Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : Halal Haram dalam Islam - Detail Buku
Halaman Ke : 12
Jumlah yang dimuat : 112
« Sebelumnya Halaman 12 dari 112 Berikutnya » Daftar Isi
Tabel terjemah Inggris belum dibuat.
Bahasa Indonesia Translation

Rasulullah tidak ingin memberikan jawaban kepada si penanya dengan menerangkan satu persatunya, tetapi beliau mengembalikan kepada suatu kaidah yang kiranya Gengan kaidah itu mereka dapat diharamkan Allah, sedang lainnya halal dan baik. Dan sabda beliau juga, 'Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia: dan Allah telah memberikan beberapa 'batas, maka jangan kamu langgar dia: dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia: dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia."” (Riwayat Daraguthni, dihasankan oleh an-Nawawi) Di sini ingin pula saya jelaskan, bahwa kaidah asal segala sesuatu adalah halal ini tidak hanya terbatas dalam masalah benda, tetapi meliputi masalah perbuatan dan pekerjaan yang tidak termasuk daripada urusan ibadah, yaitu yang biasa kita istilahkan dengan Adat atau Mu'amalat. Pokok dalam masalah ini tidak haram dan tidak terikat, kecuali sesuatu yang memang oleh syari' sendiri telah diharamkan dan dikonkritkannya sesuai dengan firman Allah: "Dan Allah telah memerinci kepadamu sesuatu yang la telah haramkan atas kamu." (al-Aniam: 119) Ayat ini umum, meliputi soal-coal makanan, perbuatan dan lain-lain. Berbeda sekali dengan urusan ibadah. Dia itu semata-mata urusan agama yang tidak ditetapkan, melainkan dari jalan wahyu. Untuk itulah, maka terdapat dalam suatu Hadis Nabi yang mengatakan: "Barangsiapa membuat cara baru dalam urusan kami, dengan sesuatu yang tidak ada contohnya, maka dia itu tertolak." (Riwayat Bukhari dan Muslim) Ini, adalah karena hakikat AGAMA --atau katakantah IBADAH-- itu tercermin dalam dua hal, yaitu: 1. Hanya Allah lah yang disembah. 2. Untuk menyembah Allah, hanya dapat dilakukan menurut apa yang disyariatkannya. Oleh karena itu, barangsiapa mengada-ada suatu cara ibadah yang timbul dari dirinya. sendiri --apapun macamnya-- adalah suatu kesesatan yang harus ditolak. Sebab hanya syarilah yang berhak menentukan cara ibadah yang dapat dipakai untuk bertagarrub kepadaNya. Adapun masalah Adat atau Muamalat, sumbernya bukan dari syari', tetapi manusia itu sendiri yang menimbulkan dan mengadakan. Syari' dalam hal ini tugasnya adalah untuk membetulkan, meluruskan, mendidik dan mengakui, kecuali dalam beberapa hal yang memang akan membawa kerusakan dan mudharat.


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 12 dari 112 Berikutnya » Daftar Isi