Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
of problem confronting us is of such a profound nature as to embrace all the fundamental elements of our worldview that cannot simply be resolved by legalistic and political means. Law and order can only find their places when recognition of truth as distinguished from falsehood, and real as distinguished from illusory, is affirmed and confirmed by action in acknowledgement of the recognition. This is achieved by means of right knowledge and right method of disseminating it. So let us not dissipate our energies in attempting to find the way out by groping in the labyrinths of legalism, but concentrate them instead by grappling the main problem, which is bound up intimately with the correct understanding and appreciation of religion and the worldview projected by it, because that directly concerns man, his knowledge and purpose in life, his ultimate destiny.
The process of acquisition of knowledge is not called ‘education’ unless the knowledge that is acquired includes moral purpose that activates in the one who acquires it what I call adab. Adab is right action that springs from self-discipline founded upon knowledge whose source is wisdom. For the sake of convenience I shall translate adab simply as ‘right action’. There is an intrinsic connection between meaning and knowledge. I define ‘meaning’ as the recognition of the place of anything in a system, which occurs when the relation a thing has with others in the system becomes clarified and understood. ‘Place’ refers to right or proper place in the system; and ‘system’ here refers to the Quranic conceptual system as formulated into a worldview by tradition and articulated by religion. Knowledge as we have already defined is the arrival of meaning in the soul, and the soul’s arrival at meaning, and this is the recognition of the proper places of things in the order of creation, such that it leads to the recognition of the proper place of God in the order of being and existence. But knowledge as such does not become an education unless the recognition of proper places is actualized by acknowledgement — that is, by confirmation and affirmation in the self — of the reality and truth of what is recognized. Acknowledgement necessitates
masalah yang kita hadapi bersifat begitu mendalam sehingga mencakup seluruh elemen fundamental dari pandangan dunia kita yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan cara legalistik dan politis. Hukum dan ketertiban hanya dapat menemukan tempatnya ketika pengakuan akan kebenaran yang dibedakan dari kepalsuan, dan yang nyata dibedakan dari yang ilusi, ditegaskan dan dikonfirmasi melalui tindakan dalam pengakuan terhadap pengenalan tersebut. Hal ini dicapai melalui pengetahuan yang benar dan metode penyebaran yang benar. Jadi, jangan kita sia-siakan energi dengan tersesat dalam labirin legalisme, tetapi fokuskanlah pada masalah utama, yang terkait erat dengan pemahaman dan penghargaan yang benar terhadap agama dan pandangan dunia yang diproyeksikannya, karena hal itu secara langsung menyangkut manusia, pengetahuannya, tujuan hidupnya, dan takdir akhirnya.
Proses perolehan pengetahuan tidak disebut ‘pendidikan’ kecuali jika pengetahuan yang diperoleh mencakup tujuan moral yang mengaktifkan pada diri yang memperolehnya apa yang saya sebut adab. Adab adalah tindakan yang benar yang muncul dari disiplin diri yang didasarkan pada pengetahuan yang sumbernya adalah kebijaksanaan. Demi kemudahan, saya akan menerjemahkan adab hanya sebagai ‘tindakan benar’. Ada hubungan intrinsik antara makna dan pengetahuan. Saya mendefinisikan ‘makna’ sebagai pengakuan terhadap tempat sesuatu dalam sebuah sistem, yang terjadi ketika hubungan suatu hal dengan hal-hal lain dalam sistem menjadi jelas dan dipahami. ‘Tempat’ merujuk pada posisi yang tepat dalam sistem; dan ‘sistem’ di sini merujuk pada sistem konseptual Qur’ani yang diformulasikan menjadi pandangan dunia melalui tradisi dan diartikulasikan oleh agama. Pengetahuan, sebagaimana telah kita definisikan, adalah kedatangan makna dalam jiwa, dan kedatangan jiwa pada makna, yakni pengakuan terhadap tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan ciptaan, sehingga hal itu membawa pada pengakuan terhadap tempat yang tepat bagi Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaan. Namun pengetahuan itu sendiri tidak menjadi pendidikan kecuali jika pengakuan atas tempat yang tepat diwujudkan melalui pengakuan — yakni konfirmasi dan afirmasi dalam diri — terhadap realitas dan kebenaran dari apa yang dikenali. Pengakuan menuntut...
id) oleh admin pada 20 September 2025 - 11:57:31.masalah yang kita hadapi bersifat begitu mendalam sehingga mencakup seluruh elemen fundamental dari pandangan dunia kita yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan cara legalistik dan politis. Hukum dan ketertiban hanya dapat menemukan tempatnya ketika pengakuan akan kebenaran yang dibedakan dari kepalsuan, dan yang nyata dibedakan dari yang ilusi, ditegaskan dan dikonfirmasi melalui tindakan dalam pengakuan terhadap pengenalan tersebut. Hal ini dicapai melalui pengetahuan yang benar dan metode penyebaran yang benar. Jadi, jangan kita sia-siakan energi dengan tersesat dalam labirin legalisme, tetapi fokuskanlah pada masalah utama, yang terkait erat dengan pemahaman dan penghargaan yang benar terhadap agama dan pandangan dunia yang diproyeksikannya, karena hal itu secara langsung menyangkut manusia, pengetahuannya, tujuan hidupnya, dan takdir akhirnya.
Proses perolehan pengetahuan tidak disebut ‘pendidikan’ kecuali jika pengetahuan yang diperoleh mencakup tujuan moral yang mengaktifkan pada diri yang memperolehnya apa yang saya sebut adab. Adab adalah tindakan yang benar yang muncul dari disiplin diri yang didasarkan pada pengetahuan yang sumbernya adalah kebijaksanaan. Demi kemudahan, saya akan menerjemahkan adab hanya sebagai ‘tindakan benar’. Ada hubungan intrinsik antara makna dan pengetahuan. Saya mendefinisikan ‘makna’ sebagai pengakuan terhadap tempat sesuatu dalam sebuah sistem, yang terjadi ketika hubungan suatu hal dengan hal-hal lain dalam sistem menjadi jelas dan dipahami. ‘Tempat’ merujuk pada posisi yang tepat dalam sistem; dan ‘sistem’ di sini merujuk pada sistem konseptual Qur’ani yang diformulasikan menjadi pandangan dunia melalui tradisi dan diartikulasikan oleh agama. Pengetahuan, sebagaimana telah kita definisikan, adalah kedatangan makna dalam jiwa, dan kedatangan jiwa pada makna, yakni pengakuan terhadap tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan ciptaan, sehingga hal itu membawa pada pengakuan terhadap tempat yang tepat bagi Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaan. Namun pengetahuan itu sendiri tidak menjadi pendidikan kecuali jika pengakuan atas tempat yang tepat diwujudkan melalui pengakuan — yakni konfirmasi dan afirmasi dalam diri — terhadap realitas dan kebenaran dari apa yang dikenali. Pengakuan menuntut...
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #22 | 20 Sep 2025, 11:57:31 | id | admin | Tervalidasi | — |
masalah yang kita hadapi bersifat begitu mendalam sehingga mencakup seluruh elemen fundamental dari pandangan dunia kita yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan cara legalistik dan politis. Hukum dan ketertiban hanya dapat menemukan tempatnya ketika pengakuan akan kebenaran yang dibedakan dari kepalsuan, dan yang nyata dibedakan dari yang ilusi, ditegaskan dan dikonfirmasi melalui tindakan dalam pengakuan terhadap pengenalan tersebut. Hal ini dicapai melalui pengetahuan yang benar dan metode penyebaran yang benar. Jadi, jangan kita sia-siakan energi dengan tersesat dalam labirin legalisme, tetapi fokuskanlah pada masalah utama, yang terkait erat dengan pemahaman dan penghargaan yang benar terhadap agama dan pandangan dunia yang diproyeksikannya, karena hal itu secara langsung menyangkut manusia, pengetahuannya, tujuan hidupnya, dan takdir akhirnya. Proses perolehan pengetahuan tidak disebut ‘pendidikan’ kecuali jika pengetahuan yang diperoleh mencakup tujuan moral yang mengaktifkan pada diri yang memperolehnya apa yang saya sebut adab. Adab adalah tindakan yang benar yang muncul dari disiplin diri yang didasarkan pada pengetahuan yang sumbernya adalah kebijaksanaan. Demi kemudahan, saya akan menerjemahkan adab hanya sebagai ‘tindakan benar’. Ada hubungan intrinsik antara makna dan pengetahuan. Saya mendefinisikan ‘makna’ sebagai pengakuan terhadap tempat sesuatu dalam sebuah sistem, yang terjadi ketika hubungan suatu hal dengan hal-hal lain dalam sistem menjadi jelas dan dipahami. ‘Tempat’ merujuk pada posisi yang tepat dalam sistem; dan ‘sistem’ di sini merujuk pada sistem konseptual Qur’ani yang diformulasikan menjadi pandangan dunia melalui tradisi dan diartikulasikan oleh agama. Pengetahuan, sebagaimana telah kita definisikan, adalah kedatangan makna dalam jiwa, dan kedatangan jiwa pada makna, yakni pengakuan terhadap tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan ciptaan, sehingga hal itu membawa pada pengakuan terhadap tempat yang tepat bagi Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaan. Namun pengetahuan itu sendiri tidak menjadi pendidikan kecuali jika pengakuan atas tempat yang tepat diwujudkan melalui pengakuan — yakni konfirmasi dan afirmasi dalam diri — terhadap realitas dan kebenaran dari apa yang dikenali. Pengakuan menuntut... | |||||