Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
action that is proper to recognition. Adab, or right action, consists of such acknowledgement. Education, then, is the absorption of adab in the self. The actualization of adab in individual selves composing society as a collective entity reflects the condition of justice; and justice itself is a reflection of wisdom, which is the light that is lit from the lamp of prophecy that enables the recipient to discover the right and proper place for a thing or a being to be. The condition of being in the proper place is what I have called justice; and adab is that cognitive action by which we actualize the condition of being in the proper place. So adab in the sense I am defining here, is also a reflection of wisdom; and with respect to society adab is the just order within it. Adab, concisely defined, is the spectacle of justice (‘adl) as it is reflected by wisdom (ḥikmah).
In order to explain what I mean by adab and to appreciate my definition of it, let us consider, for example, one’s self. The human self or soul has two aspects: the one predisposed to praiseworthy acts, intelligent by nature, loyal to its covenant with God; the other inclined to evil deeds, bestial by nature, heedless of its covenant with God. The former we call the rational soul (al-nafs al-nāṭiqah), the latter the carnal or animal soul (al-nafs al-ḥayawāniyyah). When the rational soul subdues the animal soul and renders it under control, then one has put the animal soul in its proper place and the rational soul also in its proper place. In this way, and in relation to one’s self, one is putting one’s self in one’s proper place. This is adab toward one’s self. Then in relation to one’s family and its various members; when one’s attitude and behaviour toward one’s parents and elders display sincere acts of humility, love, respect, care, charity; this shows one knows one’s proper place in relation to them by putting them in their proper places. This is adab toward family. And similarly, such attitude and behaviour, when extended to teachers, friends, community, leaders, manifest knowledge of one’s proper place in relation to them; and this knowledge entails requisite acts in order to actualize adab toward
tindakan yang sesuai dengan pengakuan. Adab, atau tindakan yang benar, terdiri dari pengakuan semacam itu. Pendidikan, dengan demikian, adalah penyerapan adab dalam diri. Aktualisasi adab pada diri-diri individu yang membentuk masyarakat sebagai entitas kolektif mencerminkan kondisi keadilan; dan keadilan itu sendiri adalah cerminan kebijaksanaan, yaitu cahaya yang dipancarkan dari pelita kenabian yang memungkinkan penerimanya menemukan tempat yang benar dan tepat bagi sesuatu atau bagi makhluk. Kondisi berada pada tempat yang tepat inilah yang saya sebut keadilan; dan adab adalah tindakan kognitif dengan mana kita mengaktualisasikan kondisi berada pada tempat yang tepat. Maka adab dalam arti yang saya definisikan di sini juga merupakan cerminan kebijaksanaan; dan dalam konteks masyarakat adab adalah keteraturan yang adil di dalamnya. Adab, secara ringkas, adalah pemandangan keadilan (‘adl) sebagaimana tercermin dalam kebijaksanaan (ḥikmah).
Untuk menjelaskan apa yang saya maksud dengan adab dan untuk memahami definisi saya tentangnya, marilah kita pertimbangkan, misalnya, diri sendiri. Diri manusia atau jiwa memiliki dua aspek: yang satu cenderung pada perbuatan terpuji, cerdas secara fitrah, setia pada perjanjiannya dengan Tuhan; yang lainnya cenderung pada perbuatan jahat, bersifat kebinatangan, lalai terhadap perjanjiannya dengan Tuhan. Yang pertama kita sebut jiwa rasional (al-nafs al-nāṭiqah), yang kedua adalah jiwa hewani atau jiwa binatang (al-nafs al-ḥayawāniyyah). Ketika jiwa rasional menundukkan jiwa hewani dan mengendalikannya, maka jiwa hewani telah diletakkan pada tempat yang tepat dan jiwa rasional juga pada tempat yang tepat. Dengan demikian, dan dalam kaitannya dengan diri sendiri, seseorang menempatkan dirinya pada tempat yang tepat. Inilah adab terhadap diri sendiri. Kemudian dalam kaitannya dengan keluarga dan berbagai anggotanya; ketika sikap dan perilaku seseorang terhadap orang tua dan para tetua menunjukkan ketulusan dalam kerendahan hati, cinta, penghormatan, kepedulian, dan kemurahan hati; hal ini menunjukkan bahwa ia mengetahui tempat yang tepat dalam hubungannya dengan mereka dengan menempatkan mereka pada tempat yang tepat. Inilah adab terhadap keluarga.
Dan demikian pula, sikap dan perilaku semacam itu, ketika diperluas kepada guru, teman, masyarakat, dan para pemimpin, menampakkan pengetahuan tentang tempat yang tepat bagi diri seseorang dalam hubungannya dengan mereka; dan pengetahuan ini menuntut tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengaktualisasikan adab terhadap mereka semua.
id) oleh admin pada 20 September 2025 - 11:59:19.tindakan yang sesuai dengan pengakuan. Adab, atau tindakan yang benar, terdiri dari pengakuan semacam itu. Pendidikan, dengan demikian, adalah penyerapan adab dalam diri. Aktualisasi adab pada diri-diri individu yang membentuk masyarakat sebagai entitas kolektif mencerminkan kondisi keadilan; dan keadilan itu sendiri adalah cerminan kebijaksanaan, yaitu cahaya yang dipancarkan dari pelita kenabian yang memungkinkan penerimanya menemukan tempat yang benar dan tepat bagi sesuatu atau bagi makhluk. Kondisi berada pada tempat yang tepat inilah yang saya sebut keadilan; dan adab adalah tindakan kognitif dengan mana kita mengaktualisasikan kondisi berada pada tempat yang tepat. Maka adab dalam arti yang saya definisikan di sini juga merupakan cerminan kebijaksanaan; dan dalam konteks masyarakat adab adalah keteraturan yang adil di dalamnya. Adab, secara ringkas, adalah pemandangan keadilan (‘adl) sebagaimana tercermin dalam kebijaksanaan (ḥikmah).
Untuk menjelaskan apa yang saya maksud dengan adab dan untuk memahami definisi saya tentangnya, marilah kita pertimbangkan, misalnya, diri sendiri. Diri manusia atau jiwa memiliki dua aspek: yang satu cenderung pada perbuatan terpuji, cerdas secara fitrah, setia pada perjanjiannya dengan Tuhan; yang lainnya cenderung pada perbuatan jahat, bersifat kebinatangan, lalai terhadap perjanjiannya dengan Tuhan. Yang pertama kita sebut jiwa rasional (al-nafs al-nāṭiqah), yang kedua adalah jiwa hewani atau jiwa binatang (al-nafs al-ḥayawāniyyah). Ketika jiwa rasional menundukkan jiwa hewani dan mengendalikannya, maka jiwa hewani telah diletakkan pada tempat yang tepat dan jiwa rasional juga pada tempat yang tepat. Dengan demikian, dan dalam kaitannya dengan diri sendiri, seseorang menempatkan dirinya pada tempat yang tepat. Inilah adab terhadap diri sendiri. Kemudian dalam kaitannya dengan keluarga dan berbagai anggotanya; ketika sikap dan perilaku seseorang terhadap orang tua dan para tetua menunjukkan ketulusan dalam kerendahan hati, cinta, penghormatan, kepedulian, dan kemurahan hati; hal ini menunjukkan bahwa ia mengetahui tempat yang tepat dalam hubungannya dengan mereka dengan menempatkan mereka pada tempat yang tepat. Inilah adab terhadap keluarga. Demikian pula, sikap dan perilaku semacam itu, ketika diperluas kepada guru, teman, masyarakat, dan pemimpin, menampakkan pengetahuan tentang tempat yang tepat dalam hubungannya dengan mereka; dan pengetahuan ini menuntut tindakan yang diperlukan untuk mengaktualisasikan adab terhadap...
| ID | Waktu | Bahasa | Penerjemah | Status | Aksi |
|---|---|---|---|---|---|
| #23 | 20 Sep 2025, 11:59:19 | id | admin | Tervalidasi | — |
tindakan yang sesuai dengan pengakuan. Adab, atau tindakan yang benar, terdiri dari pengakuan semacam itu. Pendidikan, dengan demikian, adalah penyerapan adab dalam diri. Aktualisasi adab pada diri-diri individu yang membentuk masyarakat sebagai entitas kolektif mencerminkan kondisi keadilan; dan keadilan itu sendiri adalah cerminan kebijaksanaan, yaitu cahaya yang dipancarkan dari pelita kenabian yang memungkinkan penerimanya menemukan tempat yang benar dan tepat bagi sesuatu atau bagi makhluk. Kondisi berada pada tempat yang tepat inilah yang saya sebut keadilan; dan adab adalah tindakan kognitif dengan mana kita mengaktualisasikan kondisi berada pada tempat yang tepat. Maka adab dalam arti yang saya definisikan di sini juga merupakan cerminan kebijaksanaan; dan dalam konteks masyarakat adab adalah keteraturan yang adil di dalamnya. Adab, secara ringkas, adalah pemandangan keadilan (‘adl) sebagaimana tercermin dalam kebijaksanaan (ḥikmah). Untuk menjelaskan apa yang saya maksud dengan adab dan untuk memahami definisi saya tentangnya, marilah kita pertimbangkan, misalnya, diri sendiri. Diri manusia atau jiwa memiliki dua aspek: yang satu cenderung pada perbuatan terpuji, cerdas secara fitrah, setia pada perjanjiannya dengan Tuhan; yang lainnya cenderung pada perbuatan jahat, bersifat kebinatangan, lalai terhadap perjanjiannya dengan Tuhan. Yang pertama kita sebut jiwa rasional (al-nafs al-nāṭiqah), yang kedua adalah jiwa hewani atau jiwa binatang (al-nafs al-ḥayawāniyyah). Ketika jiwa rasional menundukkan jiwa hewani dan mengendalikannya, maka jiwa hewani telah diletakkan pada tempat yang tepat dan jiwa rasional juga pada tempat yang tepat. Dengan demikian, dan dalam kaitannya dengan diri sendiri, seseorang menempatkan dirinya pada tempat yang tepat. Inilah adab terhadap diri sendiri. Kemudian dalam kaitannya dengan keluarga dan berbagai anggotanya; ketika sikap dan perilaku seseorang terhadap orang tua dan para tetua menunjukkan ketulusan dalam kerendahan hati, cinta, penghormatan, kepedulian, dan kemurahan hati; hal ini menunjukkan bahwa ia mengetahui tempat yang tepat dalam hubungannya dengan mereka dengan menempatkan mereka pada tempat yang tepat. Inilah adab terhadap keluarga. Demikian pula, sikap dan perilaku semacam itu, ketika diperluas kepada guru, teman, masyarakat, dan pemimpin, menampakkan pengetahuan tentang tempat yang tepat dalam hubungannya dengan mereka; dan pengetahuan ini menuntut tindakan yang diperlukan untuk mengaktualisasikan adab terhadap... | |||||