Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
between external existence and non-existence. This is the realm of ideal realities subsisting as permanently established entities in the consciousness of God, and they are none other than the forms and aspects of the names and attributes of God considered in their aspect of difference from Him.
Islām affirms the possibility of knowledge; that knowledge of the realities of things and their ultimate nature can be established with certainty by means of our external and internal senses and faculties, reason and intuition, and true reports of scientific or religious nature, transmitted by their authentic authorities. Islām has never accepted, nor has ever been affected by ethical and epistemological relativism that made man the measure of all things, nor has it ever created the situation for the rise of skepticism, agnosticism, and subjectivism, all of which in one way or another describe aspects of the secularizing process which have contributed to the birth of modernism and postmodernism.
Knowledge is both the arrival of meaning in the soul as well as the soul’s arrival at meaning. In this definition we affirm that the soul is not merely a passive recipient like the tabula rasa, but is also an active one in the sense of setting itself in readiness to receive what it wants to receive, and so to consciously strive for the arrival at meaning. Meaning is arrived at when the proper place of anything in a system is clarified to the understanding. The notion of ‘proper place’ already implies the existence of ‘relation’ obtaining between things which altogether describe a system, and it is such relation or network of relations that determines our recognition of the thing’s proper place within the system. By ‘place’ is meant here that which occurs not only in the spatio-temporal order of existence, but also in the imaginal, intelligible, and transcendental orders of existence. Since objects of knowledge from the point of view of human cognition are without limit, and since our external and internal senses and faculties of imagination and cognition all have limited powers and potentials, each created to convey and conserve information concerning that for which it was appointed, rea-
antara eksistensi eksternal dan non-eksistensi. Inilah ranah realitas ideal yang tetap ada sebagai entitas permanen dalam kesadaran Tuhan, dan mereka tidak lain adalah bentuk-bentuk dan aspek-aspek dari nama-nama dan sifat-sifat Tuhan yang dipertimbangkan dalam aspek perbedaan-Nya dari-Nya.
Islam menegaskan kemungkinan adanya pengetahuan; bahwa pengetahuan tentang realitas sesuatu dan hakikat akhirnya dapat ditegakkan dengan kepastian melalui indra dan kemampuan kita, baik eksternal maupun internal, akal dan intuisi, serta laporan yang benar bersifat ilmiah atau keagamaan yang ditransmisikan oleh otoritas yang sah. Islam tidak pernah menerima, dan tidak pernah terpengaruh oleh relativisme etis dan epistemologis yang menjadikan manusia sebagai ukuran segala sesuatu, juga tidak pernah menciptakan kondisi bagi munculnya skeptisisme, agnostisisme, dan subjektivisme, yang semuanya dalam satu atau lain cara menggambarkan aspek dari proses sekularisasi yang telah berkontribusi pada lahirnya modernisme dan postmodernisme.
Pengetahuan adalah kedatangan makna dalam jiwa sekaligus perjalanan jiwa menuju makna. Dalam definisi ini kita menegaskan bahwa jiwa bukan sekadar penerima pasif seperti tabula rasa, tetapi juga aktif dalam arti menyiapkan dirinya untuk menerima apa yang ingin ia terima, dan dengan sadar berusaha mencapai makna. Makna dicapai ketika tempat yang tepat dari sesuatu dalam sebuah sistem dijelaskan kepada pemahaman. Gagasan tentang ‘tempat yang tepat’ sudah menyiratkan adanya ‘relasi’ yang diperoleh antar sesuatu yang secara keseluruhan menggambarkan sebuah sistem, dan relasi atau jaringan relasi itulah yang menentukan pengakuan kita atas tempat sesuatu dalam sistem tersebut. Yang dimaksud dengan ‘tempat’ di sini bukan hanya yang terjadi dalam tatanan eksistensi ruang-waktu, tetapi juga dalam tatanan imajinal, intelektual, dan transendental dari eksistensi.
Karena objek-objek pengetahuan dari sudut pandang kognisi manusia tidak terbatas, dan karena indra eksternal maupun internal kita serta daya imajinasi dan kognisi kita semuanya memiliki kekuatan dan potensi yang terbatas—masing-masing diciptakan untuk menyampaikan dan menjaga informasi sesuai tugasnya -
id) oleh admin pada 20 September 2025 - 11:50:00.antara eksistensi eksternal dan non-eksistensi. Inilah ranah realitas ideal yang tetap ada sebagai entitas permanen dalam kesadaran Tuhan, dan mereka tidak lain adalah bentuk-bentuk dan aspek-aspek dari nama-nama dan sifat-sifat Tuhan yang dipertimbangkan dalam aspek perbedaan-Nya dari-Nya.
Islam menegaskan kemungkinan adanya pengetahuan; bahwa pengetahuan tentang realitas sesuatu dan hakikat akhirnya dapat ditegakkan dengan kepastian melalui indra dan kemampuan kita, baik eksternal maupun internal, akal dan intuisi, serta laporan yang benar bersifat ilmiah atau keagamaan yang ditransmisikan oleh otoritas yang sah. Islam tidak pernah menerima, dan tidak pernah terpengaruh oleh relativisme etis dan epistemologis yang menjadikan manusia sebagai ukuran segala sesuatu, juga tidak pernah menciptakan kondisi bagi munculnya skeptisisme, agnostisisme, dan subjektivisme, yang semuanya dalam satu atau lain cara menggambarkan aspek dari proses sekularisasi yang telah berkontribusi pada lahirnya modernisme dan postmodernisme.
Pengetahuan adalah kedatangan makna dalam jiwa sekaligus perjalanan jiwa menuju makna. Dalam definisi ini kita menegaskan bahwa jiwa bukan sekadar penerima pasif seperti tabula rasa, tetapi juga aktif dalam arti menyiapkan dirinya untuk menerima apa yang ingin ia terima, dan dengan sadar berusaha mencapai makna. Makna dicapai ketika tempat yang tepat dari sesuatu dalam sebuah sistem dijelaskan kepada pemahaman. Gagasan tentang ‘tempat yang tepat’ sudah menyiratkan adanya ‘relasi’ yang diperoleh antar sesuatu yang secara keseluruhan menggambarkan sebuah sistem, dan relasi atau jaringan relasi itulah yang menentukan pengakuan kita atas tempat sesuatu dalam sistem tersebut. Yang dimaksud dengan ‘tempat’ di sini bukan hanya yang terjadi dalam tatanan eksistensi ruang-waktu, tetapi juga dalam tatanan imajinal, intelektual, dan transendental dari eksistensi. Karena objek-objek pengetahuan dari sudut pandang kognisi manusia tidak terbatas, dan karena indra eksternal dan internal kita serta fakultas imajinasi dan kognisi semuanya memiliki kekuatan dan potensi terbatas, masing-masing diciptakan untuk menyampaikan dan melestarikan informasi mengenai hal yang ditugaskan kepadanya.
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #18 | 20 Sep 2025, 11:50:00 | id | admin | Tervalidasi | — |
antara eksistensi eksternal dan non-eksistensi. Inilah ranah realitas ideal yang tetap ada sebagai entitas permanen dalam kesadaran Tuhan, dan mereka tidak lain adalah bentuk-bentuk dan aspek-aspek dari nama-nama dan sifat-sifat Tuhan yang dipertimbangkan dalam aspek perbedaan-Nya dari-Nya. Islam menegaskan kemungkinan adanya pengetahuan; bahwa pengetahuan tentang realitas sesuatu dan hakikat akhirnya dapat ditegakkan dengan kepastian melalui indra dan kemampuan kita, baik eksternal maupun internal, akal dan intuisi, serta laporan yang benar bersifat ilmiah atau keagamaan yang ditransmisikan oleh otoritas yang sah. Islam tidak pernah menerima, dan tidak pernah terpengaruh oleh relativisme etis dan epistemologis yang menjadikan manusia sebagai ukuran segala sesuatu, juga tidak pernah menciptakan kondisi bagi munculnya skeptisisme, agnostisisme, dan subjektivisme, yang semuanya dalam satu atau lain cara menggambarkan aspek dari proses sekularisasi yang telah berkontribusi pada lahirnya modernisme dan postmodernisme. Pengetahuan adalah kedatangan makna dalam jiwa sekaligus perjalanan jiwa menuju makna. Dalam definisi ini kita menegaskan bahwa jiwa bukan sekadar penerima pasif seperti tabula rasa, tetapi juga aktif dalam arti menyiapkan dirinya untuk menerima apa yang ingin ia terima, dan dengan sadar berusaha mencapai makna. Makna dicapai ketika tempat yang tepat dari sesuatu dalam sebuah sistem dijelaskan kepada pemahaman. Gagasan tentang ‘tempat yang tepat’ sudah menyiratkan adanya ‘relasi’ yang diperoleh antar sesuatu yang secara keseluruhan menggambarkan sebuah sistem, dan relasi atau jaringan relasi itulah yang menentukan pengakuan kita atas tempat sesuatu dalam sistem tersebut. Yang dimaksud dengan ‘tempat’ di sini bukan hanya yang terjadi dalam tatanan eksistensi ruang-waktu, tetapi juga dalam tatanan imajinal, intelektual, dan transendental dari eksistensi. Karena objek-objek pengetahuan dari sudut pandang kognisi manusia tidak terbatas, dan karena indra eksternal dan internal kita serta fakultas imajinasi dan kognisi semuanya memiliki kekuatan dan potensi terbatas, masing-masing diciptakan untuk menyampaikan dan melestarikan informasi mengenai hal yang ditugaskan kepadanya. | |||||