Loading...

Maktabah Reza Ervani

15%

Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000



Judul Kitab : Tafsir Ibnu Katsir - Detail Buku
Halaman Ke : 115
Jumlah yang dimuat : 4377
« Sebelumnya Halaman 115 dari 4377 Berikutnya » Daftar Isi
Tabel terjemah Inggris belum dibuat.
Bahasa Indonesia Translation

Sesungguhnya orang-orang yang disebut sebagai Khawarij itu belum ada ketika ayat ini diturunkan. Namun mereka termasuk dalam cakupan ayat ini berdasarkan sifat mereka yang sesuai, karena mereka dinamakan Khawarij disebabkan oleh pemberontakan mereka terhadap ketaatan kepada imam dan pengabaian mereka terhadap penerapan syariat Islam.

Dalam bahasa Arab, kata "fasiq" berarti orang yang keluar dari ketaatan. Orang Arab berkata: "Fasaqat ar-rutbah," artinya: kurma basah itu telah keluar dari kulitnya. Oleh karena itu, tikus disebut fawaisiq (makhluk kecil yang suka merusak) karena ia keluar dari lubangnya untuk merusak.

Dalam Shahihain disebutkan dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
"Ada lima jenis hewan yang boleh dibunuh di tanah suci maupun di luar tanah suci: gagak, burung elang, kalajengking, tikus, dan anjing buas."

Maka istilah "fasiq" mencakup orang kafir dan orang yang durhaka. Namun kefasikan orang kafir lebih besar dan lebih keji. Yang dimaksud dengan "fasiq" dalam ayat ini adalah orang kafir, dan Allah lebih mengetahui.

Buktinya adalah bahwa Allah menyifatkan mereka dalam lanjutan ayat: "Orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah perjanjian itu diteguhkan, memutuskan apa yang Allah perintahkan untuk disambung, dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi."

Sifat-sifat ini adalah ciri khas orang-orang kafir yang bertolak belakang dengan sifat orang-orang mukmin, sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam Surah ar-Ra‘d:

"Apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu adalah kebenaran sama dengan orang yang buta? Hanya orang yang berakal yang dapat mengambil pelajaran. Yaitu orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah untuk dihubungkan, mereka takut kepada Tuhan mereka dan takut kepada buruknya hisab." (ar-Ra‘d: 19–21)

Hingga firman-Nya: "Dan orang-orang yang melanggar janji Allah setelah diteguhkan, memutuskan apa yang Allah perintahkan untuk dihubungkan, dan membuat kerusakan di muka bumi, mereka itulah yang mendapat laknat dan bagi mereka tempat tinggal yang buruk." (ar-Ra‘d: 25)

Para ahli tafsir berbeda pendapat mengenai makna "perjanjian" (عَهْد) yang dilanggar oleh orang-orang fasiq ini:

Sebagian mereka berkata: Yang dimaksud adalah wasiat Allah kepada makhluk-Nya berupa perintah untuk taat dan larangan untuk bermaksiat, yang disampaikan melalui kitab-kitab-Nya dan lisan para rasul-Nya. Pelanggaran mereka terhadap perjanjian ini adalah dengan meninggalkan pelaksanaan terhadap apa yang diperintahkan tersebut.

Yang lain berkata: Ayat ini mengenai orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dan para munafik di antara mereka. Perjanjian Allah yang mereka langgar adalah janji yang Allah ambil atas mereka dalam Taurat, yakni untuk mengamalkan isinya dan mengikuti Nabi Muhammad ﷺ apabila beliau diutus, serta membenarkan apa yang beliau bawa dari Tuhan mereka. Pelanggaran mereka terhadap perjanjian itu adalah pengingkaran mereka terhadap Nabi setelah mereka mengetahui kebenaran beliau, serta menutup-nutupi ilmu itu dari manusia, setelah sebelumnya mereka telah berjanji kepada Allah untuk menjelaskannya dan tidak menyembunyikannya. Maka Allah memberitakan bahwa mereka telah membuang janji itu ke belakang punggung mereka dan menjualnya dengan harga yang murah. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir rahimahullah dan juga merupakan pendapat Muqatil bin Hayyan.

Sementara yang lain berkata: Ayat ini mencakup seluruh orang kafir, musyrik, dan munafik. Perjanjian Allah kepada mereka semua adalah dalam bentuk ajakan kepada tauhid, melalui dalil-dalil yang menunjukkan keesaan-Nya dan ke-Tuhanan-Nya. Perjanjian-Nya juga datang dalam bentuk perintah dan larangan, serta hujjah yang Dia tegakkan melalui para rasul dengan mukjizat-mukjizat yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia selain mereka, sebagai bukti atas kebenaran mereka.

Mereka berkata: Pelanggaran mereka terhadap perjanjian tersebut adalah dengan menolak pengakuan terhadap kebenaran yang sudah jelas melalui bukti-bukti, mendustakan para rasul dan kitab-kitab meskipun mereka mengetahui bahwa yang dibawa para rasul itu adalah benar.

Riwayat semakna juga diriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan. Ini adalah pendapat yang baik. Pendapat ini juga dianut oleh az-Zamakhsyari, karena ia berkata: “Jika engkau bertanya: Apa yang dimaksud dengan perjanjian Allah dalam ayat ini?” Maka jawabannya adalah...


Beberapa bagian dari Terjemahan di-generate menggunakan Artificial Intelligence secara otomatis, dan belum melalui proses pengeditan

Untuk Teks dari Buku Berbahasa Indonesia atau Inggris, banyak bagian yang merupakan hasil OCR dan belum diedit


Belum ada terjemahan untuk halaman ini atau ada terjemahan yang kurang tepat ?

« Sebelumnya Halaman 115 dari 4377 Berikutnya » Daftar Isi