran demi menghindari bahaya.”(11) Rasyid Ridha membatasi taqiyah pada konteks menghindari bahaya.

Muhammad Mustafa al-Maraghi (w. 1364 H) berkata: “Taqiyah adalah seseorang mengucapkan atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran demi melindungi diri dari bahaya musuh, baik bahaya itu menimpa jiwa, kehormatan, maupun harta.”(12) Al-Maraghi juga membatasi definisi taqiyah pada konteks melindungi diri dari bahaya musuh.

Terlihat bahwa definisi taqiyah menurut para ulama Ahlus Sunnah selalu dibatasi pada kondisi adanya rasa takut terhadap bahaya, perlindungan dari hukuman, atau rasa takut dari ancaman musuh. Semua itu dalam rangka menjaga lima kebutuhan pokok (al-dharuriyyât al-khams) yang ditetapkan oleh maqâshid al-syarî‘ah untuk dijaga dan dipelihara.


Catatan Kaki:

  1. (1) Ibnu Manzhur, Lisan al-‘Arab, 15/401. Beirut: Dar Shadir, cet. 3, 1414 H, 15 jilid.
  2. (2) Ibnu Sidah, al-Mukhashshash, 4/61.
  3. (3) Al-Himyari, Syams al-‘Ulum wa Dawa’ Kalam al-‘Arab min al-Kulum, 1/7275.
  4. (4) Abu Mansur al-Harawi, Tahdzib al-Lughah, 9/199.
  5. (5) Al-Raghib al-Ashfahani, Mufradat Alfazh al-Qur’an, 2/530. Tahqiq: Shafwan ‘Adnan Dawudi. Damaskus: Dar al-Qalam, 2009, cet. 4.
  6. (6) Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari, 19/398. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H, 13 jilid.
  7. (7) Al-Sarakhsi, al-Mabsuth, 24/45. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1993, 30 jilid.
  8. (8) Sami al-Shalahat, Mu‘jam al-Musthalahat al-Siyasiyyah fi Turats al-Fuqaha’, hlm. 70.
  9. (9) Yang dimaksud dengan Rafidhah adalah kelompok Itsna ‘Asyariyah yang menamakan diri mereka Ja‘fariyah, al-Mu’minun, al-Khassah, atau al-Imamiyah. Lihat: Ushul Madzhab al-Syi‘ah, 1/99 dst.
  10. (10) Al-Sarakhsi, al-Mabsuth, 24/45.
  11. (11) Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, 3/280. Kairo: al-Haiah al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1990, 12 jilid.
  12. (12) Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, 3/137. Kairo: Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, cet. 1, 1365 H / 1946 M, 30 jilid.

Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 8 dari 32 Berikutnya » Daftar Isi