Progress Donasi Kebutuhan Server — Your Donation Urgently Needed — هذا الموقع بحاجة ماسة إلى تبرعاتكم
Rp 1.500.000 dari target Rp 10.000.000
Surah al Fatihah (1) : Ayat 2
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ (2)
Para qari' (ahli qira'ah) yang tujuh membaca dengan dhammah (harakat u) pada huruf dal dalam firman-Nya (الحمد لله), dan ini merupakan mubtada dan khabar.
Diriwayatkan dari Sufyan bin 'Uyainah dan Ru'bah bin al 'Ajjaj bahwa keduanya membaca (الحمد لله) dengan nashab (harakat fathah), yaitu atas dasar penghapusan fi'il (sehingga diperkirakan adanya fi'il yang dihilangkan).
Ibnu Abi 'Ablah membaca (الحمد للّهِ) dengan dhammah pada huruf dal dan lam, sebagai ittiba' (penyesuaian) dari yang kedua terhadap yang pertama. Dan bacaan ini memiliki syawahid (dukungan dari bacaan lain), tetapi ia syadz (menyimpang).
Diriwayatkan pula dari al Hasan dan Zaid bin 'Ali bahwa mereka membaca (الحمد للهِ) dengan kasrah pada huruf dal, sebagai ittiba' dari yang pertama terhadap yang kedua.
Abu Ja'far bin Jarir berkata:
Makna "al hamdu lillah" adalah: "Segala puji bagi Allah," murni hanya untuk Allah, tidak untuk selain-Nya dari apa yang disembah selain Dia, dan tidak pula untuk selain-Nya dari seluruh makhluk ciptaan-Nya, karena apa yang telah Dia limpahkan kepada hamba-hamba-Nya berupa nikmat-nikmat yang tidak bisa dihitung dengan bilangan, dan tidak ada seorang pun selain Dia yang mampu meliputi jumlahnya,
yaitu dalam memperbaiki alat-alat untuk ketaatan kepada-Nya, dan memampukan anggota-anggota tubuh manusia yang mukallaf untuk menunaikan kewajiban-kewajiban-Nya,
disertai dengan apa yang Dia bentangkan untuk mereka di dunia berupa rezeki, dan Dia mencukupi mereka dengan kenikmatan hidup, tanpa ada sedikit pun hak atas mereka terhadap-Nya,
serta disertai dengan apa yang Dia ingatkan kepada mereka dan Dia ajak mereka kepadanya dari sebab-sebab yang mengantarkan kepada keabadian yang kekal di negeri tempat tinggal yang penuh kenikmatan abadi.
Maka bagi Rabb kami, segala puji atas semua itu, baik pada permulaan maupun pada akhirnya.
Dan berkata Ibnu Jarir rahimahullah:
(al hamdu lillah) adalah sanjungan yang Allah sanjungkan kepada diri-Nya, dan di dalamnya juga terkandung perintah-Nya kepada hamba-hamba-Nya agar mereka memuji-Nya. Maka seakan-akan Dia berfirman: "Katakanlah: al hamdu lillah."
Beliau berkata: Telah dikatakan pula bahwa ucapan seseorang: "al hamdu lillah" adalah sanjungan kepada-Nya atas nama-nama-Nya yang al husna dan sifat-sifat-Nya yang al 'ula.
Sedangkan ucapan seseorang: "as syukru lillah" adalah sanjungan kepada-Nya atas nikmat-nikmat-Nya dan kebaikan-kebaikan-Nya.
Kemudian beliau mulai membantah pendapat ini dengan kesimpulan bahwa seluruh ahli ma'rifah tentang bahasa Arab menempatkan setiap dari "hamd" dan "syukr" pada tempat yang lain (yakni keduanya saling menggantikan).
As Sulami meriwayatkan mazhab ini (bahwa keduanya sama) dari Ja'far ash Shadiq dan Ibnu 'Atha' dari kalangan sufi.
Dan berkata Ibnu 'Abbas:
(al hamdu lillah) adalah kalimat setiap orang yang bersyukur.
Dan al Qurtubi berdalil untuk Ibnu Jarir atas sahihnya ucapan orang yang mengatakan "al hamdu lillah" sebagai ungkapan syukur.
Akan tetapi, apa yang diklaim oleh Ibnu Jarir itu masih perlu ditinjau lagi.
Karena telah masyhur di kalangan banyak ulama dari kalangan muta'akhkhirin bahwa "hamd" adalah sanjungan dengan ucapan kepada yang terpuji atas sifat-sifat-Nya yang lazim (tetap) maupun yang muta'addi (berpindah kepada makhluk),
sedangkan "syukr" tidaklah ada kecuali atas sifat yang muta'addi, dan ia bisa dilakukan dengan hati (janan), lisan, dan anggota badan (arkan), sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair:
(Bahr Thawil)
أَفَادَتْكُمُ النَّعْمَاءُ مِنِّي ثَلَاثَةً: ... يَدِي وَلِسَانِي وَالضَّمِيرُ الْمُحَجَّبَا
"Kenikmatan telah memberimu dariku tiga hal:
tanganku, lisanku, dan hati (yang tersembunyi)."